Pada malam itu. Di gerbang perbatasan sebelah timur antar dimensi alam kerajaan naga emas. Seorang pemuda gagah terselubung dalam baju zirah besi sedang mendengar suara sayup-sayup derap kaki kuda.
Dia segera melompat ke atas dahan pohon besar luar gerbang. Kedua mata Satria seketika terbelalak melihat barisan api obor di kejauhan mengarah ke gerbang perbatasan.
"Tutup gerbang! Pasukan siluman akan menyerang kita!" serunya.
"Siap Satria Timur." Jawab 60 prajurit serentak.
Sepuluh prajurit segera menutup pintu gerbang, sedangkan 40 prajurit berpencar menempati dua pos penjagaan. Sebelah sisi kiri dan sebelah sisi kanan pintu gerbang.
Salah satu prajurit dari dalam pos penjagaan sebelah kiri gerbang sedang mengawasi barisan api obor menggunakan teropong kayu.
"Satria Timur!" pekiknya.
Satria timur langsung menoleh ke arah pos penjagaan sebelah kiri gerbang.
"Ada apa prajurit!?" tanya Satria Timur dengan suara meninggi.
"Ada 200 prajurit siluman sedang mengarah kemari!" sahut prajurit.
"Betul Satria timur! Sebaiknya Satria Timur kembali ke istana meminta bala bantuan!"
Salah satu prajurit dari pos penjagaan sebelah kanan gerbang menimpali seruan dari prajurit pos penjagaan sebelah kiri gerbang. Dia ikut mengawasi pergerakan siluman menggunakan teropong kayu.
Satria Timur tampak bingung, ia terdiam sembari memegang dagunya.
"Cepat Satria Timur! Jangan khawatirkan kami!" Teriak prajurit dari pos penjagaan membuyarkan lamunan Satria Timur.
"Cepat pergi Satria Timur!" seru prajurit sahut-sahutan menekan pikiran Satria timur.
"Betul Satria Timur. Kami akan bertahan sampai bala bantuan datang." Ujar prajurit yang berdiri di samping Satria Timur.
Satria Timur tampak ragu-ragu meninggalkan prajuritnya, dia berpikir sejenak sembari memperhatikan jarak musuh dengan pintu gerbang.
"Baiklah. Saya akan ke istana sekarang juga." Kata Satria timur.
Kemudian dia langsung melompat ke atas kuda hitam.
"Hia!" teriak Satria Timur sambil mengentak lutut kakinya ke tubuh kudanya.
Seketika kuda hitam berlari dengan cepat, melesat menerobos hutan belantara. Satria Timur masih melihat ke belakang. Sebagai seorang komandan, dirinya merasa bersalah meninggalkan prajurit berperang.
Suara derap kaki kuda memecah keheningan malam. Satria Timur terus memacu kuda secepat mungkin agar bisa sampai lebih dulu di istana sebelum para siluman mulai menyerang gerbang perbatasan. Setelah melintasi perbukitan dan hutan belantara, akhirnya Satria Timur sampai di depan jembatan pintu gerbang.
Pada sisi kanan dan kiri pintu masuk gerbang terdapat dua patung naga terbuat dari bahan perak. Kerajaan naga emas memiliki empat gerbang utama. Gerbang naga perak, naga emas, naga permata, naga kristal.
Setiap pintu gerbang ada patung naga dengan bahan sesuai nama gerbang dan di jaga dengan jumlah prajurit berbeda-beda. Semakin tinggi tingkat gerbang semakin banyak prajurit yang menjaga.
Satria Timur melihat ada tiga satria sedang memacu kuda menghampiri pintu gerbang perak. Dia melihat Satria Barat, Satria Selatan dan Satria Utara. Wajah ketiga satria tampak menumpul. Nafas mereka terengah-engah.
Ketiga satria menghentikan kuda mereka persis di hadapan Satria timur. Wajah Satria Timur mengernyit.
"Apakah para siluman menyerang perbatasan?" tanya Satria Timur kepada ketiga Satria.
"Betul sekali. Ada 300 siluman anjing akan menyerang perbatasan barat." Jawab Satria barat dengan nafas megap-megap.
"Musuh telah mengepung kerajaan. Kita harus segera menghadap panglima Cakra Hitam!" seru Satri Selatan.
"Betul. Ayo kita masuk sekarang." Sahut Satria Utara.
Mereka memacu kuda mereka melewati jembatan yang berdiri di atas sungai selebar 20 meter.
Seorang Satria terselubung dalam baju zirah perak mengawasi empat kesatria yang sedang melintasi jembatan. Dia adalah Satria Perak yang bertanggung jawab menjaga pintu utama naga perak.
Dia segera melompat ke tengah jalan jembatan. Menghentikan laju kuda empat Satria perbatasan.
"Hei Berhenti!" serunya sambil mengangkat sebelah tangan.
