"Kenapa sedih gitu ?" tanya seorang yang melihat wajahku murung
"Gapapa, tadi diomelin di ruangan osis." Aku menjawab dengan sedikit lesu. "Aku ga merhatiin apa yang diomongin osis didepan tadi."
"Oh,, begitu. Turut prihatin ya, Jessica Putri."
Aku kaget mendengar namaku disebut begitu. Kok dia bisa tau namaku, tau darimana, apa dia osis tadi? Apa teman kelas ? Aku pun nengok, dan terkejut memasang muka melongo. Aku melihat wajah yang sangat familiar di sampingku. Wajah yang selalu aku ingat dengan rasa penasaran. Wajah yang selalu ingin kucari cari orangnya. Wajah itu adalah wajah Dhani. Aku seperti mimpi bisa melihat orangnya secara langsung.
"Kamu... kamu..." Aku tidak bisa melanjutkan kata-kataku. Aku merasa nafasku tercekat dan jantungku berdebar kencang. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan.
"Ya, gw Dhani." Dia menjawab dengan tenang. "Namamu Jessica Putri kan? Gw liat dari nametag belakang tasmu. Nama yang cantik btw."
Aku terdiam dan tidak bisa menjawab. Aku tidak bisa menatap matanya yang tajam dan dingin.
"Malu yah ?"
Aku mengangguk dengan malu. Aku merasa seperti anak kecil yang ketahuan berbuat salah. Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku hanya bisa menunduk dan menggigit bibirku.
"Gak usah malu, Jess." Dhani berkata dengan ramah. "Gw gak niat ngejek atau ngebully lu kok. Gw cuma penasaran sama lu."
Aku mendongak dan melihat wajahnya dengan heran. Aku tidak mengerti maksudnya. Aku tidak tahu kenapa dia penasaran sama aku.
"Penasaran?" Aku bertanya dengan bingung.
Dhani tersenyum dengan manis dan mengambil nametagku.
"Iya, penasaran." Dia menjawab dengan jujur. "Gw penasaran aja sama lu. Pas itu gw pernah ngeliat lu di parkiran ATM, lu dimobil lagi nyandar posisinya. Yang kedua di mall kayaknya. Gw kabur kaburan itu deh."
Aku merasa senang dan Bahagia. Rasanya ingin menangis kencang, tetapi sadar ini di tempat keramaian. Aku pun mengajaknya untuk mencari tempat duduk di sekitaran siomay. Akhirnya nemu, di samping tukang bakso ada tempat duduk. Kita pun duduk, dengan memesan baksonya. Aku mulai menceritakan kejadian di sekolahku tadi kepada Dhani. Aku merasa nyaman berbagi cerita dengannya, seolah kami telah mengenal satu sama lain sejak lama.
"Aku tadi diomelin oleh OSIS karena tidak memperhatikan arahan mereka," ujarku sambil mengaduk-aduk bakso di piringku. "Sejujurnya, aku gak tertarik dan bosan dengan pembicaraan mereka yang hanya berfokus pada peraturan-peraturan sekolah. Aku ditarik ke ruang osis, dan diomelin tuh sama Osis Cewek yang narik kita. Aku belum tau siapa nama osis cewek itu."
Dhani mendengarkanku dengan perhatian penuh. Wajahnya tampak serius, tapi juga terlihat simpati terpancar dari matanya. Aku merasa dia benar-benar peduli dan ingin mendengarkan keluhanku.
"Lalu, kita dibebasin sama Osis Cowok kan," lanjutku. "Osis Cowok ini Namanya Fauzan, dia ternyata tertarik dengan Jasmine. Tapikan, aku liat wajah Jasmine sebenernya benci banget sama si Ojan ini. Nama panggilannya ya, si Ojan."
Dhani mengangguk mengerti sambil menyeruput minumannya. Dia tampak tertarik dengan ceritaku dan ingin tahu lebih lanjut.
"Siapa itu Jasmine? Temen sebangku?" tanyanya.
Aku mengangguk sambil menggigit bakso. "Iya, temen sebangku. Tapi sepertinya Jasmine tidak terlalu menyukainya deh sama si Ojan itu. Aku bisa melihat raut wajahnya yang jengkel saat Ojan memperhatikannya."
Dhani mengernyitkan keningnya dengan penuh keingintahuan. "Jadi, Jasmine tidak menyukai Ojan? Apa lu yakin?"
Aku mengangguk mantap. "Yup, aku melihat ekspresi wajahnya yang jelas-jelas menunjukkan ketidaksenangan saat Ojan mendekatinya. Aku juga merasa bahwa Jasmine memiliki perasaan negatif terhadapnya. Oh iya, aku boleh minta sosial media mu? BBM? Facebook? Twitter? Path? Instagram?"
