Gedung perkotaan tinggi, terdapat restoran kelas atas yang terkenal di kunjungi selebritis dan politikus.
Dalam ruang VIP khusus, seorang wanita mengenakan gaun merah delima sedang minum sendirian di meja bundar tanpa adanya makanan.
Ling Yao menenggak wine dalam gelasnya, dengan kasar membersihkan sisa anggur yang turun dari sudut bibirnya. Ia geram, menggertakkan gigi saat membaca surat yang dikirimkan anak buahnya.
Bajingan bodoh itu mati sebelum menyelesaikan tugasnya. Sungguh tidak berguna, seharusnya ia menyewa orang profesional bukan anak serampangan seperti Kang Luo. Uang yang ia berikan ke Kang Luo terbuang sia-sia.
"Dengan arogannya menarik Ling Chu ke gym di depan banyak orang? Ck, dasar otak udang. Pantas saja ayahnya ingin membuang dia ke kota kecil" Gerutu Ling Yao dengan wajah mabuk.
Dia mengambil sendok, memukul ujung sendok ke botol wine. Dentingan nyaring terdengar oleh pramusaji. Pria jangkung yang tampan muncul, menunduk hormat pada Ling Yao.
"Bakar surat itu. Jangan tinggalkan jejak" Ujar Ling Yao melempar surat ke tanah. Dia duduk bersandar pada kursi. Tiba-tiba ide muncul di kepala, Ling Yao ingin memuji betapa cerdas otaknya.
Sebelum pramusaji pergi membakar surat ke kotak besi berisi arang panas, Ling Yao bersandar malas memberi perintah, "Temukan kelinci sekarat yang ingin mati demi uang"
Pramusaji itu menoleh, menatap Ling Yao dalam diam. Pria itu tak memiliki ekspresi di wajahnya membuat sulit ditebak. Dan Ling Yao sangat menyukai sikap acuh tak acuh pria jangkung ini. Dia merasa seperti sedang bersama Guo Chen.
"Kamu bisa menemukannya untukku, bukan?" Mata rubah Ling Yao memandang pria itu dengan tatapan menggoda. Dia berjalan mendekati pramusaji, menurunkan pakaian atasnya untuk memamerkan seluk tubuhnya. Buah dada bulat nan putih menonjol di bawah mata pria itu.
Ling Yao menjatuhkan beratnya pada pria itu, menempelkan payudara sambil mencium dan mengigit jakun pria itu, "Aku akan memberimu imbalan yang setara"
Tiba-tiba pria itu menarik dan mendudukkan Ling Yao ke meja makan luas. Dia balas mencium di tulang selangka tipis sebagai tanda menyetujui permintaan berdarah Ling Yao, "Aku ingin uang dimuka"
"Tak masalah~" Kata Ling Yao dengan puas merebahkan tubuhnya di meja makan yang luas dan kosong. Wanita itu menatap centil pria yang jatuh dalam godaannya.
.
.
.
"Halo, Kakak Shu dimana toko yang kamu bilang?" Tanya Ling Chu berkeliling sekitar jalan. Ia kebingungan mencari toko roti yang dimaksud Jiang Shu. Roti melon dan roti ubi yang dibawa Jiang Shu benar-benar lezat dan cocok dengan selera Ling Chu.
"Ha.. Coba tanyakan pengunjung di sana" Kata Guo Yan menyela telepon Jiang Shu.
"Eh, Xiao Yan? Kamu bersama Kakak Shu? Tumben sekali"
"Haha, Guo Yan mengajak hangout di cafe X" Balas Jiang Shu.
"Oh.." Ling Chu ingat Guo Chen berkata akan bertemu dengan Jiang Shu dan Jiang Mu hari ini, "Apa Kakak Chen ada di sana?"
Jiang Shu tersenyum kecut, ia menggelengkan kepala, "Belum, dia bilang menyusulmu ke toko roti sebelum kemari"
Tak berlangsung lama Ling Chu menatap sosok jangkung di seberang jalan sedang sibuk berbicara dengan seseorang di telepon.
"Aku baru saja melihat Kakak Chen. Sampai jumpa lagi Kakak Shu" Kata Ling Chu.
