~ Kembali ke Jessica
Notifikasi ponselku berbunyi, dan terkejut saat melihat nama pengirimnya: Ojan. Nama itu membuat aku bosan, ga ada kapok kapoknya apa ya. Aku merasa bingung, bagaimana Ojan bisa mendapat ID Lineku? Perasaan, hanya orang orang khusus doang deh yang aku bagi.
Meskipun ragu, Aku memutuskan untuk membaca pesan dari Ojan. Pesannya ramah dan mengajak untuk bertemu. Namun, Aku merasa ragu untuk membalas pesannya. Seiring berjalannya waktu, Ojan terus mengirim pesan tanpa henti. Aku merasa sedikit terganggu dengan antusiasme Ojan yang berlebihan.
Aku mencoba mengabaikan pesan Ojan dan melanjutkan aktivitasku. Aku sedang sibuk mengerjakan tugas sekolah yang menumpuk. Aku tidak ingin terganggu oleh Ojan yang tidak jelas maksudnya. Aku berharap dia bisa mengerti dan berhenti menggangguku. Aku berpikir, cara terbaik untuk menghentikan gangguannya adalah dengan memblokir. Aku berharap, setelah itu dia akan menyerah dan mencari mangsa lain. Aku merasa lega setelah memblokir nomornya.
Namun, kelegaan itu tidak bertahan lama. Beberapa hari kemudian, aku kaget saat melihat ada pesan baru di ponselku. Pesannya berasal dari id line yang tidak dikenal, tapi aku bisa menebak siapa pengirimnya. Isinya sama seperti pesan Ojan sebelumnya, ramah dan mengajak untuk bertemu. Aku merasa ngeri dan takut. Bagaimana bisa Ojan menemukan id lineku lagi? Apakah dia sudah mengikuti gerak-gerikku? Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku bingung mau bercerita ini kepada siapa.
Tiba-tiba Aku terkejut melihat Abang yang melintas di depanku, Abang sepertinya juga terlibat dalam masalah deh. Aku mengumpulkan keberanianku dan mendekati Abang. Aku menyapanya dengan sopan dan ramah.
"Hai, Abang. Apa kabar?" kataku dengan gugup.
Abang menoleh ke arahku dan tersenyum hangat. "Hai, Jess. Aku baik-baik saja. Kamu gimana? Sekolahnya aman?"
"Ada sedikit masalah sih bang, ya gitulah."
"Tentang apa? Cerita dong sama Abang." Kata Abang dengan santai.
Aku merasa lega dan senang. Aku berharap, setelah ini aku bisa bercerita semua masalahku kepada Abang. Aku berharap, Abang bisa membantuku menghadapi Ojan yang misterius dan menjengkelkan itu.
Abang mendengarkan dengan seksama sambil mengangguk-angguk. "Hmm, memang agak aneh ya. Dia mungkin bisa dapat id line kamu, dari orang terdekat. Temen terdekat biasanya yang bocorin semuanya. Selama ini kamu pernah ngeshare id line?"
"Enggak Abang, aku aja paling cuma masuk grup temen komplotan aja, sama grup kelas."
"Hm, bisa jadi dari temen komplotan kamu itu Jess."
Aku berpikir sejenak dan kemudian menggelengkan kepala lagi. "Gamungkin Abang, temen temen aku baik baik kok. Aku yakin, aku gaboong, percaya ama aku Abang. Temen aku gamungkin ngelakuin itu."
"Kamu udah diganggu berapa hari? Semenjak kejadian awal itu?"
"5 Hari bang."
Abang mengangguk mengerti. "Kalau begitu, kalo dia masih mengganggu mu. Abang sedia membantu ya. Abang juga gabisa langsung buat kesimpulan oke, apalagi kamu juga pernah cerita kan dulu. Kamu sering dapat surat dimeja, tertulis untuk Jasmine katamu. Yasudah, nanti Abang bantu punya ide untuk mengatasi masalah ini. Kamu tidak perlu khawatir, Jess. Abang sayang sama kamu, gamungkin dong Abang ga membantu adik mungil yang lucu ini. Adik kecilnya Abang, Abang gapernah mengecewakan kamu ya."
Aku terharu mendengar perkataan Abang dan melihatnya menangis kecil. Hatiku terasa hangat, dan aku merasa sangat beruntung memiliki Abang yang begitu perhatian dan penyayang.
"Aku juga sayang sama Abang," ujarku sambil mengelus lembut punggung Abang untuk menghiburnya. "Terima kasih bang sudah membantu solusi untuk aku."
Abang mengangguk dengan senyum di balik air matanya. "Kamu tahu, Jess, kadang-kadang sebagai kakak, aku merasa perlu melindungi dan membantu adikku. Aku ingin kamu bahagia dan tidak terganggu oleh masalah seperti ini."
