Langit mendung sangat gelap, kilatan petir menampakkan diri tanpa suara. Hujan deras mengguyur kota S. Sore hari di taman terasa suram, tanpa adanya pengunjung.
Seorang remaja laki-laki tertendang hingga terjerembab ke tanah berlumpur. Di tengah hujan, sekelompok remaja berseragam sekolah melakukan perundungan.
Mereka menginjak dan memukuli remaja yang terlihat kurus dan lusuh. Remaja itu tak mampu membalas mereka, ia meringkuk melindungi bagian kepala untuk menghindari cedera kepala.
"Cukup. Sudah waktunya kita pergi" Kata seorang remaja berambut pendek yang bersikap bossy. Ia mengawasi sekitar takut ada seseorang yang menonton apa yang mereka lakukan.
"Ingat hari ini, jika kamu tidak memberi jatah uangmu. Aku akan membuatmu tidur di tanah setiap hari. Hahaha" Ancam remaja itu sambil tertawa menghina remaja yang sok pahlawan saat di sekolah tadi.
Sekelompok remaja berbondong-bondong pergi dari taman. Meninggalkan remaja yang terluka seorang diri.
Remaja yang awalnya menunjukkan ekspresi tak berdaya mendadak tenang. Tak ada ekspresi di wajah tampan yang tirus. Seolah orang yang meringkuk tadi bukanlah dirinya.
Menekan kalung ruby yang tersimpan dalam seragam. Layar biru transparan terpapar di hadapan remaja itu. Progress plot telah maju 15℅, masih banyak yang harus ia lakukan untuk menyelesaikan plot.
Dunia dengan misi B, cukup menyenangkan untuk dimainkan. Kali ini dia, Guo Chen menjadi tokoh pendukung protagonis pria. Membantu protagonis yang mengalami perundungan sejak kecil kemudian menjadi sahabat karib sekaligus tangan kanannya.
Setelah misi selesai, ia akan menjelahi seluruh negara yang ada di planet bernama Bumi.
Kresek-kresek-kresek!
Guo Chen segera mematikan layar, ia menengok ke atas semak-semak yang bergerak dengan mata waspada. Walaupun layar tidak mungkin dilihat orang biasa tapi gerakannya yang menekan-nekan layar pasti terlihat aneh.
Srek-!
Seorang gadis kecil berusia empat lima tahun, mengenakan jas hujan ungu muda muncul dari balik semak-semak. Iris hitam dengan mata persik menatap polos Guo Chen yang terbaring di tanah berlumpur.
"Kakak, apa kamu baik-baik saja?"
Suara lembut yang menyenangkan sedikit mengganggu pikiran Guo Chen. Gadis kecil yang terlihat gemuk itu menatap Guo Chen dengan kebingungan.
Belum menerima jawaban, gadis itu merangkak keluar dari semak-semak lebat. Dia menghampiri Guo Chen sambil berjongkok, menekan jari telunjuknya ke dahi Guo Chen.
Sentuhan lembut yang hangat dengan cepat menghilang di tengah dinginnya air hujan.
"Kakak kenapa hujan-hujan sambil main lumpur?" Gadis itu mendaratkan pantat kecilnya di atas tas Guo Chen. Dia tidak merasa tindakan tidak sopan ini salah.
Memiringkan kepala, gadis itu mulai menceramahi Guo Chen, "Ibu bilang jangan main lumpur dengan baju putih. Nanti bajunya kotor. Noda susah hilang"
Guo Chen tidak tahu harus berkata apa, gadis ini sangat menyebalkan dan terlalu mudah berbicara dengan orang asing. Apa Ibunya tidak mengajarkan bagaimana menghadapi orang asing?
Jika ada orang yang memiliki niat jahat, gadis kecil ini pasti sudah lama di culik.
Tiba-tiba gadis itu terkikik geli, menunjuk pipi Guo Chen yang tertutup lumpur. Dia teringat kartun animasi dimana babi menari dengan riang saat mandi lumpur, "Kakak wajahmu seperti babi"
Guo Chen : "....."
Saat ini dia berada di tubuh remaja tiga belas tahun, kira-kira tinggi gadis itu kurang dari dadanya.
Gadis itu membungkuk, tangannya yang mungil mengusap lumpur di wajah tirus Guo Chen dengan gerakan kikuk.
Guo Chen tidak menggerakkan tubuh, badannya masih lemas dan sakit setelah dipukuli sekelompok remaja.
Ia hanya menunjukkan ketidaknyamanan dengan mengerutkan alis. Namun gadis kecil berumur empat lima tahun, belum memahami perasaan orang lain. Ia tetap gigih mengusap-usap wajah Guo Chen.
Bibir kecil mengerucut seperti mulut bebek. Mata Guo Chen tertuju pada iris hitam segelap dirinya. Gadis itu dengan serius bekerja membersihkan wajahnya.
