Chereads / Dhani My Life Partner / Chapter 5 - Kukira itu dia, ternyata

Chapter 5 - Kukira itu dia, ternyata

"Jess, bentar ya. Kamu disini dulu. Abang sama Ibu ngurus pendaftaran nya. Kamu disini aja ya. Mau duduk dibangku? Yuk Abang anterin." Abang mengantarkan ku ke bangku samping pohon untuk duduk, "Bentar ya, abang sibuk ngurus kamu."

Aku meliat kanan kiri, dan menggerakkan kaki karna bosan. *Jeduk* entah bunyi darimana, yang jelas seperti ada yang duduk di sampingku. Aku memiringkan kepala ke arah suara jeduk yang terdengar di sampingku. Aku terkejut melihat seorang ibu-ibu yang duduk di sampingku di bangku yang sebelumnya kosong. Aku memandang ibu-ibu tersebut dengan keheranan. Wajahnya tampak ramah, dengan senyuman yang menghiasi bibirnya. Rambutnya yang tergerai panjang dan wajahnya yang tampak cerah membuatnya terlihat cantik dalam cara yang khas.

"Maaf, ya adek, izin numpang duduk bentar. Adek darimana?" tanya ibu tersebut sambil melihat isi tasnya.

Aku tersenyum dan mengangguk. "Daritadi ibu."

Ibu tersebut tersenyum lembut. "Bukan itu maksud ibu Adek. Astagfirullah, angel-angel."

Aku menggelengkan kepala, karna memang ngerasa bersalah. Aku harus tetap tenang dalam situasi sesulit apapun, aku harus merasa baik baik aja. Aku jenuh sekali. Aku mencoba mengalihkan perhatianku dari kebosanan dan kejenuhan yang menyerangku. Aku mencoba melihat-lihat sekitarku, mencari sesuatu yang bisa menghiburku. Aku melihat banyak orang yang sibuk dan serius, berjalan bolak-balik, membawa berkas-berkas, mengurus pendaftaran. Aku melihat beberapa orang yang tegang dan cemas, duduk-duduk, menunggu panggilan, mempersiapkan diri. Aku melihat beberapa orang yang santai dan asyik, bercakap-cakap, bercanda-tawa, bersikap bebas. Aku ingin sekali ada yang bisa mengajakku ngobrol atau main, lalu Aku mencoba membuka obrolan dengan orang yang dibelakang, seperti kata pepatah; Tak kenal maka tak sayang.

"Hey... Mmmmm.... Mau masuk sini juga ya?" Ucapku pelan.

"Ehh... iiyya... target ku emang masuk sini." Jawab dia sambil memegang handphonenya.

"Kamu siapa Namanya?"

"Nama ku Putri Desi. Kamu siapa? Dan tinggal dimana?"

"Ga jauh dari sini sih, oh iya nama ku Jessica Putri. Aku memiliki satu tujuan yang sangat besar masuk ke sekolah ini yang terkenal dan favorit. Impian aku adalah menjadi bagian dari lingkungan pendidikan yang berkualitas di sini. Aku berharap dengan sepenuh hati dapat diterima dan memulai perjalanan belajar yang penuh prestasi dan pengalaman berharga di sekolah ini."

Dia tampak tertarik dan simpatik dengan aku. Dia berkata, "Wah, kita sama dong. Aku juga pengen banget masuk sini. Sekolahnya bagus banget. Banyak prestasi dan fasilitasnya. Aku juga punya harapan yang sama kayak kamu, hehehe."

Aku merasa senang dan lega mendengar kata-katanya. Aku merasa ada kesamaan dan kecocokan antara kami. Aku berkata, "Serius? Kamu juga pengen masuk sini? Kamu juga punya harapan yang sama kayak aku? Wahh, semoga kita bisa bertemu nanti ya."

Dia tampak bahagia dan gembira bersamaku. Dia berkata, "Iya, serius. Aku juga pengen masuk sini. Aku juga punya harapan yang sama kayak kamu.

Aku tertawa bersama dia. Aku merasa nyaman dan akrab dengannya. Aku berkata, "Senang deh bisa ketemu kamu. Kamu orangnya asik dan lucu. Kamu suka nemenin aku ngobrol. Kamu gak sombong atau angkuh."

