Chereads / Dhani My Life Partner / Chapter 4 - Kamu Yang Pas Itu Kan?

Chapter 4 - Kamu Yang Pas Itu Kan?

Waktu berjalan dengan sangat cepat, setengah tahun aku berjuang untuk menyelesaikan masa sekolah dasar ku, UN pun telah selesai. Pikiranku sedikit tenang, semoga hasilnya membuatku senang .

Ibu mengetok pintu kamar, dan berdiri didepan pintu.

"Jessica sayang, yuk siap siap."

"Iya Bu."

"Sini ibu dandanin. Anak ku yang cantik." Ibu mengeluarkan barang barang makeup yang dia bawa.

Ibu mendandaniku sangat anggun, aku terlihat sangat cantik. Kami pun bersiap siap untuk jalan ke Gradenia Mall.

Di Gradenia Mall, aku ke tempat barang barang komestik. Aku melihat orang yang pas itu pernah Ayahku tabrak, tapi yang ku heranin ngapain dia ya ke tempat komestik. Aku pikir emang bener dia, aku harap dia masih mengingat kejadian itu. Aku mendekatinya dengan pelan pelan dan sangat hati hati. Lalu aku pura pura kepleset, dan jatuh menyenggol dia.

"Aduhhh."

Dia bukannya nolongin malah mundur mundur, dan kabur. Aku malahan ditolongin orang lain, kan jadinya malu. Lagi lagi aku gagal. Huffffttttttt.

Ya udahlah lanjut ke tempat mie. Dia ada lagi, dia sedang memilih mie instan. Dia memegang kurang lebih 2 atau 3 mie yang ada digenggam nya. Aku menghampiri nya dengan pelan pelan. Aku menyenggol tangannya, dan mie yang dia genggam jadi jatuh.

"Yah jatuh." Dia memungut mie mie yang jatuh akibat ku senggol.

Aku menolongnya dengan membantu mengambil mie tersebut, tapi hasilnya gada. Dia sudah duluan mengambil mienya dan digenggam lagi. Aku meminta maaf dengannya, dia tersenyum lalu pergi. Aku mencoba menahan tangan dia, tangannya dingin.

"Heii. Apa... Apa kabar?" Ucapku.

"Mmmmmm... Hei... Baik kok." Dia nampak gugup, dan kaku

"Maaf ya."

"Iya gapapa."

Aku mengulurkan tanganku kepada dia untuk berkenalan. "Kena... Kenalin... Nama... Namaku Jessica. Nama... Nama... Nama panjangku Jessica Putri."

Dia tidak berkata apa-apa. Wajahnya tampak tegang.

"Hei... Mmmm... Mmm... Na... Nama... Nama kamu siapa?" Aku juga ikut tegang melihatnya.

Dia menggeleng ngelengkan kepalanya, ga tau maksudnya apa. Tidak dapatkan respon darinya aku pun pergi, dan cemberut. Baru beberapa langkah pergi.

Akhirnya dia berbicara. "Anu... Nama gw Dhani Putra, panggil aja Dhani."

Aku berhenti setelah mendengarnya, dan menarik nafas sedalam dalamnya. Aku jadi geregetan ingin putar badan, dan mengobrol dengannya. Tapi aku malu malu.

"Maaf ya, pas itu ngerepotin bapak lu. Gw yang salah pas itu. Maaf ya."

Aku pun berputar badan, dan melangkah sedikit Deket dengan dia.

"Minta maaf untuk apa?" Aku memasang rawut muka kebingungan

"Maaf untuk apa ya. Apaan sih gajelas sumpah." Dia mengoceh, dan menampar pipinya sendiri. "Eeehhhhh... Ga jelas..."

Aku tertawa kecil melihat kelakuannya. "Meminta maaf untuk apa? Ayahku yang salah. Ayah menabrak kamu, dan membuat kamu luka luka. Itu ga ngerepotin kok, itu tanggung jawab."

"Gw... Gw... Gw yang salah. Iya kok... Iya."

"Ga. Ayahku yang salah."

"Hmm..." Dia tersipu malu, pipinya berubah menjadi merah muda.

Aku memberikan senyuman padanya, dan dia membalasnya. Aku mengulurkan tangan pada dia untuk bersalaman, dan lagi lagi dia menerimanya.

Dia lucu, aku ingin lebih deket sama dia. Ingin banyak tau tentang dia. Tapi kayaknya ga sekarang, aku menengok belakang ada si Abang yang lagi liat mie. Aku pikir Abang udah liat tapi ga berani. Karna aku melihat Abang, aku pun menghampirinya.

"Aku kesana dulu ya."

"Oh iya, hati hati."

Aku berjalan menjauh darinya dengan hati yang masih berdegup kencang. Entah mengapa,  Aku ingin tahu lebih banyak tentangnya, ingin dekat dengannya, tetapi aku masih merasa ragu untuk melakukannya. Namun, pikiranku terus menerus melayang ke wajahnya yang lucu dan senyumnya yang menghangatkan.  Hatiku masih terasa berbunga-bunga. Aku merasa seperti berada di awan kesenangan, tetapi juga merasa gugup dan canggung karena perasaan yang tumbuh dalam diriku. Aku belum pernah merasa seperti ini sebelumnya, dan itu membuatku semakin penasaran tentang orang itu.

Sementara itu, Abang masih berada di dekat rak sabun, memperhatikan dengan seksama berbagai pilihan sabun yang tersedia. Aku merasa penasaran tentang apa yang sedang dipikirkannya. Aku mendekatinya dengan langkah hati-hati, takut mengganggu pemikirannya.

"Abang," panggilku perlahan. Dia memalingkan kepalanya dan tersenyum melihatku.

"Oh, Jess, Kenapa" tanyanya dengan hangat.

"Ga kenapa napa bang. Sabunnya mana bang, mau dibantu ga?"

Abang mengangguk dan menunjukkan tumpukan sabun di tangannya. "Iya, Abang memilih beberapa sabun yang cocok dengan kulitmu. Ternyata ada banyak pilihan di sini."

Aku tertawa kecil. "Bisa aja Abang."

Aku memberanikan diri untuk menceritakan semuanya pada Abang. Tentang betapa canggung dan gugupnya aku saat berada di tempat mie tadi.

Abang mendengarkan dengan penuh perhatian, senyumnya ramah dan hangat. Setelah aku selesai bercerita, dia berkata, "Jess, Jess."

Aku memperhatikan Abang yang sedang memilih sabun dengan hati-hati. Dia mengamati setiap kemasan, membaca deskripsi dan bahan-bahan yang tertera. Aku tersenyum melihat betapa seriusnya Abang memilih sabun. Abang adalah orang yang penuh perhatian dan selalu ingin memberikan yang terbaik. 

"Bang, udah yuk. Udah lama juga kita di sini. Udah banyak barang yang kita ambil. Yuk kita ke kasir sekarang. Abang boleh duluan deh," Ucapku sambil sedikit menepuk lengan Abang dengan lembut.

Abang mengangkat alisnya dengan ekspresi campuran antara kelegaan dan candaan. "Hehe, iya nih, Jess. Abang hampir saja terjebak dalam dunia sabun saking banyak pilihannya. Baiklah, Abang akan mempersiapkan diri ke kasir. Abang duluan dulu ya, nanti kamu nyusul oke."

Saat berjalan menuju kasir, aku melihat orang itu lagi. Dia tampak sibuk memilih beberapa produk perawatan pribadi. Aku melihatnya dari kejauhan dan tersenyum. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di antara aku dan dia, aku hanya bisa berharap. Orang itu nongol lagi disuatu saat nanti.