Chereads / Putra Langit Kamandaka Jagadita / Chapter 7 - Chapter 7

Chapter 7 - Chapter 7

Kuncoro pulang ke rumah dengan membawa beberapa kantung plastik dari minimarket terdekat.

Di dalam kantung plastik terdapat 2 kaleng susu formula bermerek, empat botol susu, pampers bayi, serta makanan ringan dan biskuit.

Wajahnya berseri-seri sembari menaruh makanan ringan dan biskuit di atas meja tamu.

"Anakku, makanlah." Ujar Kuncoro kepada ketiga pendekar yang masih duduk di kursi tamu.

"Terima kasih Ayah." Jawab pendekar Daryana sembari tersenyum luas.

"Daryana…, Tolong jaga adik-adik. Ayah dan Bunda masih sibuk urusi dua bayi di dalam kamar." Pinta Kuncoro dengan suara lembut.

"Baik Ayah." Jawab pendekar Daryana.

Kuncoro tersenyum membalas jawaban pendekar Daryana, lalu ia beranjak masuk ke dalam kamarnya. Keadaan panik telah berlalu, suara tangisan kedua bayi telah mereda

Kuncoro membuka daun pintu kamar kemudian Kuncoro berdiri sejenak di ambang pintu kamar tidur melihat punggung istrinya.

"Ma…, ini susu formulanya." Panggil Kuncoro sembari mengangkat kantung plastik belanjaan.

Aisyah menoleh ke belakang.

"Papa jaga mereka sebentar ya. Mama mau buatkan susu formula buat mereka." Pinta Aisyah sembari beranjak dari tempat tidur menghampiri Kuncoro.

"Iya sudah. Biar Papa yang jaga mereka." Ujar Kuncoro

kemudian Kuncoro berjalan masuk ke dalam kamar sembari memberikan sekantung plastik berukuran besar kepada istrinya.

Aisyah menerima sekantung plastik dari Kuncoro. Tanpa sabar ia langsung membuka kantung plastik, seketika senyum luas melukis di wajahnya.

"Alhamdulillah, Papa ada beli pampers bayi juga. Makasih ya Pa." Ucap Aisyah sembari mengeluarkan dua bungkus pampers bayi berukuran besar dari kantung plastik.

"Papa sudah biasa urusi adik-adik sejak kecil, pasti paham dong, Ma.…" Jawab Kuncoro sambil duduk di samping tempat tidur.

"Hehe."

Aisyah cengar-cengir sembari meletakkan dua bungkus pampers di atas meja samping jendela kamar.

"Mama mau rebus botol susu dulu. Papa jaga bayi kita." Ujar Aisyah sambil mengedipkan sebelah matanya kepada suaminya.

Kuncoro membalas dengan kedipan mata dan Aisyah segera keluar dari kamar tidur dengan wajah semringah. Rasa bahagia membalikkan suasana hati mereka kembali ke masa baru menikah.

Aisyah berjalan keluar dari dalam kamar dengan sepasang mata yang telah basah. Perasaan haru bercampur bahagia bercampur aduk di dalam hatinya.

"Akhirnya saya bisa merasakan menjadi seorang ibu."

Aisyah membatin sembari berjalan ke dapur. Sebuah perasaan bahagia yang natural dari seorang wanita yang telah menginjak usia paruh baya.

Sementara di ruang tamu. Rasa bahagia juga di rasakan oleh pendekar Daryana yang sedang menikmati makanan ringan bersama dengan pendekar Kusumaningrum dan pendekar Kayshila.

Sorot mata mereka berseri-seri. Sesekali mereka saling melempar senyuman. Mereka bisa menikmati waktu istirahat dengan tenang. Pangeran Kamandaka Jagadita sudah berada di tangan Kuncoro dan Aisyah. Tugas mereka telah di jalankan dengan rapi.

---------

Pada waktu yang sama di tempat yang berbeda. putri Gayatri sedang duduk bersila dengan sepasang matanya terpejam rapat sembari mengepakkan kedua bibirnya tanpa mengeluarkan suara.

Putri Gayatri tampak cuek duduk bersila di atas sebuah batu besar di tengah sungai yang mengalir deras dengan tubuh tidak tertutup sehelai benang, sebuah jubah kulit beruang dibiarkan tergelatak di sampingnya.

Beberapa saat kemudian air sungai yang mengalir deras tiba-tiba berhenti dan mulai membentuk sebuah pusara air di sekitar batu besar yang di duduki oleh putri Gayatri.

Semakin lama pusara air naik ke atas dan menggulung tubuh putri Gayatri.

"Ahhhhh!" pekik putri Gayatri dengan keras.

Pusara air memecah bersamaan dengan Tiga mata anak panah keluar dari tubuhnya dan burung-burung yang berada di dahan pohon beterbangan.

Pusara air perlahan membela diri dan turun ke dalam sungai seiring dengan tubuh putri Gayatri telah terselubung baju zirah emas.

Sesaat kemudian kedua kelopak mata putri Gayatri membuka dan langsung melihat ke bawah. Dia melihat ada tiga lempengan logam mulia berbentuk cakra tergeletak berdampingan dengan sebilah pedang bergagang kepala ular emas di atas batu.

"Kekuatan saya telah pulih dan saya harus segera membangun pasukan baru untuk membalaskan dendam."