Empat satria perbatasan serentak menarik tali kekang kuda mereka dan mereka berhenti di tengah jembatan berhadapan langsung dengan Satria Perak.
"Maaf Satria Perak. Para siluman akan menyerang empat perbatasan. Tolong ijinkan kami masuk! Kami harus segera melapor kepada panglima cakra hitam." ujar Satria Selatan dengan buru-buru.
"Baiklah Satria Selatan." Jawab Satria Perak sambil berjalan ke tepi jembatan sambil berteriak ke arah pintu gerbang.
"Buka pintu gerbang!" seru Satria Perak kepada prajurit penjaga pintu gerbang perak.
Pintu gerbang di buka dari dalam dan Empat kuda satria kembali berlari masuk ke dalam pintu gerbang perak. mereka berempat kembali melanjutkan perjalanan ke istana.
Satria perak melompat ke atas tembok pagar gerbang sambil berseru kepada empat prajurit yang menjaga pintu.
"Tutup gerbang!"
Empat prajurit penjaga pintu segera menutup pintu gerbang kembali.
Satria perak berdiri di atas tembok sembari menatap prajurit yang berbaris di belakang pintu gerbang.
"Dengar! Semua prajurit siaga di tempat masing-masing. Kita akan berperang sekarang!" perintah Satria Perak kepada 300 prajuritnya.
"Baik Satria Perak!"
Semua prajurit menjawab dengan serentak dan berlari ke tempat penjagaan mereka masing-masing.
Satria perak melompat ke menara utama. Dia melepaskan panah api ke arah pintu gerbang emas.
Sementara di gerbang pintu Emas, seorang prajurit penjaga menara kanan gerbang emas terperangah melihat panah api melesat di langit gelap gulita.
"Satria Emas!" pekik prajurit secara spontan. "Lihat! Ada panah api dari gerbang perak!" seru prajurit dengan wajah panik sambil menunjuk ke atas langit.
Satria berbaju zirah emas segera melompat ke menara utama. Dia melihat Empat satria perbatasan hampir sampai di pintu gerbang emas lalu berseru dari atas menara.
"Jangan halau mereka!" seru Satria Emas.
Penjaga pintu gerbang membiarkan empat satria tetap memacu kuda melewati pintu gerbang.
"Tutup pintu gerbang!" seru Satria setelah empat satria melewati pintu gerbang,
Satria Emas dengan sigap melepaskan panah api ke arah gerbang permata. Memberikan isyarat kepada gerbang selanjutnya untuk bersiap perang.
Dua anak panah api saling bersusulan di atas langit menarik perhatian Panglima Cakra Hitam yang sedang berdiri di atas menara pengawas gerbang kristal.
"Ada yang tidak beres." Katanya kepada sepasang pendekar sakti di sampingnya.
Pendekar Daryana dan Pendekar Kusumaningrum. Mereka berdua adalah kakak dan adik. Murid kesayangan panglima Cakra Hitam.
"Kami menunggu perintah dari Mahaguru." Jawab pendekar Daryana.
"Kita tunggu laporan. Bila memang harus perang. Kalian berdua jaga keluarga kerajaan." Ujar panglima Cakra Hitam.
Sepasang pendekar sakti anggukkan kepala mereka.
Dari kejauhan terdengar suara derap kaki kuda. Secara spontan pandang mata mereka menuju ke arah suara. Terlihat Empat satria melintasi pintu gerbang kristal. Panglima dan sepasang pendekar langsung melompat turun dari menara setinggi 5 meter. Melayang seringan kapas dan mendarat di atas tanah tanpa mengeluarkan suara.
Empat satria menghentikan laju kuda mereka. Dengan lincah, mereka serentak melompat dari pelana kuda dan langsung bersujud di hadapan panglima Cakra Hitam.
"Lapor panglima Cakra Hitam. Para siluman akan menyerang serentak empat gerbang perbatasan." Lapor Satria Utara.
Roman Panglima Cakra Hitam menggeram.
"Siluman mana yang berani menyerang kerajaan ini? Berapa jumlah mereka?" tanya panglima Cakra Hitam dengan suara meninggi.
"Timur 200 prajurit siluman ular emas." Jawab Satria timur.
"Barat 300 prajurit siluman anjing." Jawab Satria Barat.
"Selatan 200 Prajurit siluman kura-kura." Jawab Satria Selatan.
"Utara 500 Prajurit siluman ular putih." Jawab Satria Utara.
Panglima diam sejenak. Dia berjalan mondar-mandir di hadapan empat satria. Tangannya mengelus jenggot panjangnya.
"Putra-putri raja Wisesa akan berontak. Um…,terlalu berani mereka." panglima Cakra Hitam membatin sambil membalikkan badan menghadap ke arah para bawahannya.
"Mereka terlalu yakin dengan kekuatan mereka." Ucap panglima Cakra Hitam.