"Em, bersenang-senanglah" Balas Jiang Shu sebelum menutup panggilan.
Ling Chu tersenyum kemudian melambaikan tangan pada Guo Chen di kejauhan. Dengan bahasa mulut dan isyarat, Ling Chu berkata 'Aku akan ke sana'
Ingin bergerak mendatangi Guo Chen, pria itu mengisyaratkan Ling Chu berhenti. Guo Chen mematikan ponsel dan segera menyebrang ke tempat Ling Chu.
"Kenapa tidak bilang datang kemari?" Tanya Ling Chu merangkul tangan Guo Chen.
"Aku ingin mengejutkanmu tapi aku sudah ketahuan"
"Ya, Kakak Shu memberitahuku"
"Dia menelponmu?" Tanya Guo Chen dengan nada cemburu.
Ling Chu berpura-pura tak melihat kecemburuan Guo Chen dan menjawab senormal mungkin, "Tidak, aku yang menelponnya"
"Kenapa?"
"Aku menanyakan di mana toko roti itu" Kata Ling Chu menunjukkan foto toko di ponselnya.
Guo Chen mengangkat alisnya, "Kamu tidak bisa menemukannya?"
"Ya, aku sudah memutari jalan ini dua kali" Keluh Ling Chu.
Guo Chen memutar tubuh Ling Chu, mendorongnya ke dalam gang besar yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. Pria itu menunjuk reklame nama toko roti yang Ling Chu cari.
"Haha, kamu menemukannya" Kata Ling Chu tak percaya. Dari tadi ia berkeliling dengan sia-sia.
Guo Chen terkekeh, mengusap rambut Ling Chu yang berantakan oleh angin, "Lain kali, lebih teliti"
Ling Chu mengangguk seperti itik kecil, dia mengikuti ibu itik ke dalam toko roti. Membeli dua jenis roti dengan jumlah masing-masing tiga. Dia menyerahkan empat roti pada Guo Chen, "Kakak Chen, berikan ini pada Xiao Yan dan lainnya"
Guo Chen mengangguk, ia menggandeng Ling Chu memesan makanan di kasir.
"Bukankah nanti Kakak pergi makan dengan lainnya" Bisik Ling Chu di telinga Guo Chen.
"Mereka hanya mengajakku minum-minum. Aku ingin makan berdua denganmu" Guo Chen melilit pinggang Ling Chu, menempelkan dahinya pada rambut cokelat beraroma susu, "Sudah seminggu kita tidak bertemu"
Mendapat ungkapan mesra Guo Chen, Ling Chu tersipu. Dia menepuk pipinya untuk menahan senyum lebar, "Ehm, Baiklah, aku ingin sandwich"
Duduk di meja menunggu makanan datang, Ling Chu yang bosan mengetuk meja. Ponsel Ling Chu tiba-tiba menyala, kontak yang ia blokir masih bisa mengirim pesan padanya.
Melihat Ling Chu mengerut tak nyaman, Guo Chen bertanya, "Ada apa?"
"..Penatua Guo mengirim pesan ingin bertemu denganku. Setiap kali bertemu dia hanya akan memarahiku, memintaku menjauh darimu" Kata Ling Chu yang cemberut mengingat hari sebelum dia memblokir nomor Penatua Guo.
Pria tua itu membanting tongkatnya dengan kesal dan mengutuk Ling Chu, 'Kamu! Jangan pikir Pria tua ini merestui hubungan kalian. Tanpa restuku hubungan kalian hanya akan mati! Tidak ada kebahagiaan dalam hidupmu!'
Guo Chen mengusap pipi Ling Chu, "Jangan dipikirkan, kamu tidak perlu bertemu dengan Kakek lagi. Biarkan aku yang menghadapinya"
"..Biarkan kamu dipukuli sampai babak belur?" Tanya Ling Chu mengejek pemikiran Guo Chen yang bisa menghadapi Kakeknya.
Guo Chen terkekeh sambil mengusap kepala Ling Chu, "Jangan khawatir. Itu tidak akan terjadi lagi"
Setelah makan bersama, Guo Chen menerima panggilan darurat asisten Huan. Ling Chu yang tak ingin menunda waktu Guo Chen membawanya ke depan mobil keluarga Ling.
