Ling Chu kembali ke apartemen, meletakkan tasnya sembarangan. Dia menyandarkan punggung ke sofa sebelum mencari makanan di kulkas.
Seharian memikirkan hal-hal negatif membuat Ling Chu letih secara mental. Dia mengambil makanan kemudian menyetel tv dengan volume keras.
"Ling Chu! Apa kau tuli?! Kecilkan suaranya!" Teriak Ling Yao dari kamar.
"Kau'kan mau pergi sama Guo Chen" Balas Ling Chu tidak mempedulikan Ling Yao.
"Kecilkan suaranya!" Bentak Ling Yao keluar dari kamar menghampiri Ling Chu.
Ling Chu memutar matanya, dia mengulangi apa yang baru saja dia katakan, "Kamu'kan mau pergi sama Guo Chen"
Ling Yao mengernyit, "Aku akan keluar dengan Xiao Chen?"
"Kakak Chen menunggumu di bawah"
"Apa? Xiao Chen menungguku? Dia baru saja mengantarku pulang" Ling Yao memicingkan mata rubahnya, dia berkata dengan curiga, "Jangan coba-coba menipuku"
Belum sempat merespon, Ling Yao berlari keluar untuk menemui Guo Chen di bawah.
Ling Chu linglung menyadari Guo Chen telah berbohong lagi. Penipu itu mencoba mengajaknya pergi berduaan.
Sesaat Ling Chu menggigil, dia mengambil tasnya kembali ke ke kamar untuk memperoleh kenyamanan di lingkupnya sendiri.
Dia menyalakan air panas untuk berendam sejenak menghangatkan tubuhnya yang tegang.
Lima menit kemudian suara pintu apartemen terbanting. Peredam apartemen sangatlah baik namun tidak bisa menutupi bunyi bantingan Ling Yao.
Dok! Dok! Dok!
"Ling Chu, bajingan! Kamu menipuku! Guo Chen sudah pulang dari tadi!" Teriak Ling Yao menggedor kamar Ling Chu.
"Aku tidak berbohong. Tunanganmu yang menipumu" kata Ling Chu yang malas berteriak.
Tentu saja apa yang dia katakan tidak akan terdengar oleh Ling Yao yang berada di luar kamar.
Tidak mendapat tanggapan, Ling Yao memasuki kamar dengan punggung gemetar. Dia kesal tidak bisa melampiaskan kekesalannya.
Ling Yao bersumpah akan membalas Ling Chu. Dia menyeringai hampir lupa masalah besar akan menimpa Ling Chu.
Dìa tertawa geli, membayangkan wajah bau Ling Chu yang sudah lama tidak ia lihat.
"Mari kita tunggu"
.
.
.
Ujian Sekolah telah tiba, Ling Chu duduk di bangku. Beberapa murid terlihat tegang hingga ada yang keringat dingin merasa kurang belajar.
"Baik, kalian bisa buka lembar soalnya. Waktu dua jam, dimulai dari sekarang. Good luck everyone"
Mengatur nafas Ling Chu mengambil pena, membuka soal ujian mulai membaca soal.
Setiap butir soal ia baca dengan teliti meski 'Ling Chu' memiliki IQ yang tinggi, Ling Chu tetap mengerjakan dengan hati-hati dan teratur.
Tak terasa dua jam telah berlalu, murid paling belakang mengumpulkan soal dan jawaban murid di depannya.
Ekspresi kelelahan murid lain tidak menginfeksi suasana lega hati Ling Chu. Dia bersyukur menjawab soal-soal tersebut dengan lancar.
Ling Chu yakin semester ini, ia akan masuk dalam sepuluh besar.
Selama periode ujian sekolah, tidak ada yang mengganggunya. Baik itu kedua protagonis, antagonis ataupun karakter lainnya.
Ling Chu menjalani kehidupan sekolah dengan tenang layaknya siswa sekolah biasa.
'Akhirnya selesai!' Teriak Ling Chu dalam hati. Ia mengangkat kedua tangan sambil merenggangkan pinggang.
"Ling Chu" seorang memanggil Ling Chu, ia adalah Gun Pei. Pemuda yang mengajaknya berdansa.
Gun Pei mengatakan Ayah Gun menyuruhnya mengajak Ling Chu berdansa. Ajakan dansa itu tidak sungguh-sungguh dari keinginannya.
Setelah perjamuan ulang tahun Ibu Ling, Gun Pei secara aktif berbicara dengan Ling Chu di kelas.
Awalnya Ling Chu sedikit kaku saat berbincang bersama Gun Pei. Berkat persiapan ujian dimana Gun Pei menjadi partner belajarnya, secara bertahap ia terbiasa dengan keberadaan Gun Pei.
Sekarang hari-hari Ling Chu di sekolah tidaklah monoton. Dia memiliki teman sekelas yang bisa dia ajak berbicara.
