Aku menemani Ibu ke supermarket bersama Abang untuk belanja sabun cuci karna sudah habis. Aku tidak suka pergi ke supermarket karena selalu ramai dan bising. Aku lebih suka tinggal di rumah dan membaca buku atau menonton film, tetapi sepertinya menarik untuk ikut. Karna didalam supermarket itu terdapat Gramedia didalamnya. Ada novel yang aku tertarik untuk datang kesana. Aku harus segera datang kesana, karna aku ingin cepat membeli novel itu dan membaca.
"Bu, aku mau eskrim... Mau eskrim... Boleh ya." Aku berbicara agak sedikit manja kepada ibu.
"Yaudah sana." Jawab Ibu.
Aku pun berlari ketempat eskrim.
Aku mengambil eskrim kesukaan aku, rasa coklat kacang. Itu adalah eskrim kesukaan ku.
"Rasa coklat kacang. Hoyeeeeeee."
Setelah aku mengambil apa yang dibutuhkan, aku bergegas kembali ke sisi ibu. Aku segera menutup pintu chest freezer dengan hati-hati, memastikan semuanya tertata rapi dan aman di dalamnya. Setelah selesai, aku melangkah cepat dan dengan penuh kegembiraan mendekati ibu yang sedang menunggu. Namun, aku melihat ada anak kecil yang super lucu kebingungan dalam memilih eskrim. Aku pun menghampiri dengan dalih membantunya.
Anak kecil ini mengangkat dua eskrim yang ingin dipilihnya, "Eskrim yang enak, yang mana ya."
Aku tersenyum melihat anak kecil yang sedang bingung memilih eskrim. Aku mendekatinya dengan hati yang hangat dan berkata, "Hai, mau aku bantu memilih eskrim? Aku punya rekomendasi yang enak."
Anak kecil itu menatapku dengan mata penuh harap. Aku menjelaskan padanya tentang kelebihan masing-masing eskrim yang dia pertimbangkan. Setelah mendengarkan dengan serius, dia akhirnya membuat keputusan dengan penuh keyakinan.
"Dua eskrim itu terlihat sangat lezat, tapi yang ini pasti yang paling favorit," kataku sambil menunjuk salah satu eskrim dengan senyuman.
Anak kecil itu mengambil eskrim yang aku rekomendasikan dan wajahnya berbinar-binar. Ibu anak kecil itu pun tersenyum padaku sambil mengucapkan terima kasih. Setelah itu, aku kembali mendekati ibu.
Lalu berlanjut dengan berkeliling di supermarket, menjelajahi setiap lorong yang penuh dengan berbagai produk. Aroma segar dari buah-buahan dan sayuran menyegarkan hidungku, sedangkan penampilan berwarna-warni makanan kemasan menarik perhatianku. Ibu menelusuri rak-rak dengan antusias, memilih produk yang dibutuhkan.
Tiba-tiba, ibu berhenti di depan rak dengan berbagai makanan ringan. Dia memilih beberapa bungkus dan menunjukkannya padaku dengan senyum. "Bagus ini, kamu suka kan?" tanyanya sambil menawarkannya padaku.
Aku mengangguk dan memasukkan beberapa cokelat favoritku yang juga ingin aku beli. Aku tersenyum dalam hati, senang bisa menyenangkan diriku sendiri dengan makanan yang kusukai.
Aku kaget karena tiba-tiba ada ibu disebelahku, "Ehh, ibu. Hehe..."
"Kamu ngapain sayang."
"Gapapa bu."
"Yaudah yuk, bayar belanjaan terus susul abangmu diatas."
"Baik bos." Aku menaroh coklat yang ku bawa bawa ke troli.
Setelah asik berbelanja dilantai satu, aku bergegas menghampiri abangku yang asik memilah milih novel dilantai dua. Aku mengambil dua buku novel yang aku inginkan tanpa basa basi, lalu ku bawa ke abang.
"Bang, antara dua novel ini. Rekomend yang mana bang. Aku baca-baca dari sosial media, dua duanya bagus ya bang." Aku sambil menyodorkan dua buku ke Abang
Abang hanya tersenyum, menggeleng geleng kepala dan tidak berkata apa apa. Abang mengambil kedua novel itu dari tanganku dan melihat-lihat sampul dan sinopsisnya. Aku rasa dia senang melihatnya, dan berharap dia suka dengan ceritanya.
"Bang, ihhhhh. Yang mana ini." Rasa gregetan dari diriku mulai bergejolak. Ingin rasanya memukul abang.
"Kamu masih kecil."
"Iiiih... Yang ini ya bang." Aku menunjuk novel sebelah kiri yang dipegang Abang.
"Kamu masih kelas 6, ini novel cinta cintaan." Gertak Abangku
"Banggg..."
"Dimana tempat kedua novel ini tadinya."
"Nohh disono bang." Aku menunjuk lurus ketempat novel itu berada.
Abang berjalan ketempat dimana novel itu, aku pun mengikuti abang dibelakangnya dengan pelan pelan. Aku masih berharap abang mau membelikan salah satu novel itu untukku. Aku sudah lama mengidam-idamkan novel itu sejak aku melihat iklannya di sosial media. Aku penasaran dengan ceritanya yang romantis dan menegangkan.
