Chereads / Dhani My Life Partner / Chapter 6 - Pikiran kosong yang campur aduk

Chapter 6 - Pikiran kosong yang campur aduk

Pagi-pagi selalu aku awali dengan melamun. Aku duduk di tepi jendela, menatap keluar dengan pandangan kosong. Pikiranku melayang jauh, merenung tentang kehidupan, mimpi-mimpi, dan segala macam hal yang ada di dalam benakku.

Di dalam lamunanku, aku menggambar garis-garis tak beraturan di udara. Aku membayangkan dunia di luar sana, petualangan yang menunggu, dan hal-hal indah yang ingin aku rasakan.

Suara langkah kaki dari luar mengalihkan perhatianku. Aku melihat seorang anak kecil berlari-lari kecil dengan senyum cerah di wajahnya. Pandangannya penuh dengan keingintahuan dan rasa ingin tahu. Aku tersenyum melihatnya, terinspirasi oleh semangat dan kepolosannya.

*Tok tok tok* terdengar suara ada yang mengetok pintu. Aku tersentak dari lamunanku oleh suara ketukan di pintu. Ibu dengan lembut membuka pintu kamar dan memasuki ruangan. Dia melihat keadaanku yang sedang bengong, mungkin terlihat agak khawatir.

Ibu mendekatiku dan duduk di sampingku. Dia dengan lembut menepuk-nepuk bahuku dan bertanya, "Jess, lagi ngapain? Ada yang membuatmu sibuk? Abangmu mengajakmu jalan-jalan, tapi dia belum tau mau kemana. Kalau kamu mau ikut, bilang saja."

Aku menatap ibu dengan senyum, dan berpikir sejenak tentang tawaran ibu itu. Memang benar, aku tidak memiliki rencana khusus hari ini, dan sepertinya akan menjadi kesempatan bagus untuk menghabiskan waktu bersama Abang.

Aku membalas senyuman tipis kepada ibu, "Ehhh... Ibu, lagi ga ngapa-ngapain. Lagi bengong aja, mikirin sesuatu. Iya, nanti aku ikut, duluan aja."

Ibu mencium jidatku dengan penuh sayang, kemudian meninggalkan kamar sambil meletakkan selembar kertas kecil di atas meja. Aku segera berdiri dan mengambil kertas itu dengan hati berdebar.

"Jessku sayang, semangat sekolahnya ya. Papa lagi di Amerika nih. Semoga kamu baik-baik saja, anakku sayang. Semangat belajarnya ya. Love dari Papa."

Aku merasa campur aduk saat membaca pesan singkat dari Papa. Meskipun ia jauh di Amerika, pesannya memberi semangat dan cinta kepadaku. Ahhhhh, aku kangen Ayah. Aku merindukan ayah yang sudah dua bulan tidak pulang. Ayah sedang bekerja di luar negeri sebagai salah satu seorang staff kedubes Indonesia di Amerika. Aku jarang bisa berkomunikasi dengan ayah karena beda zona waktu dan sibuknya pekerjaan. Ya salah satu cara komunikasi, dengan cara kertas. Kata Ibu sih, Ayah hanya ngomong lalu Ibu yang nulis itu.

Aku langsung bersiap siap, dan berdandan rapih. Aku ingin tampil cantik dan menarik perhatian Abang. Aku memilih baju yang simple tapi modis. Aku memakai kemeja putih dan celana jeans biru. Aku memakai sepatu sneakers putih dan tas selempang coklat. Aku merias wajahku dengan natural. Aku memakai bedak, dan mengikat rambutku dengan poni depan. Aku melihat diriku di cermin dan tersenyum puas. Aku merasa percaya diri dengan penampilanku. Aku mendengar suara mobil sedang dinyalakan. Aku berlari keluar kamar dan menuruni tangga.

"Aku siap mah, dan where we wanna go?"

Mamaku lagi mengiris bawang di dapur. Lalu menoleh ke arahku dan tersenyum, "Wah, kamu cantik sekali, Nak. Abang udah siap tuh. Ati ati dijalan ya sayang."

Saat itu, aku merasa begitu bahagia mendapatkan pujian dari ibu. Senyumnya membuat hatiku meleleh. Aku berterima kasih dan merasa lebih percaya diri setelah mendengar kata-katanya.