Ternyata aku salah, Putri Desi tidak lanjut mengobrol denganku setelah kita tertawa bersama-sama. Aku jadi bingung, dan tambah bosan. Liat air mancur yang mengalir terus, sepertinya asik. Daripada tidak ada teman mengobrol, aku mencari ketenangan dengan jalan keliling taman ini. Kenapa ya, aku masih kepikiran tentang pas itu. Khawatir aja. Aku sontak kaget, ada orang yang mirip dia. Apa itu dia? Ah tidak mungkin. Pikiranku makin aneh. Aku melihat kanan kiri mencari tempat duduk. Aku sudah menemukannya, dan ingin kesana untuk duduk. Ketika mau berjalan kesana pundak ku ditarik.

Aku penasaran, aku pun memutar badan. "Ehh abanggg..... Ada apa bang"

Aku melihat Abang yang sedang telponan, kukira tadi siapa yang menyolek. Datang ibu dari arah depan dengan memegang sebuah berkas, lalu ngasih ke aku sebagian. 

"Yuk, pulang. Kamu udah didaftarkan disini. Ya semoga hasilnya keterima, kan anak mama pinter." Ucap ibu sambil mencubit kedua pipiku hingga merah.

"Yaudah yu mah...." Jawabku

Aku mengikuti ibu dan berjalan menuju Abang yang masih sibuk dengan teleponnya. Ketika kami berada di dekatnya, Abang memberi isyarat untuk menunggu sebentar sambil menutup teleponnya dengan cepat. Aku kehilangan keseimbangan dan jatuh ke lantai. Luka lecet muncul di kakiku dan buku yang kugenggam terbang jauh.

"Eh, maaf ya." Ucap orang yang menabrakku sambil memberi buku yang terpental tadi.

Aku menerima bukunya, dan dibantukan berdiri olehnya. Aku belum sempet melihat orangnya, karna sibuk mengusap kaki yang lecet. Setelah mengusap kaki yang lecet, aku melihat orangnya. 

Aku sedikit gembira, karna aku ngerasa emang benar. "Kamu yang pas itu bukan sih? Yang pernah ketemuan di mall? Iiiya kan iiiya kan iiiyaa kan?"

Orang yang ku panggil itu Nampak kebingungan, "Maaf siapa ya?"

"Ihhhhh. Kita pernah ketemu yang di mall itu loh. Namamu D-D siapa ya. Aku lupa namamu, tetapi aku inget kok, mukamu." Aku rada sedikit kesel karna mendengar itu.

"Salah orang kali, nama ku Ahmad Leo. Bisa dipanggil Leo."

Aku nampak tersipu malu, "Ohh hai, aku Jessica. Maaf ya salah orang."

Setelah kejadian tersebut, aku merasa sedikit malu karena telah salah mengenali orang yang menolongku. Aku menundukkan kepala dengan wajah yang sedikit merah, sementara orang itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

"Gapapa, Jessica. Kita semua bisa salah mengenali seseorang kadang-kadang," ucapnya dengan ramah.

Aku mengangkat kepalaku dan tersenyum kepadanya. "Terima kasih, Leo, karena telah menolongku dan memberikan bukuku kembali. Aku minta maaf atas kesalahpahaman tadi."

Leo mengangguk sambil menunjukkan senyum yang hangat. "Tidak perlu minta maaf. Bagaimana dengan kakimu? Apakah sudah baik-baik saja?"

Aku melihat ke bawah dan melihat luka kecil di kakiku. "Lecetnya tidak begitu parah, tapi sedikit sakit. Tapi aku bisa mengatasinya."

"Mungkin aku bisa membantumu membersihkannya atau memberikan perban jika perlu."

Aku merasa terharu dengan kebaikan hati orang ini, tetapi aku menolaknya dengan mentah mentah. Padahal orang itu mengambil tisu dari dalam tasnya. Aku langsung pergi lari masuk ke dalam mobil, nampak canggung dengan orang itu. Aku tidak tahu harus berkata apa setelah bertemu dengannya lagi nanti. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan selanjutnya. Aku melihat dia tersenyum dan mengangkat tangannya sebagai salam perpisahan. Aku merasa ada sesuatu yang aneh dengan senyumnya. Seperti ada rasa penasaran atau ketertarikan di baliknya. Aku berusaha mengabaikannya dan menyalakan mesin mobil. Aku ingin segera pergi dari sini dan melupakan kejadian ini.