"Haiiii. Kamu nunggu ATM juga? Apa gimana? Kamu yang dulu kesrempet Ayahku kan?" Aku mengulurkan tangan untuk meminta berkenalan.
"Iiyya betul, aku lagi ga ngapaa ngapain." Dia hanya membalas dengan senyuman yang jutek.
Tetapi menurutku itu adalah senyuman manis hingga merasakan sesuatu yang aneh di dadaku.
"Aku Jessica. Aku temenin Abang mau jalan jalan, tetapi dia ke ATM dulu." Aku balas tersenyum dan menatap matanya yang indah.
Dia melihatku dengan tatapan penuh tanda tanya di matanya. Aku rasa dia masih mengingat insiden ketika Ayahku menabraknya. Aku berharap dia tidak mempermasalahkannya.
"Oh oke baiklah," katanya dengan suara lembut. "Senang bertemu denganmu, Jessica."
Aku merasa nyaman berada di dekatnya, meskipun masih ada sedikit kecanggungan di udara. Kami berdua saling berpandangan, tak ada kata-kata yang terlontar di antara kami. Secara tiba-tiba Abang menarik tanganku dan membawa masuk kedalam mobil.
"IIIHHH ABANG APAAN SIHH," seruku dengan ekspresi wajah yang penuh keheranan dan kebingungan.
Mataku terbelalak, mulutku terbuka lebar, dan alisku terangkat tinggi. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang Abang lakukan atau mengapa ia melakukan sesuatu yang begitu aneh. Abang menatapku dengan mata yang penuh kemarahan, seolah-olah memancarkan api kemarahan. Tatapannya menusuk ke dalam jiwaku, membuatku merasa cemas dan khawatir. Aku mencoba mencari tahu apa yang telah terjadi, tetapi kebingungan masih melingkupiku.
"Aku tidak bermaksud apa bang," jawabku dengan suara lembut. "Maafin aku."
Abang meredakan kemarahannya sedikit dan menghela nafas panjang. "Bukan gitu Jess, mobil kamu tinggal sendiri. Terus gada orangnya. Kalo mobilnya diambil orang gimana? Dicuri? Dirampok? Mobilnya dibawa kabur? Kalo mau keluar izin ke Abang gitu. Teriak apa kek. Biar Abang kunci dulu mobilnya."
Aku merasa menyesal dan bersalah. "Aku minta maaf, Abang."
Abang melihatku dengan ekspresi yang lebih lembut, dan mencium pipiku. "Its okay adikku."
Lagi dan lagi, belum sempat berkenalan. Ahhhh kenapa kayak begini terus, aku capek. Pengen kenalan, dan tau Namanya. Itu lebih dari cukup kok, lagi dan lagi. Pengen teriak selama perjalanan, dan padahal itu benar dia kok. Aku harap emang dia, bukan orang lain yang nyamar jadi dia. Semoga suatu saat ketemu dia lagi, belum tentu nanti ketemu lagi. Kalo engga bagaimana?
Dalam hatiku, rasa kekecewaan dan kehilangan mulai menyelimuti pikiranku. Aku merasa takut bahwa kesempatan ini mungkin terlewat begitu saja, dan aku tidak akan bisa menemui dia lagi. Tapi kemudian aku mencoba mempertahankan harapan, berpikir bahwa mungkin ada cara lain untuk menemui dia, seperti mencari tahu tentangnya melalui teman atau media sosial. Aku memutuskan untuk tetap positif dan berusaha melakukan yang terbaik untuk mencari tahu lebih banyak tentangnya. Siapa tahu, mungkin suatu hari nanti takdir akan mempertemukan kami lagi. Sampai saat itu tiba, aku akan menyimpan harapan di dalam hatiku dan mengingat wajahnya yang menggetarkan hatiku setiap kali aku melihatnya.
"Kenapa, Jess? Sepertinya kamu sedang berpikir tentang sesuatu, ya? Orang yang tadi, namanya Dhani Putra. Abang tadi kenalan dengannya karena dia sudah membantu Abang saat dompet Abang jatuh. Abang bertanya namanya, sekolah mana, dan dia menjawab semuanya." Abang berkata sambil menyalakan mesin mobil dan keluar dari parkiran.
