Sabtu menjelang sore, Aku ajak abang untuk menemaniku Berjalan-jalan di taman kota yang indah dan sejuk. Mencari ketenangan ditengah ramainya pikiran aku tentang sekolah. Untung saja masa masa MOS sudah selesai lama, sekitar 2 bulanan lebih. Tak terasa sudah lama menjadi siswa SMP 5. Akhirnya aku bisa bersantai dikit, ya walaupun masih ada gangguan. Aku mengetok pintu kamar Abang.
"Abang, ayo jalan-jalan. Udah lama kita nggak keluar bareng," kataku dengan nada manja.
Abang membuka pintu kamar dan tersenyum melihatku. "Jalan-jalan kemana?" tanyanya.
"Ke taman kota aja. Katanya ada festival di sana. Pasti bagus deh," jawabku.
"Oke deh, tapi sebentar ya. Aku mau mandi dulu. Kamu tunggu di ruang keluarga aja," ucap abang.
Aku mengangguk dan berjalan menuju ruang keluarga. Di sana, aku melihat ibu yang tampak kesal sekali melihat hapenya.
Aku menghampirinya dengan hati-hati, takut mengganggu kekesalannya.
"Ibu, ada apa?" tanyaku dengan cemas.
Ibu menatapku dengan senyum, seolah olah mungkin tidak terjadi apa-apa dan tidak menjawab obrolan. Aku Nampak heran dengan ibu, akhir akhir ini memang terlihat seperti ada masalah. Aku gaberani nanya langsung dengan ibu, karna tidak enakan sekali aku bertanya. Aku berharap, ibu baik baik saja. Aku merasa cemas dengan keadaan ibu, tapi aku memutuskan untuk tidak nanya nanya yang mungkin gabaik.
Aku duduk di samping ibu dan mencoba mengalihkan pembicaraan. "Ibu, aku mau jalan-jalan sama abang ke taman kota ya. Katanya ada festival di sana," kataku.
"Oh, gitu ya. Ya udah, hati-hati ya sayang. Jangan lupa bawa payung, lagi musim hujan ini. Jaga Kesehatan juga ya, jangan buat masalah apapun ya," kata ibu.
"Iya, ibu. Makasih ya,"
Aku melihat ibu kembali menatap hapenya dengan kesal. Aku penasaran apa yang membuat ibu begitu marah. Apakah ada masalah yang mungkin membuatnya kesal? Tiba tiba handphone ibu berdering, ibu langsung lari, aku pun terkejut dengan reaksi ibu. Hatiku berdebar-debar, mencoba mencari tahu apa yang membuatnya seperti itu. Aku segera berjalan mendekati kamar ibu, mencoba melihat dengan siapa ibu berbicara dan apa urgensi panggilan tersebut.
"Terus, anak anak kita mau dibawa kemana? Dibawa masing masing satu?"
Ibu seperti marah dengan sesuatu. Apa maksud ibu berbicara seperti itu? Apa yang terjadi? Anak-anak?
Aku mendekatkan telingaku ke pintu kamar ibu dan mencoba mendengarkan percakapan ibu. Aku mendengar suara yang tidak asing. Aku mencoba focus suara siapa, eh kok seperti ada yang nyolek.
"Siap berangkat?" tanya abang sambil membawakan tasku.
"Iya, abang. Ayo," jawabku sambil menarik napas.
Aku mengikuti Abang keluar dari rumah dan menaiki motornya. Aku memeluk pinggang abang dari belakang dan merasakan hangatnya tubuhnya. Aku ingin bertanya kepada Abang, apa Abang belum tau ya? Aku mencoba mengurungkan niat terlebih dahulu dan mencoba focus dengan jalan jalan.
Aku merasakan angin yang menyejukkan wajahku. Aku mencoba menikmati pemandangan di sekitarku. Aku melihat orang-orang yang berlalu-lalang dengan berbagai aktivitas. Aku melihat toko-toko yang menjual berbagai barang. Aku melihat gedung-gedung yang menjulang tinggi. Aku melihat langit yang biru dengan awan putih.
"Ayo, Jess, aku bawa kamu ke tempat yang menarik. Kamu pasti suka," kata Abang sambil tersenyum lebar.
Aku mengangguk antusias, penasaran dengan tempat yang akan kami kunjungi. Aku tahu Abang selalu punya ide-ide menarik untuk menghabiskan waktu bersama. Saat motor melaju ke arah tujuan, aku menyelami pemandangan di sekitarku. Suasana di jalanan cukup ramai, namun aku tetap merasa tenang dan damai.
Setelah beberapa menit perjalanan, Abang berhenti di depan sebuah taman yang indah. Di sini, banyak anak-anak bermain, orang tua duduk-duduk santai, dan ada juga penjual makanan ringan yang menawarkan berbagai hidangan lezat.
