Dalam koridor luas semi terbuka, terdapat taman dan air mancur kecil yang tertutup oleh salju. Jalan aspal untuk berkeliling taman secara teratur dibersihkan untuk berjalan-jalan.
Dua orang dewasa berjalan secara berdampingan di koridor. Melangkah cepat dan menghindari pejalan kaki yang lebih lambat dari mereka. Sekilas gerakan mereka yang terburu-buru, menarik perhatian dokter dan pasien sekitar.
Asisten Huan menyerahkan dokumen serta sebuah foto terbaru Ling Yao dan Ying Bai.
Mata phoenix Guo Chen hanya melirik tanpa mengambilnya. Tetap berjalan dengan langkah lebar, "Apa semua sudah terkumpul?"
Asisten Huan mengangguk, menarik kembali berkas-berkas di tangan, "Saya sudah mengumpulkan bukti seperti yang Tuan inginkan"
Kemudian Asisten Huan melirik tuannya, ia dengan hati-hati mengutarakan pendapatnya, "Tuan.. Apakah bukti-bukti ini cukup memenjarakan mereka?"
"Tentu saja tidak" balas Guo Chen dengan nada tanpa emosi. Detik berikutnya, ia menyunggingkan bibir, memikirkan rencana yang sudah dia siapkan untuk menghadapi mereka, "Kita bisa menjatuhkan salah satu dari mereka dulu"
Seekor burung tidak akan bisa terbang hanya dengan satu sayap. Guo Chen akan menghancurkan salah satu orang yang menjadi sayap Ling Yao.
"Pergilah dengan Paman Kai, kirim dokumen itu ke departemen pajak. Mereka pasti akan menyambutmu" kata Guo Chen memberi Asisten Huan perintah.
Asisten Huan berhenti melangkah, ia membungkuk hormat kepada Guo Chen sebelum berbalik menjemput Tuan Kai.
Dengan langkah mantap Guo Chen pergi ke sebuah bangsal yang terletak di lokasi terbaik.
Di depan pintu bangsal, terdapat meja dan bangku untuk minum teh yang menghadap ke arah taman. Seorang pria tua bersantai menyeruput teh di tangannya. Ia melirik pemuda beracun dari darah dagingnya.
Raut wajah pemuda itu lebih buruk dari terakhir kali mereka bertemu. Lingkaran hitam samar dan goresan di pipi seperti cakaran tipis tapi tidak merusak ketampanan dan aura dominan yang dimiliki pemuda itu.
"Kakek" Ujar Guo Chen yang berdiri dua meter dari Kakek Guo.
"Ha! Untuk apa kamu kemari! Apa Guo Jiao menyuruhmu datang?" Sindir lelaki tua pada Guo Chen, ia membanting cangkir di tangannya hingga berdenting keras.
Dia sangat membenci cucunya yang satu ini. Dalam beberapa tahun Guo Chen melengserkan dan membuangnya ke panti jompo. Meski ia memiliki kehidupan baik dan nyaman disini, hatinya tidak sudi ditinggalkan oleh keluarga Guo.
"..ini tidak ada hubungannya dengan Ayah" Balas Guo Chen menarik bangku depan Kakek Guo. Menyandarkan punggung dengan santai sambil melipat kaki jenjang. Ia bersiap memulai bisnis dengan Kakek Guo.
"Jika kamu tidak berniat menjengukku, lebih baik pergilah!" Usir Kakek Guo terhadap cucunya. Dari awal ia mudah marah tapi melihat Guo Chen hanya datang karena suatu tujuan membuat Kakek Guo kehilangan kesabaran.
Guo Chen tidak terpengaruh oleh bentakan Kakek Guo. Dia merogoh kantong bagian dalam jas, menyerahkan dua foto di hadapan Kakek Guo.
Mata pria tua menyusut terkejut, Guo Chen mendekatkan tubuhnya. Ia mengetuk-ngetuk foto kuburan tua yang terawat dengan baik. Kedua foto ini ditemukan oleh pelayan yang membersihkan ruang belajar Kakek Guo.
"Aku tidak berpikir Kakek akan menyukai wanita lain" Ejek Guo Chen sambil meraih foto tua berisi sosok wanita elegan yang cantik pada zamannya, "Kamu sangat ngotot menjodohkanku dengan Ling Yao kar'na dia adalah cucu wanita ini, bukan?"
Ibu Ling Yao adalah anak dari wanita yang dicintai Kakek Guo. Kar'na masalah ekonomi, Ayah Kakek Guo memaksa Kakek Guo dengan wanita pujaannya berpisah.
Memaksa lelaki tua menikahi Nenek Guo yang memiliki latar belakang setara dengan keluarga Guo.
Nenek Guo adalah wanita lemah lembut dan baik pada siapapun tanpa memandang status. Kakek Guo tidak punya alasan untuk membenci atau menceraikannya.
Kelahiran putra sulungnya, Guo Jiao dan anak perempuan yang lahir dari wanita itu memberi ide Kakek Guo untuk menikahkan darah dagingnya dengan keturunan dari wanita yang ia cintai.