"Oh, Gun Pei" sapa Ling Chu.
"Ujian terakhir cukup sulit, aku tidak bisa menyelesaikan nomer 37 sama sekali" keluh Gun Pei sambil menunjuk ke soal yang belum ia pecahkan.
"Ah, soal itu jebakan. Kamu seharusnya menggunakan rumus X" kata Ling Chu mengepak barang-barangnya ke dalam tas, "Nanti akan kuajari"
"Oke, bantu aku menjawab beberapa soal lainnya" kata Gun Pei dengan antusias menunjuk beberapa soal yang ia lingkari.
Ling Chu mengangguk, menyelempangkan tas sekolah. Dia menepuk perutnya yang sudah keroncongan.
"Baiklah, cepat bereskan barangmu. Aku ingin makan sesuatu sebelum mengajarimu"
Gun Pei mengangguk setuju, ia segera mengepak isi tasnya. Menyusul Ling Chu yang berdiri di pintu kelas, "Mau makan di mana? Akan kutraktir"
"Terima kasih" Ling Chu menepuk pundak Gun Pei, "Aku ingin makan burger di cafe baru sebrang sekolah"
"Baik, ayo ke sana"
Mereka berjalan menuruni tangga, tiba-tiba perut Gun Pei kesakitan. Terpaksa pergi ke toilet meninggalkan Ling Chu seorang diri.
Ling Chu menghela nafas, mengambil ponsel bersiap memainkan game DG. Dia tidak ingin melamun menunggu Gun Pei buang air besar.
Kurang dari setengah jam, Gun Pei kembali dengan murung.
"Ada apa? Perutmu masih sakit?" tanya Ling Chu penasaran.
Gun Pei menggelengkan kepala, dia menyesuaikan ekspresinya, "Bukan apa-apa"
Ling Chu tidak bertanya lebih lanjut, mereka pergi makan burger kemudian Ling Chu mengajari Gun Pei sesuai kesepakatan awal.
"Gun Pei, apa kamu mendengarkanku?" Ling Chu melambaikan tangan kanannya di depan wajah Gun Pei yang melamun.
"Jika kamu tidak bisa fokus, lebih baik tidak usah diteruskan" kata Ling Chu sedikit jengkel.
"Ah, maaf Ling Chu. Ada yang mengganggu pikiranku" kata Gun Pei mengacak-acak rambutnya.
"Aku bisa melihatnya" balas Ling Chu dengan ketus.
Dia menunggu Gun Pei mengatakan apa yang ada dalan pikirannya. Namun Gun Pei tidak mengatakan apapun sampai Ling Chu menghela nafas, bosan menunggu Gun Pei berbicara.
"Sepertinya tidak ada yang perlu kita lakukan. Lebih baik kamu kembali selesaikan masalahmu" ucap Ling Chu memberi saran.
Gun Pei menyentuh hidungnya sedikit malu,"Ini bukan masalahku tapi temanku"
"Oh" Ling Chu mengangguk beberapa kali kemudian berkata "Kalau begitu temui saja temanmu sekarang. Kamu pasti sangat mengkhawatirkan dia"
"Aku mengkhawatirkannya?" kata Gun Pei mengerutkan dahi. Ekspresi wajahnya terlihat konyol seperti tidak tahu apa yang terjadi.
"Bukankah begitu? Kamu tidak fokus belajar karena terus memikirkan temanmu yang dalam masalah" kata Ling Chu membenarkan ucapannya.
Ekspresi Gun Pei berubah, dia terbelalak kaget seolah tak percaya, "Oh, kamu benar"
Ling Chu geli dengan reaksi Gun Pei, dia terpaksa mengakhiri pertemuan mereka. Dia tidak tertarik ikut campur urusan orang lain.
Pelajaran dilakukan seperti biasa. Sambil menunggu hasil ujian kemarin, pengajar segera meneruskan materi persiapan ujian nasional.
Beberapa hari ini Gun Pei selalu pergi terlebih dahulu. Ling Chu tidak tahu siapa teman yang dimaksud Gun Pei, dia berharap masalah temannya segera terselesaikan.
"Adakah murid bernama Ling Chu? Dia dipanggil Ibu Tang" panggil murid lain dari pintu kelas.
"Ini aku, ada apa?" Tanya Ling Chu menghampirinya.
"Aku tidak tahu. Aku hanya diminta memanggilmu ke ruang kepala sekolah" kata murid itu.
"Aku mengerti. Terima kasih"
Ling Chu pergi keruangan Ibu Tang, dia melihat lembar jawaban dengan buku raport yang tertata rapi di meja.
"Selamat siang Ling Chu, kamu sudah datang" Ibu Ling meminta Ling Chu duduk.