Aku mendengarkan dengan seksama penjelasan Abang. Hatiku berdebar-debar mendengar namanya, Dhani Putra. Aku merasa lega karena akhirnya aku tahu namanya, tetapi dalam hatiku masih ada kecemasan. Aku ingin tahu lebih banyak tentangnya, apakah dia juga merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan? Aku berharap suatu hari nanti bisa bertemu dengannya lagi.
"Hah. Seriusan bang? Soalnya, orang itu pernah ditabrak sama Ayah. Waktu aku pergi sama Ayah ke Bank." Aku menjawab sambil mengikat sabuk pengaman dan melihat ke arah jalan.
"Masa sih, kapan itu kejadiannya, Ayah pernah cerita ga ya. Abang inget inget bentar ya" Abang bertanya dengan heran sambil membelokkan kemudi ke kanan.
"Ayah pernah cerita? Jadi udah pada tau semua ya?" Aku mencoba bersikap tenang, meskipun hatiku berdebar-debar. "Dia orang mana bang?" Aku bertanya dengan nada penasaran, berharap mendapat informasi lebih banyak tentang dia.
"Kalo ga sala sih ya, Abang inget inget. Ayah pernah cerita deh tentang nabrak orang. Udah lama kan kejadiannya. Yang waktu ngurus berkas dokumen ke bank. Btw, dia orang dekat situ katanya.Tinggal daerah perumahan ATM belakang itu. Dia gak nyebut spesifiknya dimana."
Aku terdiam sejenak, mencerna apa yang baru saja Abang katakan. Jadi, dia orang dekat situ? Aku merasa bingung dan gugup. Berharap bisa dateng lagi ke tempat ATM ini, tapi gatau lokasinya dimana. Hanya Abang yang tau.
"Jess, kamu kenapa diam aja? Ada apa?" Abang menoleh ke arahku dengan wajah khawatir. "Kamu mikirin apa sih."
"Eh, enggak kok bang. Aku cuma mikirin sesuatu." Aku berbohong sambil tersenyum tipis. "Abang gak usah khawatir."
Abang tersenyum dan memandangku dengan penuh pengertian. "Jess, Adiku sayang. Gausah boong ah sama Abang. Kamu kenapa gak coba mencari aja orangnya di sosial media Facebook. Dicoba dulu aja ya sayang."
Aku menggigit bibirku ragu-ragu. Namun, kata-kata Abang memberi keberanian padaku. Aku merasa sangat gembira dan bahagia. Akhirnya, aku tahu nama dan tempat tinggalnya. Meskipun itu tidak begitu penting, tapi itu membuatku merasa lebih dekat dengannya. Aku punya banyak keinginan yang belum terwujud. Aku hanya bisa berharap dan berdoa agar Tuhan memberiku kesempatan lain untuk bertemu dengannya. Aku tidak tahu apa yang ada di hatinya.
Apakah dia juga merasakan hal yang sama seperti aku?
Aku memohon dengan wajah memelas, "Bang, boleh pinjam hape sebentar? Aku Mau cari sesuatu boleh? Boleh lah bang."
Abang melihat ke arahku, menghentikan aktivitasnya sejenak, dan memberikan hape-nya kepadaku.
"Dijaga baik-baik ya, Jess," kata Abang dengan senyuman.
Aku mengangguk sembari mengucapkan terima kasih. Aku memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang dia. Aku mencoba mencarinya di media sosial lewat hape Abang. Hasilnya, banyak sekali orang yang bernama Dhani Putra. Aku tidak tahu mana yang benar-benar dia. Tapi aku tidak mau menyerah begitu saja. Apakah dia juga mengingat kejadian yang menimpa kami? Aku tidak tahu jawabannya. Yang aku tahu, aku sangat menyukainya dan aku ingin mengenalnya lebih dekat. Aku mencoba membuka salah satu akun media sosial yang mungkin itu adalah dia. Aku ingin tahu tentang kehidupannya, terus mencoba mencari sosial medianya. Ga ketemu temu, banyaknya akun membuat aku bingung yang mana satu. Sambil mencoba mempertahankan semangatku, aku mencari-cari informasi tambahan yang bisa memberiku petunjuk. Aku mencoba mencari tahu tentang sekolahnya, hobi, atau hal lain yang mungkin dia bagikan secara online. Aku ingin lebih tahu tentang dia, meskipun itu hanya sebatas informasi publik.