Kaki Nirmala menyusuri trotoar dengan lesu. Tubuhnya lemas seolah tak bertenaga. Namun, ia harus terus berjalan dengan kepala tertunduk karena masih jauh dari rumah. Ia memilih berjalan kaki untuk menenangkan pikiran dibanding menaiki angkot yang penuh dengan penumpang, sehingga harus berdesak-desakan. Hanya akan memperparah kekecewaan di hatinya.
Di tangan Nirmala ada sebuah amplop berisi lembaran uang berwarna merah. Sepertinya, inilah kali pertama Nirmala tidak merasa senang dengan uang yang didapatkannya. Bagaimana tidak? Ia di-PHK dari pabrik tempatnya bekerja. Dan uang di tangannya sebenarnya hanya pesangon.
Hari ini Nirmala masih memegang uang untuk mengenyangkan perutnya. Namun, jika ia tidak segera menemukan pekerjaan, segera ia akan kelaparan.
Langkah Nirmala terhenti ketika telinganya mendengar suara makian tak jauh darinya. Ia pun mengangkat kepalanya. Ia menemukan seorang lelaki tampak memarahi anak kecil yang menangis di depannya. Nirmala pun bergegas mendekat lalu memeluk anak itu.
"Ih, adik kecil, kok, nangis? Kamu kenapa?" tanya Nirmala dengan suara dicemprengkan untuk menenangkan anak itu.
"Kamu ibunya?" tanya lelaki itu bernada kasar.
Perhatian Nirmala pun beralih menuju lelaki itu. Lelaki tinggi, tegap, dan sepertinya seumuran dengan Nirmala.
"Bukan. Saya cuma lewat barusan," jawab Nirmala.
"Kalau gitu, suruh ibunya buat ngajarin anak ini yang benar. Masak kecil-kecil udah belajar nyopet dompet saya. Mau jadi apa kalau besar nanti? Jadi maling? Atau perampok?" Lelaki itu uring-uringan.
Nirmala terkejut. Ia tidak percaya anak kecil dan lucu di pelukannya ini akan melakukan tindakan seberani itu. Ia pun berbisik pada anak itu. "Benar yang dikatakan om itu?" tanyanya.
Anak kecil itu sedikit mundur dan mengangkat wajahnya dari pelukan Nirmala. Tangisannya mereda tapi masih sesenggukan. Kemudian bergeleng.
"Enggak. Aku enggak nyopet dompet om jelek itu." Anak itu menunjuk lelaki di belakang Nirmala yang memasang wajah terkejut dengan bola mata melotot. Rupanya agak kesal disebut jelek.
"Hei, berandal kecil! Jangan bohong kamu! Jawab yang sejujurnya!" tegas lelaki itu.
Tangisan anak itu kembali pecah. "Aku tadi nemu dompet itu di sini. Terus aku ngasih tahu om jelek. Tiba-tiba om jelek marahin aku," jelas anak itu di tengah tangisnya.
"Itu enggak benar, ya! Berandal itu memang menyopet dompetku. Dasar anak maling!" Lelaki itu bersikeras membela diri.
Nirmala mengembuskan napas berat. Hatinya sudah panas semenjak menerima uang pesangonnya. Sehingga makian lelaki itu bisa cepat membuatnya merasa mendidih.
Nirmala pun bangun. Ia menghadap lelaki itu dengan tatapan setajam pisau. "Makanya, sebelum nuduh itu, tanya dulu baik-baik. Jangan asal bentak anak orang!" tegas Nirmala.
"Aku enggak asal nuduh. Memang benar anak itu pencopet!" Lelaki itu tidak mau kalah.
"Apa kamu enggak dengar kata anak itu barusan? Mana mungkin anak kecil dan sepolos itu berani berbohong?" sentak Nirmala.
"Sekarang kamu berani membentakku?" Mata lelaki itu membulat seolah mau melompat.
"Kamu yang enggak punya hati sampai tega membentak anak kecil yang cuma bisa menangis itu!" Nirmala menyerang balik.
"Anak yang bandel memang harus diberi pelajaran biar enggak keterusan sampai dewasa," bela lelaki itu.
"Pelajaran itu demi kebaikan. Seharusnya menggunakan kasih sayang. Bukannya dengan kekerasan," tegas Nirmala.
Lelaki itu kehabisan kata-kata.
"Seharusnya kamu bersikap lebih dewasa menghadapi anak kecil. Bukannya bersikap seperti sesama anak TK!" Nirmala menambahkan.
Nirmala pun menggendong anak itu sembari menenangkannya. Kemudian melangkah menjauh meninggalkan lelaki yang belum bisa menerima kekalahan, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Karena apa yang dikatakan Nirmala memang benar. Akan tetapi, yang terjadi tidak sepenuhnya benar.
Langkah Nirmala berhenti di sebuah bangku putih di tepi jalan. Ia pun mendudukkan anak itu di sana dan duduk di sampingnya. Tangisan anak itu rupanya sudah mereda.
"Sudah. Berhenti, ya, nangisnya. Enggak bakal terjadi apa-apa, kok," kata Nirmala berusaha menenangkan.
Anak itu hanya berdiam. Ia tampak ketakutan.
"Kamu enggak usah takut lagi, ya. Ada Kakak di sini yang bakal bela kamu dari om-om jelek tadi," tambah Nirmala.
Bersambung ....