"Maafkan saya, Pak Erick, atas kelancangan saya kemarin siang," ujar Nirmala.
Dinar keheranan. Ia tidak mengerti apa yang dimaksudkan Nirmala. Nirmala tidak menceritakan apa pun tentang kemarin siang selain pertemuannya dengan anak kecil itu.
"Saya menyadari kesalahan saya dan saya menyesal. Saya harap kesalahan saya kemarin tidak memengaruhi keputusan Bapak hari ini," imbuh Nirmala.
"Suruh dia bangun. Aku enggak mau ini menarik perhatian pegawai lainnya," bisik Erick di samping telinga Andre.
Andre pun memberikan isyarat Dinar dengan melambaikan kedua tangannya ke atas. Dinar pun menyentuh kedua bahu Nirmala dan berbisik, "Kamu disuruh bangun."
Nirmala pun bangun bersama Dinar. Ia masih menunduk.
"Kalaupun kamu diterima, kamu hanya bekerja sebagai tukang cuci piring dan menyapu ruangan. Bayaran enggak seberapa. Kenapa kamu berusaha sekeras itu?" tanya Erick.
"Saya enggak punya uang, enggak punya tabungan, dan enggak punya pekerjaan. Satu-satunya yang bisa saya gantungkan untuk makan sehari-hari hanya bon-bonan. Saya enggak punya pilihan. Kalau sekarang saya enggak punya pekerjaan, saya enggak akan dapat penghasilan, enggak akan bisa membayar bon-bonan saya, dan enggak bisa ngebon lagi bulan depan," jelas Nirmala, terdengar amat putus asa.
Erick diam sesaat. Keheningan pun menguasai ruangan. Tidak ada yang berani berbicara. Semua sedang cemas menantikan sebuah jawaban.
"Ya sudah. Kamu bisa bekerja mulai hari ini," ujar Erick, diikuti serentak embusan napas lega dari ketiga orang di sekitarnya.
Senyum mereka menceriakan wajah Nirmala. Ia tidak henti-henti berterima kasih kepada Erick. Pekerjaan ini memang sepele. Tapi, sesuatu yang sepele akan menjadi berharga ketika tidak ada pilihan lainnya.
"Jangan buat kekacauan. Karena aku enggak menoleransi sedikit pun kesalahan," kata Erick memperingatkan, dengan telunjuk mengarah pada Nirmala. Seolah mengingatkan kejadian kemarin siang.
"Saya janji, Pak. Saya tidak akan membuat kekacauan. Saya pastikan saya akan bekerja dengan baik," sumpah Nirmala.
Erick tidak mengatakan apa pun lagi. Ia pun beranjak diikuti Andre menuju luar kafe.
"Aku mau memeriksa kafe cabang di Wonokromo. Awasi pegawai baru kita dengan baik. Jangan sungkan memecatnya kalau dia bikin ulah," Erick menegaskan, seolah ada dendam yang masih ia tahan.
Andre mengangguk. "Siap, Pak!"
Erick pun pergi menuju mobil Ferrari abu-abu yang terparkir di depan Kafe Pandora. Kemudian melajukan mobilnya menjauhi kafe.
Dendam itu memang masih ada. Erick paling tidak bisa direndahkan apalagi oleh seorang perempuan asing.
"Seharusnya kamu bersikap lebih dewasa menghadapi anak kecil. Bukannya bersikap seperti sesama anak TK!" Perkataan Nirmala kemarin siang masih terngiang-ngiang di kepala Erick.
"Apa kamu bilang kemarin? Aku seperti anak TK?" tanya Erick kepada bayangan Nirmala yang masih bergentayangan di pikirannya.
Erick tertawa kecil. "Akhirnya terbukti, kan? Anak itu memang pencopet dan aku tidak bersalah!" katanya menyudutkan.
"Sujud saja masih tidak cukup untuk memaafkan kesalahanmu!" tegas Erick dengan amarah menggebu-gebu. Egonya memang tinggi dan ia paling sulit menoleransi kesalahan. Dengan dendam sebesar itu, kenapa ia masih mau menerima Nirmala bekerja di kafenya?
Saat Nirmala bersujud di depannya, Erick teringat pada kelanjutan kisah kemarin siang. Ia merasa ditipu oleh anak kecil itu dan Nirmala. Ia yakin kalau mereka berdua sebenarnya sekongkolan para pencopet. Ia pun mengikuti mereka. Namun, ia tidak jadi memperpanjang masalah itu setelah mendengarkan pembicaraan kedua orang itu di bangku pinggir jalan. Ia menemukan bukti kalau dirinya tidak salah menuduh, anak itu memang pencopetnya, dan Nirmala tidak bersekongkol dengan pencopet kecil itu. Nirmala bahkan memberikan uang banyak untuk membantu kesulitan anak itu. Kini, Erick mengerti kalau uang itu adalah uang terakhir yang dimiliki Nirmala. Harapan terakhir Nirmala. Dan kini, Nirmala memiliki harapan baru di kafenya. Erick tidak tega menghancurkan harapan satu-satunya yang dimiliki Nirmala. Erick yakin masih memiliki cara lain untuk membalaskan dendamnya tanpa menghancurkan kehidupan seseorang.
-oOo-