"Kakak Chen, ayo masuk" Ling Chu menarik Guo Chen duduk. Ia berniat mengantar Guo Chen ke kantor.
Guo Chen duduk, merapikan jasnya. Ia menemukan pria tua yang selalu mengantar Ling Chu digantikan pemuda kurus yang pendiam, "Dimana Paman Wen?"
"Ah, Paman Wen pulang desa. Sementara Ayah menyewa supir lain untukku. Dia tampak pemalu dan sedikit ceroboh tapi dia sangat baik"
Sudut mulut Guo Chen naik sedikit, mata pheonixnya melirik tajam pada sopir pengganti. Aura mendominasi Guo Chen membuat pria itu berkeringat dingin.
"Kakak Chen, berhenti menatapnya seperti itu" Ujar Ling Chu memukul pelan lengan Guo Chen. Ling Chu berbalik pada supir dan berkata, "Kamu masih ingat perusahaan XX? Tolong cepat antar kami ke sana, Kakak Chen sedang terburu-buru"
"B-baik Nona" Pemuda itu sedikit gelagapan dipantau oleh Guo Chen.
Ding!
Suara notifikasi pesan muncul di ponsel Ling Chu.
'Sayang, sudahkah kamu membeli pesanan ibu?'
Ling Chu hampir melupakan pesanan Ibunya. Membeli bibit bunga di toko langganan Ibu Ling yang kebetulan setengah kilometer dari lokasi mereka saat ini.
'Iya Bu, aku sudah membawanya' kata Ling Chu yang bohongi untuk menghindari omelan Ibu Ling.
'Baik, terima kasih sayang. Nanti Ibu akan mengganti uangmu'
Mobil berjalan, Ling Chu menunjuk toko bunga di depan mereka, "Tolong berhenti, aku akan membeli bibit bunga Ibuku dulu"
Sopir itu menoleh ragu pada Ling Chu kemudian melihat Guo Chen, "T-tapi Nona bilang Tuan sedang terburu-buru?"
"Ah, kamu benar-"
"Tidak apa, ini bukanlah masalah besar"
Perkataan Guo Chen memaksa supir parkir di pinggir jalan raya. Ia menggertakkan gigi melihat target keluar dari mobil. Dia harus segera membawa gadis itu tepat waktu atau uang yang dijanjikan akan pergi.
"Siapa kamu?" Nada rendah menusuk telinga, dengan kuat mengintimidasi lawan bicaranya.
"A-aku, aku- supir sewaan"
"Penampilanmu yang acak-acakan dan tidak memiliki sikap profesionalitas. Tidak mungkin Paman Ling membiarkanmu menjadi supir anaknya?" Kata Guo Chen melirik kembali penampilan sopir itu, "Katakan.. Siapa yang menyuruhmu?"
Pemuda itu terduduk kaku, keringat dingin bercucuran. Matanya bergejolak hebat dengan panik memegang erat setir mobil. Dia kebingungan saat Guo Chen mengetahui identitasnya memiliki tujuan terselubung pada Ling Chu.
"A-anda salah paham! A-aku benar-benar so-sopir sewaan!" Elak supir itu menunduk ketakutan
Guo Chen memicingkan mata, gelagat supir yang mencurigakan ini, meyakinkan Guo Chen sesuatu akan terjadi pada Ling Chu.
Pip-pip! Pip-pip!
Suara alarm keras dari ponsel, mengagetkan pemuda itu dan Guo Chen. Pemuda itu menggertakkan gigi, dia sudah tidak bisa melewati waktu yang ditentukan. Karena tidak bisa membawa target utama, seharusnya tidak masalah membawa pengganti.
Tiba-tiba pintu mobil terkunci, ia berteriak pada Guo Chen seolah mengutuknya, "J-jangan salahkan aku! Aku tidak mau menyeretmu, k-kamulah yang ikut campur urusanku!"
Ling Chu berjalan mendekati toko tapi suara kendaraan yang kencang menarik perhatian Ling Chu. Ia melihat mobil yang baru saja mereka tumpangi menerobos menuju tengah jalan.