Dengan begitu ia bisa bersama wanita itu dengan cara yang berbeda.
Tapi baik Guo Jiao dan Guo Chen tidak ada yang bisa mengikuti kemauannya. Ayah dan anak ini seperti musuh di masa lalu yang terlahir menjadi keturunannya. Perjodohan gagal untuk kedua kalinya.
Wajah Kakek Guo sangat jelek, ia berdiri dengan kasar meraih foto wanita muda di tangan Guo Chen.
"Kakek, aku tak peduli dengan cintamu yang mendua. Tapi.." Guo Chen memicingkan matanya, ia berkata dengan perlahan agar Kakek Guo mengingat ucapannya, "Jika kamu mencoba membantu Ling Yao lagi, akan kubuat kuburan wanita yang kamu cintai hancur"
Bak!
"Kamu-! Jangan sekali-sekali menyentuhnya!"
Ancaman Guo Chen menyulut kemarahan Kakek Guo. Dia sangat marah hingga tak bisa mengontrol emosi.
Menggali atau merusak kuburan orang mati adalah hal yang tabu. Kuburan menjadi tempat peristirahatan terakhir seseorang di dunia. Melakukan hal tersebut merupakan tindak kejahatan yang tak tertulis dan sangat tidak menghormati orang tersebut.
Memicingkan mata sembari melipat tangan, Guo Chen menyeringai, "Selama Kakek tidak ikut campur urusan 'kami', aku tidak akan mengganggu kuburan beliau"
Prak!
Cangkir teh melayang ke arah Guo Chen. Dengan cepat ia memiringkan kepala, menghindari cangkir itu.
"Berani-beraninya kamu mengancamku!" Dada Kakek Guo naik turun, cucu satu ini benar-benar membuatnya murka sampai dadanya terasa nyeri. Guo Chen seperti memperpendek umurnya.
Melihat tidak ada lagi yang harus dibicarakan Guo Chen berdiri meninggalkan lelaki tua yang memakinya dalam hati.
Guo Chen melihat jam di tangannya. Sudah memasuki jam besuk tempat Ling Chu. Ia harus menemui kekasihnya yang sendirian, penculikan itu membuat hati Guo Chen mudah gelisah.
"Paman, jemput aku di panti jompo Kakek" Ucap Guo Chen yang menelepon supir pribadinya.
.
.
.
Zreek-
Pintu bangsal terbuka perlahan, menampil sosok kurus wanita berambut cokelat mengenakan pakaian rumah sakit. Ia duduk di sofa cekung yang menghadap jendela.
Guo Chen tidak terburu-buru mendatangi wanita itu. Dua menit kemudian Guo Chen mengetuk pintu bangsal untuk menyadarkan Ling Chu bahwa ia telah datang.
Belum mendapat tanggapan, Guo Chen memanggil Ling Chu dengan jarak kurang dari dua meter, "Xiao Chu"
Tubuh Ling Chu tiba-tiba menegang sebelum rileks kembali. Wanita itu menoleh pada Guo Chen yang tersenyum lembut.
"Kakak Chen, kapan kamu datang?" tanya Ling Chu dengan bibir sedikit pucat.
"Baru saja" Pria itu dengan hati-hati menarik kursi tanpa membuat suara, ia berkata dengan nada lembut, "Kamu sudah makan?"
Ling Chu bersandar pada sofa, ia melirik satu set makanan yang ada meja. Ling Chu hanya memakan setengah dari nasi dan beberapa lauk lembut yang mudah dikunyah.
"Aku sudah makan" jawab Ling Chu yang lanjut memandang keluar. Mata ruby itu sedikit kosong, pikirannya mengembara pergi meninggalkan tempat ini lagi.
Guo Chen mengencangkan pegangannya pada lengan kursi. Mata phoenix itu menatap sedih pada penampilan kekasihnya yang berubah seperti ini.
Setengah bulan yang lalu, setelah Guo Chen menemukan Ling Chu. Ia segera membawa kekasihnya yang lemah, penuh luka lebam ke rumah sakit terbaik di kota A.
Ling Chu mendapat pertolongan pertama terutama luka pada paha bagian dalamnya yang melepuh merah.
Guo Chen meminta Dokter melakukan medical check up pada Ling Chu untuk mengetahui kondisi fisik Ling Chu secara keseluruhan.
Hasilnya Ling Chu mengalami malnutrisi, dehidrasi dan gegar otak ringan akibat benturan benda keras. Ling Chu harus dirawat inap kurang lebih sebulan.
Awalnya Ling Chu yang siuman terlihat baik-baik saja namun dalam beberapa hari Ling Chu menjadi gelisah, terutama di tengah malam. Ia akan berlari menyalakan lampu kamar tidur dan kamar mandi. Tidak membiarkan siapapun mematikan.
Saat perawat datang ingin mengganti cairan infus, tanpa sengaja perawat itu menyentuh tangan Ling Chu. Reflek Ling Chu menepis tangan perawat, menjatuhkan alat medis dari kasur. Ia membungkuk dan memeluk tubuhnya yang gemetar hebat.