Putri Gayatri membatin sambil mengambil pedang dan jubah milik Kobra Emas lalu Dia berdiri di atas batu.

Sorot matanya tajam menerobos masuk ke semak belukar sekeliling aliran sungai sedangkan di balik semak belukar ada sebuah hutan lebat yang masih asri.

Tidak ada tanda-tanda kehidupan manusia dan hanya terdengar suara kicauan burung yang menghuni hutan yang masih perawan.

"Saya harus mencari tempat untuk membangun kekuatan baru."

Putri Gayatri kembali membatin sambil menggantungkan sebilah pedang di pinggangnya kemudian dia memakai jubah kulit beruang ke badannya.

Putri Gayatri melompati bebatuan hingga ke tepi sungai kemudian dia berdiri sejenak di bibir hutan sembari mengamati sekeliling.

Sepasang matanya terdiam pada sebuah batu sebesar satu rumah sederhana.

"Batu itu bisa kujadikan tempat tinggal sementara." Gumam putri Gayatri.

Putri Gayatri mencabut pedangnya kemudian dia langsung melompat ke depan batu besar tersebut sambil mengayunkan pedang ke arah batu.

Tubuhnya meliuk-liuk sambil menggoreskan pedang ke batu. Terlihat percikan api kecil yang keluar dari ujung pedang saat menggores batu besar yang keras.

Perlahan-lahan batu tersebut berubah menjadi sebuah Goa kecil dan Putri Gayatri menghentikan ayunan pedangnya.

Dia berdiri sembari tersenyum memandangi sebuah tempat hunian baru untuk di huni olehnya.

"Mulai hari ini. Area hutan ini adalah wilayah kekuasaanku. tidak boleh ada satu manusia yang boleh masuk ke dalam hutan ini." Kata putri Gayatri kepada alam sekitar sambil menyarungkan pedangnya kemudian putri Gayatri melangkah masuk ke dalam hunian barunya.

Senyum menyeringai menghiasi wajahnya. Dia lalu duduk bersila di atas batu persegi panjang yang di bentuk olehnya dengan pandangan matanya yang lurus menatap ke aliran sungai.

Tiba-tiba dari arah samping batu, terdengar suara gemertakan ranting patah yang terinjak oleh kaki makhluk hidup, tanpa berpikir panjang Putri Gayatri langsung melompat keluar sambil mencabut pedangnya.

Sekejap mata putri Gayatri telah berdiri di hadapan pemuda bertelanjang dada sambil menodongkan ujung pedangnya di leher pemuda berkulit putih bersih.

Bola mata putri Gayatri membesar memandangi wajah pemuda yang berdiri di hadapannya.

"Siapa kamu!" bentak putri Gayatri dengan wajah tak bersahabat.

Pemuda berusia 18 tahun berdiri kaku dengan roman datar. Kedua lututnya gemetaran dengan buliran keringat yang mengucur deras di dahinya. Wajahnya pucat pasi tanpa bisa mengeluarkan suara. Sedangkan kedua matanya tidak lepas dari ujung pedang putri Gayatri yang berada di nadi lehernya.

Putri Gayatri mengamati pemuda tersebut. Postur tubuhnya tinggi berpadu dengan otot-otot keras yang menonjol keluar, memperjelas kalau dia adalah seorang pemuda pekerja keras dan wajahnya lumayan tampan dengan otot rahang yang keras.

"Jawab!" bentak putri Gayatri sembari melotot.

"Ampun Nyai. Saya Toni. Seorang pencari kayu bakar di hutan ini." Jawab pemuda pencari kayu bakar sembari mengatupkan kedua tangan di depan dahinya.

Mata indah Putri Gayatri memperhatikan raut wajah Toni sambil menyarungkan pedangnya

"Um..., Pemuda ini masih perjaka. Dia bisa saya jadikan tumbal untuk meningkatkan kesaktian."

Putri Gayatri membatin kemudian sepasang bibir merahnya mulai mengepak tanpa mengeluarkan suara.

Wajah Toni terlihat seperti orang linglung. Tatapan matanya kosong sembari memperhatikan gerakan bibir putri Gayatri. Sekeliling tubuhnya mulai terdengar suara pusara angin. Semakin lama semakin keras seiring dengan daun kering di atas tanah mulai membumbung ke atas lalu membungkus seluruh tubuh Toni.

Putri Gayatri meniup daun kering yang membungkus tubuh Toni.

"Husss!"

Suara tipuan angin yang sangat kencang menghantam daun kering yang membungkus tubuh Toni dan seketika seluruh daun kering terlepas dari tubuh Toni.

Toni berubah menjadi manusia robot, tatapan matanya kosong tanpa berkedip. Salah satu sudut bibir putri Gayatri terangkat ke atas.

"Kamu sekarang adalah budak saya, Toni!" seru putri Gayatri kepada Toni.

" Siap ratu Gayatri." Jawab Toni dengan suara datar.

Putri Gayatri memegang tangan Toni, lalu mereka melangkah sambil bergandengan tangan menuju hunian baru putri Gayatri.

Tampak Toni seperti seekor kerbau yang di cokok hidungnya. Wajahnya datar tanpa ekspresi sambil mengikuti langkah kaki putri Gayatri.

Bersambung…..

******************