Hi guys, terimakasih sudah membaca karya saya ya! Sebelum membca, jika anda suka dengan novel saya. Anda bisa klik tombol follow ya! Biar saya semakin semangat update novel karya saya ini yang berjudul "My Life Partner." Terimakasih yang sudah mengklik follow terlebih dahulu, baru membaca. Selamat membaca 😀
"Curiga gw, Jess. Kayaknya, osis cowok ni mau kekita deh. Diliat dari tampak tampaknya yang genit, mau kesini keknya nih orang. Percaya ama gw Jess. Sok cool abis deh, idiwwwwww. Jess bisa usir ga si ni orang. Coba liat aja gerak geriknya." Jasmine berbicara pelan, namun matanya sangat serius melihat OSIS cowok.
Aku melihat osis cowok ini macam artis. Aku perhatikan dari rambut sampai kaki, sepertinya ini orang ga juara jika ikut lomba fashion show. Dia akhirnya berhenti didepan meja kita dengan gaya merapihkan jas. Mataku melirik name tag OSIS cowok ini, namanya adalah Fauzan Nainggolan.
"Hai, namaku Fauzan Nainggolan. Bisa dipanggil Ojan atau Sayang juga boleh. Aku dari OSIS. Aku mau minta tolong sama kalian berdua perhatikan depan ya, jangan sibuk sendiri oke. Ga menghormati kita? Kenapa? Kalian masuk sin ikan berjuan, ayoo dong hormati kita yang udah lebih dulu disini." Ojan berkata dengan nada sombong.
Dia menatap kita dengan tatapan menggoda. Aku merasa curiga dengan maksudnya. Antara aku dan Jasmine gada yang menjawabnya. Kita malahan asik sendiri, ga ngeladenin dia. Ojan tampak kesal. Dia merasa diabaikan dan tidak dihargai.
Dia menghela napas dan berkata, "Ya sudah, sok keren kalian, Awas aja. Nanti Kakak kasih tugas yang susah buat kalian, dan menyesal."
Aku tidak peduli dengan ancamannya. Aku tahu dia hanya mencoba menakut-nakuti kami. Aku tidak mau terlibat dengan orang seperti dia. Aku menoleh ke Jasmine dan tersenyum. Dia juga tersenyum balik. Kami berdua merasa lega bahwa Ojan sudah pergi. Lalu Jasmine memperlihatkan buku gambarnya ke Aku, dan benar saja. Banyak gambar yang bagus, dan mungkin layak dipuji.
"Cita cita kamu apa?" Tanyaku.
"Gw mau jadi pelukis terkenal, dulu waktu SD Gw ikut lomba melukis juara 1 tingkat provinsi. Eh pas mau ikut tingkat nasional, bentrok tuh jadwalnya. Sama jadwal gw ikut seleksi di Singapura. Gw lebih milih yang di Singapura, karna kata nyokap lebih bagus disana sih. Nah gw gatau juga, ternyata lebih mudah ikut seleksi pas bareng tingkat Nasional dibanding langsung nyoba. Bego banget gw pas itu. Oh iya btw, kalo lu mau jadi apa?"Â
Aku menatapnya dengan tatapan hangat dan ramah. Aku mau menjawab pertanyaannya dengan rendah hati dan ramah.
Aku berkata, "Cita-citaku adalah menjadi Dokter. Aku mau ikutin jejak Abang aku. Abang aku mau kuliah di Korea Selatan. Taun depan mungkin dia bakalan kesana. Abang aku juga mau ngambil gelar kedokteran. Aku mau nyusul kayak dia. Ambis atau bahasa dari Abangku gitu, cita-cita yang mulia. Abangku tuh ngajarin banyak hal tentang karir. Ya banyaklah yang harus dipelajarin ini itu sama tentang apa aja deh yang heboh."
"Wahhh sukses ya. Gw harap juga sama. Gw pengen ngikut karir kayak Kakak gw. Beda 8 tahun lah dari gw. Gw anak terakhir dari 3 bersaudara. Kakak gw yang pertama kan jadi Pelukis, Kakak gw yang kedua meninggal karna kena asam lambung. Nah gw mau ngikutin jejak kakak gw jess. Jadi pelukis adalah idaman gw waktu diajarin dia. Kakak gw ngajarin ini, ngajarin itu, ngajarin apa aja yang bagus dan emang fenomenal menurutnya." Jessica sambil menutup buku gambarnya yang abis di tunjukkin ke aku.
"Wah, kamu punya cita-cita yang menarik. Aku suka dengan kakakmu yang jadi pelukis. Aku percaya kamu juga punya bakat jadi pelukis yang keren. Aku turut berbelasungkawa atas meninggalnya kakakmu yang kedua. Semoga dia bahagia di sana."
