Chereads / Dhani My Life Partner / Chapter 12 - Surat Misterius

Chapter 12 - Surat Misterius

Aku menyiapkan buku pelajaran sejak pagi-pagi, karena nanti ada ujian. Aku mengulang pelajaran yang akan diujikan, agar siap dan percaya diri. Aku membuka buku paket matematika, dan membaca rumus-rumus penting. Aku juga mengerjakan soal latihan, untuk menguji pemahamanku. Aku mengikuti materi ini dengan mudah, karena sudah belajar sebelumnya. Tiba-tiba, aku melihat ada kertas di dalam buku paketku. Perasaan Aku tidak pernah menyimpan apa-apa di sana. Aku mengambil kertas itu, dan membacanya. Oh, ternyata ini nama Instagram Dhani. Kenapa ada di buku matematika? Aku heran deh, Aku mengambil handphone dan mencoba mencari nama Instagramnya.

"DhaniKeceAjahReal20"

Nama ignya yang agak alay membuatku merasa penasaran. Aku ingin tahu lebih banyak tentang kehidupan dan latar belakang Dhani. Aku ingin memahami mengapa dia memilih nama itu dan apa arti sebenarnya baginya. Aku memfollow akun Instagramnya, dan menunggu dengan deg-degan, apakah dia akan memfollback ku atau tidak. Mungkin masih terlalu pagi bagi dia membuka hape kali ya. Aku tidak tau dia ngapain pagi-pagi ini.

Aku berjalan menuju ruang makan, terpikat oleh aroma masakan ibu. Ibu tampak sibuk di dapur, menyiapkan sarapan untuk kami. Aku tersenyum dan mengucapkan selamat pagi kepadanya. Ibu membalas senyumku dan menyuruhku duduk di meja makan. Di sana, aku melihat Abang sudah terlebih dahulu duduk.

"Eh hai Jess, mau bareng sama Abang atau berangkat pakai langganan?" tanya Abang kepadaku, sambil menyodorkan piring berisi nasi goreng dan telur ceplok.

Aku mengambil piring itu dan mengucapkan terima kasih. Aku melihat ke arah jendela, dan melihat langit yang masih gelap. Aku tahu hari ini kami harus berangkat lebih awal, karena ada ujian di sekolah.

"Aku bareng sama Abang aja, lebih hemat. Lagian, kalo sama langganan. Bawel, berisik. Ngoceh mulu, aku nya diem aja. Tapi diajak ngobrol terus. Orang mah lagi pusing sama materi atau apa gitu. Jangan dibawelin terus," jawabku, sambil menyuapkan nasi goreng ke mulutku.

Abang mengangguk dan tersenyum. "Oke deh sayang. Kalau gitu kita habis sarapan langsung berangkat ya. Semangat terus, jangan pantang menyerah ya. Jangan lupa bawa buku catatan dan alat tulis," katanya, sambil meneguk susu dari gelasnya.

Aku mengangguk sambil melahap nasi goreng dengan lahap. Setelah selesai sarapan, aku buru-buru membersihkan piring dan gelas di wastafel. Aku kemudian beranjak ke kamarku untuk mengambil buku catatan dan alat tulis yang sudah aku siapkan sejak semalam.

Setelah memastikan bahwa aku sudah membawa semua yang diperlukan, aku bergabung kembali dengan Abang di ruang tengah. Kami berdua melangkah ke garasi, di mana sepeda motor kesayangan Abang sudah menunggu. Abang membuka kunci motor dan menyalakannya, mengeluarkan suara yang bergelegar di pagi yang masih sepi.

Kami berdua mengenakan helm dan mengikatkan tas sekolah di bagian belakang motor. Aku duduk di belakang Abang, memegang erat pinggiran jok untuk menyeimbangkan tubuhku saat motor melaju. Kami melintasi jalan-jalan yang masih sepi, menyusuri perumahan dan jalanan menuju sekolahku

Saat tiba di halaman sekolah, suasana mulai ramai dengan kedatangan para siswa dan guru. Aku turun dari motor dan melepas helm.

"Makasih Abang, hati-hati ya di jalan. Aku sayang Abang." Aku mengungkapkan rasa sayangku kepada Abang, yang selalu menjadi kakak yang baik dan perhatian. Aku turun dari motor dengan hati-hati, agar tidak terjatuh atau terluka.