Gelagat Ling Chu yang tak biasa, disadari semua orang. Ayah dan Ibu Ling sepakat membawa psikiater untuk melihat kondisi mental putrinya.
Diagnosa psikiater tak jauh dari prediksi Guo Chen. Ling Chu mengalami depresi dan trauma akibat pelecehan seksual.
Ia memiliki rasa takut berlebih saat disentuh orang lain terutama laki-laki.
"Bagaimana denganmu?" tanya Ling Chu tiba-tiba.
"..Aku belum makan" jawab Guo Chen sambil menggelengkan kepala.
"Kenapa Kakak belum makan?"
"Aku ingin makan bersamamu"
Ling Chu tersenyum, menggeser makanan yang ada di dekat mereka. ia mengeluarkan ponsel dari saku baju, "Aku masih lapar. Ayo pesan sesuatu"
Guo Chen mengangkat salah satu alisnya, mata pheonix itu memandang konyol pada kucing kecil yang mendadak bersemangat.
"Bagaimana dengan pizza?"
"Oke"
"Sebentar lagi pizzanya sampai" Kata Ling Chu dengan antusias.
Guo Chen mengangguk, dengan santai menyandarkan punggung di bangku. Ia melihat arloji di tangan kanan, menghitung setengah jam sebelum pizza datang.
"Pizza!!"
Guo Chen : ".....?" Begitu cepat?
Ling Chu berlari kecil menuju pintu, separuh badannya keluar menampakkan diri di koridor. Ling Chu mengambil satu kresek besar berisi satu box pizza, satu paket ayam goreng tepung dan seliter minuman soda.
"Kamu sudah memesannya sebelum aku datang?"
Guo Chen tersenyum tak berdaya oleh kelakuan Ling Chu. Ternyata kucing kecilnya sengaja tidak menghabiskan makanan yang disiapkan rumah sakit kar'na ingin makan junk food.
"Suster akan memarahimu jika tidak menghabiskannya" ujar Guo Chen mencoba menakut-nakuti Ling Chu.
"Hehe, makanan rumah sakit terlalu lembek dan hambar" Kata Ling Chu sambil membuka makanan.
Guo Chen makan bersama Ling Chu, selama seharian ia menemani kekasihnya sampai jam tujuh malam.
Tiba-tiba Guo Chen menerima panggilan dari Ibu Guo, menyuruhnya untuk segera kembali ke kediaman keluarga Guo.
Pasti ada sesuatu yang penting sampai tidak bisa Ibu Guo ucapkan melalui telepon.
"Xiao Chu, Ibu memintaku pulang" Guo Chen berdiri mengambil jas yang tergantung di sofa.
Ling Chu mengulurkan tangan, meraih ujung jas Guo Chen. Dia sedikit khawatir melihat Guo Chen terburu-buru kembali ke rumah, "Apa terjadi sesuatu?"
"Tidak, ini bukan masalah besar"
"..Aku mengerti. Hati-hati di jalan"
Ling Chu mengamati punggung lebar Guo Chen yang semakin jauh. Sebelum pria itu pergi Ling Chu memutuskan memberitahu pria itu tentang uneg-unegnya selama ini, "Kakak Chen"
Ketika Guo Chen menoleh menatap Ling Chu, wanita itu menundukkan kepala sehingga Guo Chen tidak bisa mengamati ekspresinya.
"Apa pria bernama Ming Ze masih hidup?"
Pertanyaan Ling Chu membuat keduanya tak nyaman. Ming Ze, pria yang hampir memperkosa Ling Chu dengan Ayahnya.
Guo Chen menyeret kedua bajingan tersebut ke basement Bar. Ayah Ming Ze yang telah mati di bakar oleh anak buahnya.
Guo Chen melampiaskan amarahnya dengan menyiksa Ming Ze sampai pria itu sekarat.
Melihat Guo Chen tak membalas, ia lanjut berbicara, "Dia bilang aku pantas menjadi pelacur di tempatnya. Tapi.. Aku pikir dia 'lebih cocok' daripada aku. Bukan begitu Kakak Chen?"
Perlahan kepala coklat itu menengadah. Iris ruby lebih gelap dari biasanya, mata persik Ling Chu melengkung sambil tersenyum datar.
Guo Chen terdiam, tanpa sadar ia menelan ludah. Dia mengerti keinginan Ling Chu atau lebih tepatnya dendam yang mengakar di hati Ling Chu.
Ling Chu ingin membalas Ming Ze dengan menjadikan pria itu seorang gigolo.
Terbesit dalam ingatan Guo Chen mengenai perkataan psikiater bahwa Ling Chu harus meluapkan emosi negatifnya untuk mengobati luka besar di hati.
Jika memang ini salah satu cara agar Ling Chu bisa sembuh, Guo Chen akan melakukannya.
Guo Chen : "Kamu benar.." Akan kulakukan, apapun yang kamu inginkan.
Malam itu Guo Chen menelepon Asisten Huan untuk menyerahkan pria di basement pada Bibi Wu di Bar. Biarkan Bibi menangani pria bernama Ming Ze.