"Ibu juga cantik kok," balasku sambil tersenyum lebar.

Aku berjalan ke pintu depan dan menemukan Abang yang sudah menunggu dengan sabar di mobil. Dia tersenyum manis ke arahku, "Halo adekku yang cantik, yang pinter, yang super super. Cantik banget sih hari ini."

Mendengar pujian dari Abang membuat hatiku berbunga-bunga. "Biasa aja bang," jawabku gugup sambil merapikan rambutku.

Kita berdua tertawa sepanjang perjalanan, berbincang tentang hal-hal ringan, dan menikmati kebersamaan yang menyenangkan. Diperjalanan, aku sibuk melihat pemandangan yang hijau dan segar. Aku melihat pepohonan yang rindang dan bunga-bunga yang berwarna-warni. Aku melihat langit yang biru dan awan-awan yang putih. Aku melihat matahari yang bersinar dan angin yang berhembus. Aku merasa damai dan bahagia. Aku mengabaikan abang yang berbicara denganku Panjang lebar. Lagi asyik melihat pemandangan, malah diajak ngobrol.

Abang menghentikan mobilnya di depan sebuah ATM. Abang membuka pintu mobil dan turun. Abang berkata, "Kamu tunggu di sini ya. Jangan kemana-mana. Abang sebentar aja."

Aku memandang Abang dengan tatapan bertanya. "Kenapa, Abang? Abang lama ga? Masa aku ditinggal sendirian Abang" tanyaku dengan nada penasaran.

Abang tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Enggak, Adikku. Abang cuma mau narik uang aja. Kan kita mau jalan jalan sayang, masa gada uang. Ga lucu dong, seorang Abang ngajak jalan Adiknya yang comel. Gada duit, apa kata dunia Adikku," jawab Abang dengan nada meyakinkan.

Aku menggigit bibirku, masih ragu untuk ditinggal sendirian. "Tapi, Abang, aku ga mau ditinggal. Aku bosen nunggu sendirian di mobil. Lebih baik aku ikut aja deh, kan bisa sambil ngobrol," ucapku dengan harapan agar Abang mengizinkanku ikut.

Abang merenung sejenak, kemudian akhirnya berkata. "Gausah sayangku, Adikku. Kamu dimobil aja, demi kenyamanan. Abang janji nggak akan lama kok, dimobil aja ya. Kamu butuh apa? Handphone Abang kan ada dimobil sayang. Maenin aja Handphone Abang," kata Abang dengan nada penuh kebaikan.

Aku masih merasa cemas dan tidak ingin ditinggal sendirian. Aku melanjutkan dengan permohonan yang lebih gigih, "Tapi, Abang, aku beneran ga mau sendirian. Aku merasa lebih aman dan nyaman jika bisa ikut bersamamu. Tolong, Abang."

Abang melihat ekspresi wajahku yang penuh keraguan. Dia menghela nafas pelan dan menggelengkan kepala. "Engga sayang, Abang tetap gamau izinin kamu keluar mobil. Kamu harus benar-benar untuk tetap di dalam mobil dan tidak kemana-mana ya. Aku akan segera kembali. Abang ga lama kok, seriusan. Abang janji ga lama. Tetap didalam mobil ya sayangku."

Aku tersenyum bahagia dan mengangguk mantap. "Baiklah Abang, janji ya."

Abang mengulurkan tangannya ke arahku dan mengusap lembut kerudungku. "Kamu itu manis sekali, Adikku. Tetaplah aman dan jangan buka pintu untuk siapapun selain Abang, ya?"

Aku mengangguk dengan semangat. "Aku akan menjaga diri dengan baik, Abang. Jangan khawatir."

Aku menatap Abang yang turun dari mobil dan menuju ke mesin ATM. Sementara itu, aku menunggu dengan sabar di dalam mobil. Melihatnya pergi membuat hatiku berdebar-debar. Ada perasaan aneh yang menggelitik di dalam dadaku.

Aku memandangi sekeliling, mencoba mengalihkan pikiranku dari kegelisahan. Mataku tertuju pada orang yang sama persis Ayahku tabrak. Aku pikir, ini adalah orangnya. Gamungkin aku salah liat, Aku keluar mobil dan langsung menghampirinya. Benar saja, TERNYATA