"Selamat siang Ibu Tang" Tanya Ling Chu keheranan.
"Ada sesuatu yang ingin Ibu tunjukkan padamu"
Ibu Tang memberi jawaban kertas ujian yang dikerjakan oleh Ling Chu.
Betapa kagetnya Ling Chu menemukan kertas jawabannya memiliki semua jawaban yang salah.
"Bu, ini bukan milik saya" elak Ling Chu yang panik.
"Ibu juga berpikir seperti itu. Ibu sudah melihat rapotmu dan semuanya memiliki nilai yang baik" kata Ibu Tang sambil membanding nilai rapot Ling Chu semester lalu.
"Tapi.. seperti yang kamu lihat, semua jawaban ini adalah tulisan tanganmu" Ibu Tang mengatakan kebenaran yang sulit di elak.
Ling Chu tidak pernah berpikir, suatu hari nanti ada yang menyabotase hasil ujiannya. Tujuannya sangat jelas yaitu menjatuhkan nilai akademis Ling Chu.
"Bu, seseorang mencoba memalsukan jawaban saya" kata Ling Chu sambil menggigit bibir, "Ini bukan tulisan tangan saya tapi mirip dengan milik saya"
"..Sulit mengatakan kebenarannya dengan kertas jawaban berisi persis tulisan tanganmu. Ibu akan berusaha menemukan siapa pelakunya" kata Ibu Tang mencoba menghibur Ling Chu.
"Baik Bu, saya harap bisa secepat mungkin menemukan mereka" kata Ling Chu dengan getir.
Ibu Tang mengangguk lalu berkata "Ibu akan menghubungi orang tuamu, memberitahukan apa yang terjadi pada hari ini"
"..Ibu tidak perlu menghubungi orang tua saya. Saya akan memberitahu mereka nanti"
"Baik, Ibu mengerti. Kamu bisa kembali ke kelas"
Ling Chu mengangguk, kembali ke kelas dengan murung. Beberapa murid yang tahu Ling Chu dipanggil oleh kepala sekolah mulai bergosip.
Sampai istirahat kedua ini, banyak murid yang membahas Ling Chu.
Gun Pei melirik mereka yang asik bergosip. Dia memanggil nama Ling Chu dengan keras membuat mereka panik.
Gun Pei : "Ling Chu, kenapa kamu cemberut?"
Ling Chu : "Tidak, aku tidak cemberut"
Gun Pei : "Tapi bibirmu menekuk seperti bebek"
Ling Chu : "...."
Gun Pei : "haha.. aku bercanda"
Ling Chu : "Tidak lucu"
Gun Pei menggaruk kepalanya, "Maaf, lalu kenapa Ibu Tang memanggilmu?"
"Seseorang menyabotase hasil jawabanku" kata Ling Chu dengan suara rendah yang hanya bisa didengar oleh keduanya.
Gun Pei terkejut, dia membalas dengan suara rendah, "Bagaimana bisa?"
"Dia memalsukan tulisanku dan memilih semua jawaban yang salah" Ling Chu menutupi wajahnya, air menggenang dalam matanya.
"Yang membuatku kesal, tulisannya sangat mirip denganku. Sekilas aku seperti sengaja membuat nilaiku hancur"
Gun Pei terdiam, matanya sedikit meredup. Dengan tegas berkata "Aku akan membantumu menemukan orang itu"
"Terima kasih Gun Pei" ucap Ling Chu dengan tulus. Hatinya yang gusar sedikit tenang oleh penghiburan Gun Pei.
Ling Chu kembali ke sekolah dengan murung, dia bahkan tidak merespon pesan Guo Yan dan Jiang Shu.
Malam ini dia memutuskan tidur seperti kucing yang malas. Namun Ling Chu tidak bisa tidur sama sekali, tubuhnya meringkuk membentuk gumpalan besar dalam selimut.
Punggung Ling Chu gemetar hebat, tanpa sadar ia menangis sesenggukan. Ling Chu menggigit bibirnya sambil mengelap air mata yang tidak henti-hentinya mengalir.
Ling Chu tidak mengerti kenapa seseorang mencoba mengacaukan hidupnya.
Dunia ini bagian novel XXXXX tapi apa yang dialami Ling Chu sekarang benar-benar nyata untuknya.
Dia tidak bisa membohongi dirinya bahwa kejadian ini adalah masalah sepele. Ling Chu sakit hati dengan mereka yang merusak hasil kerja kerasnya.
Jika dia tidak bisa menemukan pelakunya, semua kertas jawaban palsu itu akan dianggap benar.
Dengan nilai nol seluruh mata pelajaran, bisa-bisa dia tidak lulus sekolah tahun ini.
Hal inilah yang membuat Ling Chu frustasi dan menangis terseduh-seduh hingga membentuk danau kecil di bantal.