"Taraaa, kita sampai di sini!" ucap Abang sambil melambaikan tangannya ke taman.
Aku melihat sekeliling dengan penuh kegembiraan. Taman ini sungguh menyegarkan, dengan pepohonan yang rindang, bunga-bunga yang berwarna-warni, dan suara riang anak-anak yang bermain. Aku merasa senang bisa berada di sini.
Sambil berjalan, kami melihat sebuah pohon besar di tengah taman. Di bawah pohon itu, terdapat bangku-bangku kayu yang dihiasi dengan ukiran indah. Aku mengajak Abang untuk duduk sejenak di sana, menikmati suasana dan melupakan segala masalah sesaat.
"Abang, ada masalah apa mama ?"
Abang menoleh ke arahku dan menghela napas. Dia memegang tanganku dan menatapku dengan sayang.
"Masalah? Masalah apa? Abang gatau itu kok. Masa sih? Kalo ada masalah, ya masalah apa," kata Abang.
"Apa yang terjadi, Abang? Ada apa abang? Jawablah Abang, jujur aja Abang. Aku penasaran dengan apa yang terjadi Abang." tanyaku dengan suara bergetar.
"Engga Jessica sayang, gausah dipikirn ya. Percaya ama Abang, orang gada masalah kok. Yang kamu harus pikirkan nanti. Kan mau ujian kan, ujian apa hayooo. Inget engga. Minggu depan ya? Fokus aja itu dulu."
"Cerita lah Abang, jangan kayak begitu. Aku pengen tau. Aku juga berhak tau Abang. Apa yang terjadi?" tanyaku dengan suara lembut.
Abang menggigit bibirnya dan mengangguk pelan. "Engga sayang ku Jessica, orang gada apa apa. Kata siapa? Engga, mungkin gara gara ngambil gula taunya garem kali."
Aku merasa air mataku menetes di pipiku. Aku merasa hatiku hancur berkeping-keping.
"Hmm.. Kalo engga ada apa apa. Kenapa abang ngangguk? Cerita yang bener apa Abang, jangan kayak begitu. Apa Mama gamencintai Ayah lagi?" tanyaku dengan suara lirih.
Abang menghapus air mataku dengan jari-jarinya dan memelukku erat. "Abang gatau, Jess. Kita doakan sama sama ya, semoga ya gada yang lebih rumit ya. Engga ada yang perlu dipikirkan ya, selain masa depan. Katanya mau jadi dokter sarjana Korea kayak Abang? Ayoooo, kita focus sama yang ada ya."
Air mata berlinang di pipiku saat mendengar pengakuan Abang. Aku merasakan kehancuran dalam diri ini, tapi di saat yang sama, aku juga merasakan kekuatan dalam mendukung Abang. Aku tahu, sebagai adik, ada banyak hal yang belum boleh aku tahu, tapi rasa ingin tahu dan perhatianku pada keluargaku membuatku merasa gelisah.
"Abang, aku harap Mama sama Ayah baik baik aja ya. Gada pertengkaran lagi," ucapku dengan lembut, mencoba menenangkan Abang yang tampak terpukul.
Abang mengangguk dan tersenyum padaku. Abang memelukku lebih erat, seolah menegaskan janjinya untuk saling mendukung. Meskipun aku tidak tahu persis apa yang terjadi, aku yakin bahwa dengan kasih sayang dan dukungan, kita akan menghadapinya bersama. Tapi tiba-tiba, kami mendengar suara telepon yang berdering. Kami melihat handphone Abang di atas bangku. Kami melihat nama yang tertera di layar. Mama. Abang mengambil handphonenya dan menekan tombol hijau.
"Halo, Mama," sapanya.
Aku mendengarkan percakapan Abang dengan Mama dengan hati-hati. Aku ingin tahu apa yang Mama mau katakan.
"Abang, jauhkan Jessica dulu. Mama mau ngomong serius, jangan sampai Jessica tau Abang." kata Mama dengan suara sedih.
Aku terkejut mendengar pengakuan Mama, akupun pergi tanpa sepengatahuan Abang terlebih dahuulu. Aku berlari ke arah toilet yang ada di taman. Aku masuk ke dalam dan mengunci pintunya. Aku merasa bingung dan takut dengan apa yang akan Mama katakan kepada Abang. Apa yang Mama mau bicarakan yang tidak boleh aku tahu? Apa yang Mama sembunyikan dari aku?
Aku harap, mama bicara baik baik tentang semua ini ya. Pantes saja, Ayah sudah tidak menghubungiku. Sudah 2 minggu dia tidak nanya kabar. Ayyyahhhhhhhh....