Chereads / Mencintai Wanita yang Sama / Chapter 13 - 13. Sifat Asli Pak Erick

Chapter 13 - 13. Sifat Asli Pak Erick

Pergantian sif tiba. Saat senja menguasai langit sepenuhnya, Nirmala dan Dinar pun menjauhkan langkah dari kafe pandora. Jalan raya di depan kafe dijejali kendaraan yang beruntutan. Menaiki angkot bukan pilihan tepat untuk saat ini. Mereka berdua memilih jalan kaki santai dibanding berdesak-desakan di angkot yang terjebak kemacetan jalan.

"Aku tahu Pak Erick memiliki dendam kepadaku. Tapi, aku aku baru tahu kalau dia selicik itu!" gerutu Nirmala. Kemudian menceritakan apa yang dialaminya sepanjang tadi siang.

"Pak Erick orangnya memang tegas. Tapi, aku kurang tahu banget soal dia. Soalnya, Pak Erick orangnya cuek dan tertutup banget," jelas Dinar.

"Mbak yang bekerja bertahun-tahun di sana saja enggak tahu apa-apa soal dia. Sedangkan aku yang baru bertemu dua kali, sudah sangat mengenalnya. Dia orang yang licik, kasar, kekanakan!" Nirmala berdengus kesal.

"Pak Erick enggak pernah mau berbaur sama pegawai kafe. Biasanya, kalau dia butuh apa-apa, paling Pak Andre yang dipanggil ke ruangannya," jelas Nirmala.

"Untunglah kalau begitu. Seenggaknya, Mbak Dinar enggak pernah merasakan penderitaanku. Dan kuharap, Mbak jangan pernah merasakannya," ujar Nirmala malah bersyukur.

Ponsel Nirmala berdenting. Sebuah pesan dari Erick muncul di layar ponselnya. Sebelumnya Nirmala sempat mengirimkan pesan letak sisa snack dan masakan tiongkok Erick yang masih utuh.

Bos Gila:

Aku enggak balik ke kafe. Kamu ambil pulang saja. Bukannya kamu enggak suka makanan yang dibuang-buang?

Nirmala pun mengetikkan balasan.

Anda:

Tapi, saya sudah pulang, Pak.

Bos Gila:

Ya sudah kalau kamu enggak mau ambil. Snacknya masih bisa dimakan besok. Enggak tau yang dimangkok tadi. Paling nanti malam sudah basi.

Ah, iya. Nirmala teringat makanan Tiongkok yang dibelinya di Dinasty Paradise tadi. Ia ingat perjuangannya mendapatkan semua itu.

"Mbak Dinar," panggil Nirmala, menghentikan langkah Dinar.

Dinar pun menoleh. "Ada apa?"

"Aku balik ke kafe dulu, ya. Mbak bisa pulang duluan," titah Nirmala.

"Kamu dipanggil Pak Erick lagi?" tebak Dinar. "Bukannya Pak Erick tadi lagi keluar?"

Nirmala menggelengkan kepala. "Aku mau ambil barangku yang ketinggalan di ruangan Pak Erick." Nirmala tidak mau memberikan keterangan jelas untuk menghindari rasa penasaran Dinar.

"Ya sudah. Maaf, aku enggak bisa nemenin. Kasihan Ara sendirian di rumah," ujar Dinar.

Nirmala mengangguk. Mereka berdua pun berbalik lawan dan melangkahkan kaki menuju arah masing-masing.

Sesampainya di kafe, tampak pengunjung sangat padat. Nirmala tidak menggubris. Ia langsung menuju lantai atas di mana ruangan Erick berada. Kemudian memasukkan seluruh sisa makanan Erick ke dalam kantong besar.

"Lumayan. Bisa buat Ara juga nanti," gumam Nirmala. Senyum merekah di wajahnya. Ia seolah lupa dengan seluruh amarah—sepanjang tadi siang—saat membayangkan betapa bahagianya anak Dinar yang masih TK.

Nirmala pun bergegas keluar kafe. Di depan kafe, ia bertemu Andre yang terkejut mendapati dirinya masih di sana.

"Bukannya kamu pulang bareng Dinar tadi?" tanya Pak Andre.

Nirmala tidak menyembunyikan apa pun agar tidak menimbulkan kecurigaan. Ia menunjukkan kantong plastik yang di bawahnya dan isi pesannya dengan Erick tadi.

"Kalau gitu, pulang bareng, gimana? Kebetulan aku dipanggil Pak Erick ke kafe cabang," tawar Andre.

"Enggak usah, Pak. Merepotkan. Saya bisa naik angkot, kok," tolak Nirmala merasa sungkan.

"Kamu tinggal sama Dinar, kan?" tanya Andre.

Nirmala mengangguk. "Kalau gitu, enggak merepotkan. Soalnya kita searah."

Akhirnya, Nirmala menerima tawaran itu. Ia pun memasuki mobil hatchback biru yang terparkir di depan kafe. Kemudian mobil itu mulai berjalan menyusuri jalan dengan kemacetan yang mulai berkurang.