"Siapkan pasukan merak." Perintah panglima kepada sepasang pendekar.
"Siap maha guru." Jawab mereka berdua serentak
Kemudian sepasang pendekar sakti langsung berlari di udara secepat anak panah. Sekejap mata sepasang pendekar telah menghilang di hadapan mereka.
Beberapa saat kemudian, Pasukan merak berjumlah 3.000 prajurit mulai bergerak mendekat ke panglima perang Cakra Hitam. Di pimpin seorang pendekar perempuan bernama Kayshila. Pasukan merak adalah pasukan elite level 5. Sedangkan pasukan elite level 1 adalah pasukan Naga. Di pimpin langsung oleh panglima perang Cakra Hitam.
Penyerangan keempat putra-putri raja Wisesa tidak mengganggu acara pesta rakyat, termasuk sang raja masih belum mengetahui siluman akan menginvasi kerajaannya.
"Ongaaaa!"
Di dalam istana kerajaan terdengar suara tangis bayi sangat keras. Putra mahkota telah lahir. Raja Kawasa Dhara Barna sangat bahagia dan langsung mengendong putra mahkota lengkap dengan ari-ari yang masih menempel di pusar pangeran.
Senyum semringah menampil di wajah raja sambil memandangi Permaisuri Cahyati Daliani yang masih tampak pucat, Ia terbaring lemah di atas tempat tidur. Kondisi tubuh beliau belum pulih selepas melahirkan putra mahkota.
Raja Kawasa Dhara Barna menempelkan telapak tangan di dada pangeran. Sinar kuning keemasan keluar dari telapak tangan sang raja, sangat menyilaukan mata. Beberapa saat kemudian sinar keemasan menyilaukan mata perlahan meredup beriringan dengan seekor naga emas kecil menggeliat masuk ke dalam dada pangeran dan meninggalkan bekas tanda merah berbentuk seekor naga di dada pangeran.
Kemudian raja Kawasa Dhara Barna mengangkat tubuh pangeran di atas kepalanya. Dia lalu berseru.
"Kamandaka Jagadita! Sang naga pembasmi siluman telah lahir!"
Gemuruh geluduk membahana di langit. kilatan petir sahut-sahutan seakan menyambut kehadiran sang naga pembela kebenaran. Rakyat yang sedang pesta terhenti sejenak. Langit gelap membela diri, perlahan sebuah lubang besar terbentuk di atas istana kerajaan. Sinar berwarna keemasan menyinari atap istana dan menembus hingga ke tubuh pangeran. Tubuh pangeran melayang sejengkal dari tangan sang raja. Sekeliling tubuhnya mengeluarkan sinar keemasan.
Beberapa saat kemudian ari-ari melepas dari tubuh sang pangeran bersamaan dengan memudarnya sinar keemasan. Sang pangeran kembali ke dalam genggaman tangan sang raja. Tubuhnya telah bersih dari darah. Wajahnya bersinar. Sang raja menyeringai dan meletakan tubuh sang pangeran di samping permaisuri.
Lubang besar di atas langit kembali menutup bersamaan dengan pandangan mata rakyat kerajaan mulai melepas dari langit yang kembali gelap. Mereka langsung berangkulan untuk meluapkan kegembiraan.
"Hidup pangeran langit!"
"Hidup pangeran Kamandaka Jagadita!"
"Hidup sang pembasmi siluman!"
Sorak-sorai rakyat di luar istana bergemuruh. Mereka bahagia telah lahir sang penakluk siluman. Kebahagiaan yang tidak dapat di ucapkan karena kekesalan mereka kepada para siluman jahat yang sering mengusik ketenangan mereka.
Sementara di perbatasan Timur, Barat, Utara dan selatan, belum adanya penyerangan. Putri Gayatri melihat ke atas langit yang bergemuruh. Rasa takut mulai merayap di pikirannya.
"Sang putra langit telah lahir." Kata putri Gayatri kepada panglima perang Kobra Emas yang berdiri di sampingnya.
Panglima bersujud memberikan hormat kepada putri Gayatri.
"Apakah kita masih akan menyerang ratuku?" tanya panglima perang Kobra Emas.
Putri Gayatri terdiam, keraguan mulai menggerogoti nyalinya. Wajahnya seketika menumpul. Sepasang matanya melihat ke atas langit sudah kembali utuh.
"Lepaskan anak panah api!" seru ratu Gayatri.
Panglima Kobra Emas segera melepaskan anak panah api ke atas langit. Panah api melesat ke atas langit dan sepasang mata ratu Gayatri menunggu balasan dari ketiga adiknya.
Setelah menunggu beberapa menit, tidak ada balasan anak panah api dari ketiga adiknya. Rona merah seketika memudar dari wajah ratu Gayatri. Dia saling melempar pandangan mata dengan panglima Kobra Emas.
**********