"Kan, banyak wanita-wanita miskin yang sengaja menggoda pria kaya biar hidupnya bisa enak tanpa bekerja," celetuk Erick. Nirmala sampai heran kenapa lelaki angkuh di depannya ini bisa mengutarakan segalanya tanpa sungkan. Erick sudah seperti orang yang tidak pernah tersentuh didikan baik dari orang tuanya.
Nirmala kembali memaksakan senyumnya. "Itu, kan, mereka, bukan saya. Kalau gitu, saya lanjut kerja lagi biar bisa hidup enak tanpa harus menggoda pria kaya," pamit Nirmala. Ia melanjutkan pekerjaannya membersihkan ruangan Erick.
"Kamu yakin bisa hidup enak dengan gaji dua juta per bulan? Jajanku sehari saja sering nyampai segitu." Erick kembali bersuara tidak keruan.
Nirmala memilih diam. Karena jika ia menyahuti lagi dan sampai kebablasan, sudah bisa dipastikan ia akan dibuat menyesal hanya dalam sekali tendangan.
Dalam hati Nirmala bersyukur mendapatkan kasih sayang dan perhatian penuh dari kedua orang tuanya sehingga menghasilkan didikan yang baik. Meski tidak kaya, setidaknya ia tidak akan dicela karena tingkah.
Dering ponsel memecahkan keheningan. Ponsel Erick tampak bergetar di atas meja. Ia pun menerima panggilan dari seseorang. Melalui pembicaraannya, sepertinya Erick memiliki janji dengan seseorang. Tak lama, panggilan itu terputus. Ia pun memasukkan ponselnya ke dalam saku celana jeans yang ia kenakan. Kemudian bangun membelakangi tong sampah dan menarik jaket kulit hitam bermodel moto racer.
Saat mengenakan jaket itu, Erick tidak melihat sekitar. Sehingga ketika melangkah mundur, tong sampah itu terdorong keras.
"Astaga!" pekik Erick, teringat tong sampah tadi. Kemudian ia menoleh. Rupanya sampah kertas dan bungkus snack sudah berceceran di sekitar kakinya.
Pandangan Erick beralih menuju wanita yang tadinya sibuk menyapu di sekitar pintu. Tampak wanita itu mendekat dengan wajah memerah. Entah sudah berapa kilogram emosi yang ia pendam sedari tadi.
"Aku enggak sengaja," jelas Erick dengan raut muka menyesal.
Tentu saja Nirmala tidak percaya itu. Tidak hanya sekali Erick menguji kesabarannya dalam separuh hari ini.
Tidak bisa! Tidak bisa! Nirmala sudah tidak bisa memendam kesabarannya lagi. Ia akan memuntahkan semua amarahnya sekarang juga. Tidak peduli jika orang di depan ini adalah orang yang menggajinya. Ia tidak takut lagi. Toh, ia tidak melakukan kesalahan sama sekali.
"Pak!" Nirmala meninggikan suaranya ketika semakin dekat.
Sebelum Nirmala kembali bersuara, kakinya menginjak bungkus snack sehingga terpeleset dan menabrak dada bidang Erick. Ia memekik terkejut.
Erick tidak bersiaga sebelumnya. Sehingga ketika ditabrak tubuh Nirmala, ia ikut terkejut dan terjatuh ke kursi. Kursi itu berputar membelakangi meja membawa Nirmala yang ditahan kedua tangan Erick yang melingkari punggungnya.
Dua pasang mata yang kini saling menatap, membulat lebar bersamaan, ketika menyadari ada sesuatu tidak wajar yang sudah terjadi. Rasa hangat yang menjalar ke tubuh, menyebabkan kedua jatung berdegup tidak keruan, yang berasal dari sentuhan dua pasang bibir.
-oOo-
"ERICK BAJINGAN!
ERICK SIALAN!
TERKUTUKLAH ENGKAU DASAR PRIA ANGKUH DAN KEKANAKAN!"
Napas Nirmala tersengal-sengal usai berteriak begitu keras di samping jalan raya. Akhirnya, ia berhasil melampiaskan amarahnya. Tidak peduli jika banyak pengguna jalan raya yang melihatnya. Toh, ia tidak mengenal satu pun dari mereka.
Untungnya, tadi Erick segera keluar ruangan dan pergi dari kafe. Kalau tidak, mungkin Nirmala akan benar-benar mengumpatinya.
"Aku yakin hanya wanita bodoh yang akan menikah dengan lelaki kekanakan itu. Karena wanita sukses dan cerdas tidak akan sudi punya suami yang tidak punya otak itu," gerutu Nirmala sembari berjalan kembali ke kafe dan melanjutkan pekerjaannya sebagai cuci piring.