Abang juga turun dari motor dan melepas helmnya, lalu menggantungkannya di stang motor. Dia menoleh ke arahku dan tersenyum. "Sama-sama, Jess. Kamu juga hati-hati ya di sekolah. Jangan lupa belajar dan mengerjakan ujian dengan baik," katanya, sambil mengelus kepalaku.

Aku mengangguk dan tersenyum. "Iya, Abang. Aku akan berusaha sebaik mungkin," jawabku, sambil mengambil tas sekolahku dari motor.

Aku memeluk Abang erat, dan mengucapkan terima kasih. Abang membalas pelukanku, dan mengucapkan selamat belajar dan semangat untuk ujianku. Abang kembali ke motornya, dan melaju meninggalkan sekolahku. Aku melihatnya pergi sampai dia hilang dari pandanganku. Aku kemudian berbalik, dan melangkah masuk ke sekolahku. Aku bersiap untuk menghadapi hari yang penuh tantangan dan pelajaran.

Aku masuk ke dalam lingkungan sekolah yang sudah mulai ramai. Suara langkah kaki dan riuhnya percakapan para siswa mengisi udara. Aku melangkahkan kakiku menuju gedung utama, melewati koridor yang dikelilingi oleh dinding berwarna cerah. Suasana sekolah penuh dengan semangat dan antusiasme.

Aku melihat orang-orang berkumpul di area depan sekolah, saling menyapa dan bercanda. Beberapa dari mereka sedang mempersiapkan buku-buku pelajaran, sementara yang lain membahas pelajaran terakhir sebelum ujian dimulai. Aku tersenyum melihat kehangatan persahabatan di antara mereka.

Aku melanjutkan langkahku menuju ruang kelas, melewati tangga dan lorong yang akrab. Aroma harum kertas dan tinta menyambutku begitu aku membuka pintu kelas. Aku merasa tegang dan sedikit gugup, karena ujian itu selalu memberikan tantangan tersendiri. Namun, aku juga merasa siap menghadapinya.

Aku menaruh tas di meja, dan melihat Jasmine sudah duduk di bangku. Aku mengatur buku-buku pelajaran dengan rapi. Aku melihat-lihat sekeliling kelas, sambil menunggu guru datang. Teman-teman duduk tenang, beberapa bisik-bisik, dan yang lain baca catatan sebelum ujian.

"Jess, ada yang mau gw omongin. Penting nih," kata Jasmine dengan nada serius.

Aku menoleh saat mendengar suara itu, melihat Jasmine yang berdiri di sampingku dengan ekspresi serius di wajahnya. Aku merasa penasaran dengan apa yang ingin dia sampaikan, jadi aku mengangguk dan memberikan perhatian penuh kepadanya.

"Tentu, Jasmine. Kenapa? Kok berdiri? Aku bingung jadinya nih. Ada apa?" tanyaku, mencoba tetap tenang meski ada sedikit kegelisahan dalam hatiku.

Jasmine mengambil napas dalam-dalam sebelum memulai pembicaraan. "Gini, Jess. Tadi pas aku sebelum masuk kelas ini. Ya, ada orang yang nitip surat ke gw kan. Ya gw ambil aja dong, dengan pedenya mw gw buka kertasnya. Tapi ternyata bukan buat gw. Ternyata buat elu, ya gw jadi kayak merasa bersalah aja gitu udah gw buka. Maap ya."

Aku terkejut mendengar penjelasan Jasmine. Aku tidak tahu ada orang yang menitipkan surat kepadanya untukku. Aku juga tidak tahu siapa orang itu, dan apa isi suratnya. Aku merasa bingung dan penasaran.

"Surat? Surat apa? Dari siapa? Isinya apa?" tanyaku, sambil mengambil surat itu dari tangan Jasmine.

Jasmine menatapku dengan penuh misteri, membuat keingintahuanku semakin besar. Aku terdiam, tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar. Surat? Surat apa ya? Dengan perasaan penasaran yang memuncak, aku mengamati surat tersebut di tanganku. Aku bisa merasakan getaran kecil di dalam hatiku, tak sabar untuk mengetahui isi surat itu. Aku berpikir sejenak, apakah sebaiknya aku membacanya sekarang atau menunda sampai nanti ketika aku bisa sendiri. Tak sabar lagi, aku segera merobek amplop surat tersebut, dan oh my gattttt.