Dari arah berlawanan, mobil sport putih dengan kecepatan tinggi, bergerak ugal-ugal dan menabrak tepat di depan mobil Ling Chu.
BOOM!
Tabrakan besar terjadi, mobil yang Guo Chen tumpangi ringsek. Bagian depan hancur total bahkan api muncul mulai memakan badan mobil.
Ling Chu mematung seolah jiwanya tersedot keluar dari tubuh, "Guo Chen-"
Cahaya kalung ruby berkedip terang di tangannya, Ling Chu menyadari sudah duduk selama empat jam di koridor ruang operasi.
Guo Yan, Jiang Shu, Jiang Mu dan Orang tua Guo duduk tak jauh darinya.
"Nak, kamu pasti lelah. Bibi sudah menelepon Ayah dan Ibumu. Sebentar lagi mereka akan tiba" Kata Ibu Guo mengelus pundak Ling Chu. Ibu Guo mengisyaratkan Ayah Guo untuk berbicara.
"Kamu kembalilah, sisanya serahkan pada kami" Kata Ayah Guo pada Ling Chu, "Semua baik-baik saja"
"Paman.. Bibi.. Maafkan aku" Matanya memerah, Ling Chu sudah menangis sangat lama sampai tidak bisa mengeluarkan air mata lagi.
Ayah Guo tidak mengatakan apapun, Ibu Guo tersenyum masam tanpa berkomentar apapun.
Ayah Ling dan Ibu Ling membawa Ling Chu yang lemas kembali ke kediaman Ling untuk beristirahat.
Ibu Ling tak sanggup memandangi putrinya yang tak berdaya seperti ini. Namun ia memutuskan untuk diam kar'na ucapannya sekarang, tak terlalu berguna untuk menenangkan gejolak besar hati Ling Chu.
Merebahkan diri di kasur, Ling Chu memandangi layar redup milik sistem. Jika salah satu protagonis dunia mati, keseimbangan dunia hancur. Sistem tak mampu mengolah dunia, akan secara paksa menarik jiwa Ling Chu keluar dan pergi ke dunia selanjutnya.
Progress bar maju menjadi 90℅, kecelakaan yang dialami Guo Chen mempercepat progres tapi nyawa pria itu dan dunia novel ini terancam.
Ling Chu menyesal megajak Guo Chen naik ke mobilnya. Jika ia tidak menawarkan tumpangan di mobilnya, Guo Chen tidak akan mengalami kecelakaan.
Ling Chu menggenggam erat kalungnya. Berdoa pada Tuhan, Guo Chen bisa segera sadar.
Di tempat yang jauh, tak diketahui sembarang orang. Seorang wanita berbaring malas di kasur luas bersama pasangannya.
"Hehehe rencanaku gagal tapi aku berhasil menghancurkan mentalnya" Kata wanita itu sambil mengetukkan kuku lentiknya di layar ponsel.
Sosok Ling Chu yang meringkuk menyedihkan membuat Ling Yao sangat terhibur. Dia tak bersedih sama sekali saat melibatkan nyawa Guo Chen dalam kecelakaan ini. Sepertinya hanya ada kebencian untuk Guo Chen.
"Rencananya tak sesuai keinginanmu" Kata sosok pria yang sebelumnya menyamar sebagai pramusaji. Tangannya yang besar dengan lembut memijat pinggang Ling Yao kemudian menarik tubuh wanita itu dalam pelukannya.
"Tidak masalah~" Kata Ling Yao memeluk pria itu dan bersandar pada dada telanjang pria itu, "Aku dengar, mental seseorang yang rusak bisa membunuhnya secara perlahan"
"..kamu benar-benar saudara yang kejam" Kata pria itu dengan jujur.
"Tapi kamu menyukaiku, bukan?" Balas Ling Yao menusuk dada pria itu, mata rubahnya tampak cantik dan centil saat bertabrakan dengan mata hitam pria itu.
"Ya, aku suka kegilaanmu" Kata pria itu melanjutkan apa yang tadi mereka tinggalkan.