"Tapi, Abang juga ada terlihat masalah. Kenapa Abang? Abang juga sebelumnya cemberut juga kan pas lewat depan aku. Abang kenapa? Ada apa Abang, gantian sekarang Abang yang bercerita."
Abang menghela nafas dan mulai menggarukkan kepalanya.
"Kalo misal kamu milih, kamu mau ikut Ayah atau Ibu?"
Aku merasa kaget dengan pertanyaan mendalam yang Abang tanyakan. Aku bisa merasakan ada sesuatu yang sangat serius di balik pertanyaan itu. Aku melihat wajah Abang yang penuh ketidakpastian, seolah sedang berjuang dengan perasaannya sendiri.
"Apa yang terjadi, Abang?" tanyaku khawatir. "Ada apa? Apa yang terjadi dengan semua ini? Kenapa harus memilih antara Ayah dan Ibu?"
Abang menatapku dengan tatapan penuh kebingungan dan kecemasan. "Gapapa, Abang hanya bertanya saja, biasa aja kok. Abang releax."
Aku memasang raut muka marah kepada Abang, dan membuat kaget Abang.
"Jangan menghindar, Abang," kataku dengan tegas. "Apa yang sebenernya terjadi? Ada sebuah masalah yang begitu berat kah? Ada apa? Aku bingung ihhhh."
Abang terdiam sejenak dan menundukkan kepalanya. Dia tampak berat untuk bicara. Dia tampak ragu untuk cerita.
"Engga kok Jessica sayang, jangan berpikiran engga engga. Sudah lupakan saja itu, anggap aja tidak ada pertanyaaan bodoh seperti itu ya."
"Ada apa Abang? Kenapa? Apa yang terjadi?" tanyaku dengan penasaran.
"Mau jalan jalan engga? Kita jalan jalan yu, keluar. Kemana ya? Taman kota asik nih."
Aku bisa melihat bahwa Abang mencoba mengalihkan pembicaraan dan menyembunyikan masalahnya. Tapi aku tidak akan mudah menyerah. Aku ingin tahu apa yang sedang terjadi dan bagaimana aku bisa membantu Abang.
"Abang, ada apa. Cerita ih, kenapa kenapa kenapa kenapa kenapa kenapa kenapa kenapa." ujarku dengan lembut.
Abang tersenyum dan merangkulku erat, "Mau jalan jalan engga? Ayo jalan jalan kita refreshing."
"Baiklah, mau dong Abang. Mau kemana kita hari ini?"
"Ikut aja yuk. Nanti cerita disitu ya. Abang janji."
Abang mengajakku ke taman depan rumah. Kita berjalan sambil mengobrol tentang hal-hal ringan. Abang tampak berusaha untuk bersikap ceria dan santai. Tapi aku bisa melihat ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Aku bisa melihat ada sesuatu yang menyakitkan di matanya.
Aku tidak tega melihat Abang seperti itu. Aku ingin membuatnya bahagia dan tenang. Aku ingin membuatnya lupa sejenak tentang masalahnya. Aku ingin membuatnya merasa dicintai dan dihargai.
Aku mencoba untuk bercanda dan tertawa bersama Abang. Aku mencoba untuk menarik perhatiannya dengan hal-hal lucu dan menarik. Aku mencoba untuk menunjukkan kepedulian dan kasih sayangku kepada Abang.
Aku mencoba untuk bercanda dan tertawa bersama Abang. Aku mencoba untuk menarik perhatiannya dengan hal-hal lucu dan menarik. Aku mencoba untuk menunjukkan kepedulian dan kasih sayangku kepada Abang.
"Abang! Aku punya lelucon lucu nih," kataku dengan semangat.
"Oke," jawab Abang dengan senyum.
"Kenapa ayam menyeberang jalan?"
Abang menggelengkan kepala. "Enggak tahu, kenapa?"
"Karena untuk sampai kesebrang jalan." jawabku sambil tertawa.
Abang ikut tertawa mendengar leluconku. "Hahaha, lucu banget! Kalo gitu Abang juga ada nih."
"Apa itu."
"Ikan ikan apa yang hurufnya cuma satu."
Aku penasaran dengan lelucon dari Abang. "Ikan ikan apa yang hurufnya cuma satu? Hmm, enggak tahu nih, kasih tahu dong."
"Ikan P." jawab Abang sambil tertawa.
Namun, aku nampak kebingungan apa yang Abang maksud. Ikan P? Ahh sudah lah, lupakan saja. Akhirnya sudah sampai di taman, lumayan sepi, anginnya adem ayem. Cocok buat duduk aja kayak begini.