Aroma hujan belum menutupi bau harum sabun bayi pada tangan mungil itu. Sentuhan kulit lembut yang wangi membuat Guo Chen sedikit ketagihan.
Melipat tangan di dada, ia menutup mata seperti mengijinkan gadis kecil bekerja di tengah hujan. Hanya kali ini Guo Chen membiarkan orang lain bermain menggunakan wajahnya.
"Dimana orang tuamu?" Tanya Guo Chen dengan suara pecah yang masih belum matang.
"Ayah dan Ibu kerja" Jawab gadis itu dengan jujur. Setelah membersihkan wajah tampan Guo Chen, ia duduk sambil menggoyangkan kaki. Dengan senang hati menemani Guo Chen yang berbaring di tanah.
Guo Chen : "Siapa namamu?"
Ling Chu : "Namaku Ling Chu"
Guo Chen : "Kamu datang ke taman sendirian?"
Ling Chu : "Ya!"
Guo Chen : "..apa tidak ada pembantu di rumahmu?"
Ling Chu : "Ada!"
Guo Chen : "Lalu kenapa kamu tidak pergi dengannya?"
Ling Chu : "Em.. Xiao Xiao.. melarangku pergi"
Guo Chen : "..kamu kabur dari rumah"
Ling Chu : "Ya!"
Guo Chen : "....." Kenapa kamu terlihat bangga?
Guo Chen menghela tak berdaya. Entah kenapa ia merasa bertanggung jawab harus mengirim gadis kecil ini pulang ke rumah.
Guo Chen : "....." Sungguh merepotkan.
Menatap bosan hujan yang belum berhenti menurunkan air. Guo Chen memaksa mengangkat tubuh yang letih dan kaku.
Gadis cilik bernama Ling Chu ikut berdiri sambil tersenyum polos pada Guo Chen, "Kakak mau kemana?!"
"..mengantarmu pulang. Apa kamu tahu alamat rumahmu?"
Mendengar Guo Chen akan mengantarnya pulang. Ia segera mendaratkan pantat kecilnya di atas tas Guo Chen sambil melipat kedua tangan di dada. Ia berkata dengan cemberut, "Aku tidak mau pulang"
Guo Chen tidak pandai merajuk anak kecil, ia menepuk-nepuk kepala kecil Ling Chu, "Jangan membuat masalah, orang tuamu akan khawatir"
"Mereka tidak akan khawatir, mereka memiliki Xiao Jiao. Ayah dan Ibu sudah tidak menginginkan aku lagi"
"Xiao Jiao?"
"Em, adikku Ling Jiao. Dia sangat jelek seperti monyet tapi Ayah dan Ibu sangat menyukainya" Imbuh Ling Chu dengan mata sedikit berair.
Tangan kecil itu menggenggam erat sudut jas hujan. Sesekali mengusap air yang mengaburkan pandangannya, "Mereka akan marah jika aku bilang Xiao Jiao seperti monyet"
Tanpa sadar Guo Chen melengkungkan bibirnya. Remaja itu tersenyum kecil saat tahu permasalahan yang sebenarnya. Gadis itu cemburu pada adiknya yang baru lahir.
Ling Chu kecil terus berceloteh, tidak bisa diam. Ia bercerita betapa menderita dirinya setelah Xiao Jiao lahir.
Sesekali Guo Chen, pria yang selalu dingin dan acuh tak acuh akan tersenyum mendengar keluhan kekanakan Ling Chu.
Ketika Guo Chen menggendong gadis itu di punggung. Kaki kecil yang gemuk terus bergoyang di udara.
Pemandangan tak biasa ini menarik perhatian pejalan kaki, mereka merasa kasihan dan lucu pada remaja kurus dengan luka lebam menggendong anak kecil di tengah hujan. Seseorang yang prihatin memberi payung untuk mereka gunakan.
Sembari membawa tanda pengenal berbentuk hati, Guo Chen menanyakan alamat rumah gadis yang tersesat.
Tiba di pintu gerbang umah berlantai dua. Guo Chen menurunkan Ling Chu dari punggungnya.
Dengan mata berair Ling Chu memegangi tas ransel Guo Chen.
Guo Chen bisa saja melepaskan pegangan Ling Chu. Secara fisik, dia lebih kuat dari anak berusia empat lima tahun. Tapi Guo Chen tidak melakukannya, dia takut melukai tangan kecil yang lembut itu.
Tak!
Ling Chu kecil menarik tas terlalu keras. Rantai tua dari gantungan kunci berbentuk kucing memakan ikan di mulut, putus.
Tahu bahwa dia melakukan kesalahan, Ling Chu mendekap erat pinggang Guo Chen sambil berteriak meminta maaf. Ia mengusap wajah bulatnya pada seragam kotor Guo Chen sampai hidung kecilnya memerah.