Dhani terkejut dengan pertanyaanku, tapi dia tersenyum dan mengangguk setuju. Dia mengambil selembar kertas dan pulpen dari dalam tasnya. Dengan cermat, ia menuliskan nama akun Instagramnya.
Aku mengamati dengan antusias ketika Dhani menyerahkan kertas tersebut padaku. Segera, aku menyimpannya dengan hati-hati di dalam tas. Aku merasa senang karena sekarang aku memiliki cara baru untuk tetap terhubung dengannya dan berbagi cerita.
Suasana menjadi semakin hangat dan akrab di antara kita berdua. Kita pun berbagi tawa dan cerita-cerita ringan, menciptakan momen yang menyenangkan. Rasanya seperti semua kekhawatiran dan masalah yang tadi aku lalui terlupakan sejenak, dan aku bisa menikmati kebersamaan tanpa beban.
Sambil menikmati bakso yang gurih, kita juga berdiskusi tentang minat dan hobi. Dhani bercerita tentang kegemarannya dalam bermain futsal, sedangkan aku berbagi tentang ketertarikanku pada dunia makeup. Kita saling mendengarkan dengan antusias, saling menginspirasi dan memberikan dukungan satu sama lain untuk mengejar impian kami.
Aku tidak bisa menahan senyumku saat mendengar cerita-cerita Dhani. Dia begitu bersemangat dan penuh semangat dalam mengejar passion-nya. Aku merasa kagum dan terinspirasi olehnya. Aku juga merasa senang karena dia mau mendengarkan ceritaku tentang makeup, meskipun mungkin dia tidak begitu mengerti atau tertarik. Dia begitu perhatian dan sabar, tidak pernah memotong atau menghakimi omonganku. Aku ingin memberikan lelucon padanya.
"Kamu suka buah engga?" Aku memainkan bakso dengan gembira sambil berbicara dengan Dhani.
"Buah? Hmm,"jawabnya sambil memikirkan buah-buahan yang dia sukai.
Aku tertawa dengan riang, "Buahahaha!"
Dhani menatapku dengan bingung, lalu tersadar bahwa aku sedang bercanda.
Dia ikut tertawa, meskipun agak kaku. "Kamu lucu juga ya, suka bikin lelucon," katanya sambil mengusap sudut matanya yang basah oleh air mata.
Aku senang melihatnya tertawa, ya walau aku rasa lelucon itu ga lucu sih. But its okay I think.
Waktu berlalu begitu cepat, dan seiring dengan hamparan langit yang semakin panas. Aku melihat Abang sudah berada didepan gerbang sekolah. Aku berteriak memanggil namanya.
"Bang, bang! Aku di sini!" teriakku sambil melambaikan tangan.
Abang menoleh dan melihatku. Abang tersenyum dan mengayunkan tangannya. Abang berjalan mendekatiku dan memelukku.
"Hai, Adikku. Gimana hari pertamamu di sekolah baru?" Tanya abang dengan suara ramah.
"Seru, Bang. Aku kenalan sama banyak teman baru." Ceritaku dengan antusias.
"Oh begitu. Kalau gitu, ayo kita pulang. Ibu pasti sudah menunggu kita di rumah." kata abang sambil melepaskan pelukannya. "Loh, kamu kalo ga salah pernah bantu saya tentang dompet ya?"
"Oh, itu. Ya, aku ingat. Itu udah lama banget deh kayaknya. Iiya betul aku yang bantu."Jawab Dhani dengan suara kaget.
"Waduh, makasih banget ya pas itu. Saya nggak bisa lupa sama kebaikan mu. Udah nolong saya banget waktu itu." Kata abang dengan suara terharu.
Dhani tersipu-sipu dan menggeleng-geleng kepala. Dia bilang dia hanya melakukan yang seharusnya dia lakukan. Dia bilang dia hanya ingin membantu abang yang sedang kesusahan. Dia bilang dia hanya berusaha jujur dan bertanggung jawab.
"Dhan, aku pulang dulu ya," kataku sambil melambaikan tangan perlahan.
Dhani tersenyum dan melambaikan tangannya balik, "Baik, Jess. Sampai jumpa dilain hari ya! Kapan-kapan gw kesini lagi, ke SMP 5. Good to see you!"
Aku berjalan menuju motor yang terparkir di depan gerbang sekolah bersama Abang. Rasanya lega banget akhirnya bisa berkenal, dan mengobrol Bersama. Dapat sosial medianya adalah jalan ninja untuk saling berkomunikasi. Dhan, sampai berjumpa lagi besok ya dengan hari hari yang penuh menyenangkan pastinya. Aku sambil sesekali melirik ke arah Dhani yang masih berdiri di depan gerbang sekolah. Aku merasa ada sesuatu yang aneh di hatiku, tapi aku tidak tahu apa itu. Sampai bertemu besok ya Dhan!