"Kita ngobrol bisa pake gw lu aja ga ya. Kayak risih aja gitu, pake aku kamu. Bisa kan?"
*Dddaarrrrrrr*
Tiba-tiba, aku dan Jasmine terkejut oleh suara keras yang mengagetkan kami. Meja kami dihentak dengan keras oleh OSIS cewek yang tampak marah dan kesal. Dia menatap kami dengan tatapan tajam dan menyeringai. Kami merasa takut dan bingung. Apa yang telah kami lakukan salah?
"Lu berdua!" Teriak OSIS cewek itu dengan nada tinggi. "Apa lu gak denger apa yang gw omongin? Apa pada gak peduli dengan peraturan-peraturan sekolah ini? Apa gak punya rasa hormat ya? Darimana sih lu pada asalnya. Jangan keliatan sok iya deh."
Kita berdua terdiam dan tidak bisa menjawab. Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku dan Jasmine memang tidak memperhatikan apa yang OSIS-OSIS itu bicarakan, karna merasa bosan dan tidak tertarik. Kami lebih suka mengobrol sendiri atau melakukan hal-hal yang kami sukai.
"Jawab!" Bentak OSIS cewek itu lagi. "Apa lu berdua gak punya mulut? Atau gak punya otak? Jangan jangan gak punya hati juga!"
Kita berdua masih terdiam dan tidak bisa menjawab. Aku sendiri tidak tahu harus berkata apa. Aku merasa takut dan bersalah. Aku sadar bahwa kita berdua telah bersikap tidak sopan dan tidak patuh. Ingin sekali minta maaf, tapi gak berani. Diliat dari gaya amarahnya seperti gak mau mengampuni.
OSIS cewek itu semakin marah dan kesal. Dia berkata, "Lu berdua gak pantas berada di sekolah ini! Lu berdua harus dihukum! Ikut gw keruang osis sekarang!"
Aku menarik tangan Jasmine lalu ikut keluar dari kelas. Aku tidak mau melawan OSIS cewek itu. Aku tahu dia lebih kuat dan lebih galak dari kami berdua. Aku hanya berharap dia tidak akan menyakiti kami terlalu parah.
Jasmine terlihat biasa saja, dan seperti orang cuek. Bersiul siul, sambil mengayun ayunkan tangannya. Sepertinya Jasmine orang yang kuat. Aku sih hanya bisa pasrah aja dihukum kayak begini, yae mang sewajarnya.
"Gausah takut Jess. Santai." Ucap Jasmine.
OSIS cewek itu mendorong-mendorong kami dengan kasar. Dia berkata,
"Cepetan, jalan! Jangan menye menye. Gw mau hukum lu berdua biar tau rasa! Makanya kalo gw lagi ngomong didepan perhatiiin. Malah asik sendiri, apalagi kalo udah ada guru ya. Kayaknya ga sopan lu berdua."
Kita berdua berjalan dengan cepat dan takut, melewati koridor-koridor sekolah yang sepi dan sunyi. Aku melihat beberapa murid yang lain, tapi mereka hanya menghindar dan menggeleng-geleng. Mereka tidak berani membantu kita atau menolong. Mereka hanya bisa merasa kasihan dan takut.
Akhirnya, sampai di depan pintu ruang OSIS. Pintu itu terlihat besar dan hitam. Di atasnya ada tulisan "Ruang OSIS" dengan huruf merah terang. Di bawahnya ada gambar tengkorak dan tulang bersilang dengan tulisan "Masuk Sini Mati" dengan huruf putih tulang.
OSIS cewek itu membuka pintu itu dengan keras. Dia menyeret kita berdua masuk ke dalam ruang itu. Aku melihat beberapa OSIS-OSIS lain yang sedang duduk-duduk dan bercanda-canda. Mereka tampak senang dan puas.
OSIS cewek itu berkata, "Hey, teman-teman! Lihat siapa yang aku bawa! Dua ekor tikus yang nakal dan bandel! Mereka berdua tidak mau mendengarkan arahan kita! Mereka berdua harus dikasih pelajaran!"
OSIS-OSIS lain itu tertawa dan bersorak. Mereka bangkit dari tempat duduk mereka dan mendekati kita. Mereka menatap kita dengan tatapan jahat dan licik.
Salah satu osis kelas kita yang bernama Fauzan tadi, tiba-tiba berteriak dengan berkata, "Jangan ganggu mereka berdua. Sudah, kalian semua pergi, biar gw yang mengurusnya."