Guo Chen mengusap kepala kecil untuk menghiburnya. Dia tidak mengambil gantungan kunci itu, membiarkan gadis itu menyimpannya sebagai janji akan menemui Ling Chu.
Kenyataannya mereka tidak akan bertemu lagi, misi tidak menyebutkan 'Guo Chen bertemu gadis kecil di taman'.
Ini adalah akhir dari pertemuan singkat mereka.
Guo Chen takkan lupa hari dimana ia bertemu 'karakter' yang menarik dan.. sedikit menggemaskan.
.
.
.
Dalam pasar traditional, seorang pemuda mengenakan setelan dan topi hitam berlari kencang, menabrak para pejalan kaki.
Pemuda itu menekan kalungnya, layar biru muncul mengikuti ia berlari. Navigasi menunjukkan panah merah telah jauh dari lokasinya.
Mata phoenix tertuju pada sela gang kecil. Untuk berjaga-jaga, dia harus bersembunyi sementara waktu. Fisik di dunia ini lebih lemah dari dunia asli, dia beristirahat untuk memulihkan tenaga.
Dalam novel, diceritakan dia akan sekarat di gang sempit menuju perumahan. Dengan langkah berat, Guo Chen masuk ke dalam gang. Di pertengahan jalan, ada pekarangan terbuka warga.
Awan menggelap, tanpa peringatan hujan turun deras membasahi Guo Chen. Ia memutuskan beristirahat di pekarangan rumah tersebut.
Setelah ancaman menghilang adrenalin dalam tubuhnya menurun. Memicu rasa sakit yang sedari tadi ia tahan. Luka-luka Guo Chen berasal dari perkelahian menyelamatkan protagonis wanita yang disandera musuh.
Bersandar pada tembok Guo Chen hanya menghitung waktu. Menunggu protagonis pria membawa protagonis wanita ke tempat yang aman lalu datang untuk mencari dirinya.
Tap!
Tap!
Tap!
Langkah kaki lambat dan ringan terdengar dari ujung gang. Mata phoenix menyipit waspada, protagonis pria akan datang padanya saat menjelang tengah malam, bukan sore hari.
Guo Chen memasukkan tangan dalam sakunya, dia bersiap melempar pisau ke lawan yang muncul kapan saja.
Dari balik tembok, sosok remaja perempuan berjalan melewati gang sambil memegang erat tas selempangnya. Ia sedikit menunduk, menghilangkan hawa keberadaannya.
Iris Guo Chen melebar melihat gantungan kunci tua yang sangat familiar. Ingatan akan sosok kecil yang lucu dan tak tahu malu tersegarkan dalam benak Guo Chen.
"Ling Chu.."
Remaja perempuan itu memiliki pendengaran yang baik. Ia berhenti melangkah dan menoleh pada Guo Chen yang menggumamkan namanya. Merapikan rambut basah yang menutupi pandangannya. Ia bertanya dengan ragu-ragu, "Apakah anda mengenalku?"
Wajah tertegun Guo Chen tertangkap jelas di mata Ling Chu. Detik berikutnya pria itu terdiam, menutup matanya sambil mengerutkan alis.
Disaat genting, kepala Guo Chen mendadak pusing hingga penglihatan mengabur. Sosok Ling Chu menjadi bayangan berombak. Tubuhnya memaksa Guo Chen kehilangan kesadaran akibat luka dan kelelahan fisik.
Sensasi hangat menyentuh wajah Guo Chen, ia mencoba membuka kelopak mata yang berat. Sesuatu yang hangat menekan matanya. Suara halus berkata dengan nada tegas, "Jangan paksakan dirimu, istirahatlah"
Ketika Guo Chen bangun, ia sudah berada di bangsal rumah sakit. Protagonis pria mengatakan seseorang merawat telah merawatnya. Yang tersisa hanya jaket berukuran remaja dan sapu tangan setengah basah bertuliskan nama seseorang.
Sistem memiliki mata ketiga pada setiap host. Menyalakan layar, Guo Chen memutar ulang video.
Seorang remaja berseragam SMP merawat Guo Chen, mengusap wajahnya dengan saputangan. Sebelum pergi, remaja itu meninggalkan sebungkus roti dan botol mineral disamping Guo Chen. Di seragam dada kiri gadis itu tertulis nama 'Ling Chu'.
Guo Chen : "....." Benar, itu pasti kamu.
Detak jantung yang sudah lama tak bergejolak, membara seperti disiram bahan bakar. Guo Chen tidak tahu apa perasaan ini, yang jelas dia tidak bisa mengendalikan dirinya untuk mencari tahu semua tentang Ling Chu.
Hari itu anak bernama Ling Chu telah membuka cela di hati Guo Chen. Tanpa sadar Guo Chen mengakui keberadaan Ling Chu secara nyata.
Mereka di takdir untuk bertemu satu sama lain dengan cara yang tidak romantis.