Abang meletakkan kedua novel itu kembali ke raknya. Aku merasa kecewa dan sedih. Aku merengek dan memelas pada abang.
"Bang, please deh. Belikan aku novel ini dong. Aku janji aku akan rajin belajar dan menurut sama abang." kataku dengan suara manja.
"Kamu nggak usah manja-manja sama Abang. Abang nggak akan tergoda. Kamu nggak boleh baca novel ini. Kamu masih kecil. Kamu harus baca buku yang sesuai dengan umurmu." kata abang dengan suara tegas.
"Bang, aku nggak kecil lagi. Aku udah gede. Aku udah bisa baca novel ini. Aku udah bisa mengerti ceritanya. Aku udah bisa membedakan antara fiksi dan nyata." kataku dengan suara membela diri.
"Kamu masih kecil, Jess. Kamu belum bisa mengerti semua hal yang ada di novel ini. Kamu belum bisa menangani emosi dan perasaan yang muncul saat baca novel ini. Kamu belum bisa memilah mana yang baik dan mana yang buruk dari novel ini." kata abang dengan suara bijak.
"Bang, aku ngerti kok. Aku nggak akan terpengaruh sama novel ini. Aku cuma mau baca buat hiburan aja. Aku cuma mau tau gimana ceritanya aja." kataku dengan suara memohon.
"Kamu nggak perlu tau gimana ceritanya. Kamu perlu tau gimana hidupmu sendiri. Kamu perlu fokus sama sekolahmu dan cita-citamu. Kamu perlu baca buku yang bisa menambah ilmu dan wawasanmu." kata abang dengan suara nasihat.
"Bang, jangan gitu dong. Jangan pelit dong. Jangan galak dong. Jangan sok tau dong." kataku dengan suara kesal.
"Kamu jangan bandel dong. Jangan manja dong. Jangan ngambek dong. Jangan sok gede dong." kata Abang dengan suara sindir.
Aku dan abang saling beradu pandang dengan ekspresi marah dan kesal. Kita berdua bersikeras dengan pendapat masing-masing. Abang menghela napas panjang dan menatapku dengan tatapan lelah. Dia tahu bahwa aku tidak akan menyerah atau diam sampai dia mau membelikan novel yang aku inginkan. Dia tahu bahwa aku adalah adiknya yang paling bandel dan manja. Dia tahu bahwa dia harus mengalah jika tidak mau ribut terus dengan aku.
"Baiklah, baiklah. Abang mau belikan kamu novel itu. Tapi, dengan satu syarat." kata abang dengan suara pasrah.
"Apa syaratnya, Bang?" tanyaku dengan suara penasaran.
"Kamu harus janji untuk menyeimbangkan belajar mu oke. Abang belikan satu buku buat ujian. Kamu harus janji juga untuk lebih fokus sama sekolahmu dan nilai-nilaimu." kata abang dengan suara tegas.
"Apa? Itu syaratnya? Itu mah nggak adil, Bang. Itu mah sama aja nggak boleh baca novel itu." kataku dengan suara protes.
"Ya, itu syaratnya. Kamu mau nggak? Kalau nggak mau, ya sudah. Abang nggak akan belikan kamu novel itu." kata abang dengan suara dingin.
Aku merasa bingung dan bimbang. Aku ingin sekali memiliki novel itu, dan aku juga ingin segera membacanya. Aku melihat ke arah rak buku di mana novel itu berada. Aku melihat judul dan gambar yang terpampang di sampulnya. Aku merasakan hasrat yang membara untuk segera membawa novel itu pulang.
Aku kembali melihat ke arah abang yang menunggu jawabanku dengan sabar. Aku melihat ekspresi wajahnya yang serius dan khawatir. Aku merasakan kasih sayang yang tulus dari kakakku yang selalu menginginkan yang terbaik untukku.
Aku mengambil keputusan setelah berpikir sejenak. Aku mengangguk dan tersenyum pada abang.
"Oke, Bang. Aku setuju dengan syaratmu. Aku janji untuk selalu belajar, belajar dan belajar. Aku berjanji juga untuk menyeimbangkan belajar. Aku belajar untuk cita-cita yang seperti Abang, yaitu menjadi dokter. " kataku dengan suara mantap.
"Benarkah? Kamu nggak bohong kan? Kamu nggak akan ingkar kan?" tanya abang dengan suara curiga.
"Iya, Bang. Aku nggak bohong. Aku nggak akan ingkar." jawabku dengan suara jujur.
"Oke, kalau begitu aku percaya sama kamu. Ayo, kita ambil novel itu dan bayar di kasir." kata abang sambil mengajakku berjalan ke rak buku.
Aku mengikuti abang dengan gembira. Aku merasa senang dan lega bahwa abang mau membelikan novel itu untukku. Aku merasa bersyukur dan beruntung memiliki kakak yang baik dan perhatian seperti abang.
Abang mengambil novel itu dari raknya dan membawanya ke kasir. Dia membayar novel, lalu menghampiri ibu yang berada dilantai bawah.