"i i iya pa...???
Tampak wajah Papa dilayar sangat tampan penuh wibawa duduk dimeja kerjanya...Pria berkharisma dengan rambutnya yang lebat tertata rapi. Aku benar-benar terpesona dengan performa papa dilayar ponsel. Dan aku, harus berpura-pura menutupi bagian tubuh sensitif ku, dengan satu tangan sedapat yang ku tutupi. Tapi ya tentu saja masih tampak membulat jelas.
Papa tak bicara sepatah kata pun...aura wajahnya datar, tidak marah dan tidak senyum...dan aku masih dalam posisi seakan-akan takut dan malu, padahal hatiku sengaja memperlihatkan pada Papa.
"ma ma maaf Pa...Winda, Winda lagi ganti pakaian..."
Ucapku ketakutan, dan kali ini aku benar-benar takut dan aku tidak berani melihat wajah Papa yang ada dilayar ponsel. Aku takut karena Papa tak bereaksi, dan tak ada mengatakan apapun.
Kira-kira 20 detik kemudian:
"Ya sudah...ganti pakaian dulu dan jangan lupa makan siang"
"Baik Pa..."
Jawabku, lalu beberapa detik kemudian Papa menutup pembicaraan Videocall.
"Brerrrrrrrr..."
Napas Ku lega, rencanaku telah berjalan, yang pasti sekarang aku harus bisa mencuri perhatian Papa, secara sengaja maupun tidak sengaja.
Lalu sekitar pukul tiga sore si wanita iblis pulang ke rumah tapi tak sendiri, bersama dengan mobil yang lain, dari mobil yang berwarna hitam itu keluar sepasang suami istri yang usianya masih terbilang muda tapi berpenampilan modis.
Dan setelah mereka masuk kedalam rumah, barulah aku mengerti, kalo ternyata mereka adalah orang yang akan membeli rumah ini. Si wanita iblis ini ternyata sibuk mencari pembeli rumah agar Papa menggantinya dengan rumah yang lebih mahal, dan atas nama si wanita iblas ini pastinya.
Tepat pukul 07:30 malam... Papa pulang ke rumah, dan disana di teras rumah telah berdiri istri mudanya menyambut kedatangan Papa. Semua itu tidak lebih dari sekedar cari perhatian Papa.
Aku berpura-pura mencari sesuatu dalam kulkas di dapur...aku sengaja keluar kamar agar Papa melihatku. Aku ingin tau bagaimana reaksi Papa padaku malam ini, setelah aku melayangkan photo yang tak biasa padanya siang tadi. Juga setelah melihat tubuh polos ku saat panggilan Videocall.
Tapi tampaknya Papa terlihat terburu-buru membawa si wanita jalang langsung masuk kamar dan menutup pintu. Aku tau Papa memang tipe pria yang berlibido tinggi...
Tapi setelah 5 menit kemudian saat aku baru saja akan menutup pintu kamarku, terdengar suara pertengkaran antara Papa dan istri mudanya. Suara wanita itu melengking seperti membentak Papa.
Aku pun penasaran ingin tau lalu mendekat kearah kamar Papa.
"Kalo mas tak mau menjual rumah ini, jangan harap aku akan menuruti kemauan mu...mana janjimu mas, mana?"
Ucap wanita itu lantang
"Aku tidak pernah berjanji, aku hanya bilang sabar..."
Balas Papa
"Aku tidak mau tau ...pokoknya besok rumah ini harus sudah dijual, aku sudah janji pada mereka mas...besok mereka akan kembali untuk memastikan"
Balas wanita itu ngotot pada Papa
"Baik!! Terserah kamu... asalkan kamu jujur padaku...setiap hari kamu minta uang lebih...untuk apa? Kemana semua uang yang kuberikan?? Kamu bilang untuk keperluan Winda...apa yang sudah kamu beli untuk Winda? Mana mobil yang kamu janjikan untuk Winda??
Kemana semua uangnya...??"
Hardik Papa membongkar kebusukan si wanita picik.
"Itu bukan urusanku...tugasku bukan ngurusin anakmu yang pembangkang itu..."
Sela si wanita picik memojokkan ku
Aku tak ingin mendengar lagi dan segera masuk kamar.
Tak lama kemudian kudengar suara mobil menyala di garasi...tapi aku tidak tau siapa yang akan keluar rumah malam itu...setelah mendengar suara Papa berteriak meminta agar wanita itu jangan pergi, barulah aku mengerti bahwa si wanita jalang meninggalkan rumah pergi entah kemana.
Aku kasihan pada Papa, aku gak rela lihat Papa dibentak-bentak perempuan picik itu...
Malam itu Papa duduk termenung di teras rumah...terpaku dengan tatapan mata yang kosong. Papa terkejut tatkala aku memanggilnya.
"Papa...?"
"Eghh...sayang... kenapa belum tidur?"
Tanya papa
"Belum bisa tidur Pa..." Jawabku sambil duduk disebelah Papa
"Winda...mungkin, dalam waktu dekat ini kita bakalan pindah sayang... Papa sudah mempersiapkan rumah yang baru buat kita bertiga dengan Tante Shania"
Ucap Papa seolah semuanya baik-baik saja.
"Winda uda gak mikirin ini semua Pa...terserah Tante Shania, dia mau jual atau mau beli rumah baru, mobil baru, perhiasan atau saldo tabungan hingga ratusan juta...Winda uda gak mau campurin urusan Papa dan Tante Shania..."
"Karna Winda sebenarnya lebih tau siapa Tante Shania...hanya Winda belum punya waktu dan cara yang tepat untuk membongkar semuanya..."
"Bahkan sampai sekarang buku diary Winda belum juga dikembalikannya, selain ingin menguras materi Papa, Tante Shania juga ingin menyingkirkan Winda dari Papa..."
"Seandainya dari Minggu lalu, Papa mau membaca apa yang Winda tuliskan pada diary itu...
Tiba-tiba aku tak dapat melanjutkan kata-kata...
"Kamu sudah menceritakannya pada Papa saat kamu memaksa Papa untuk bicara di hotel...dan Papa rasa, itu masih hal yang bisa dimaklumi, karena putri Papa sekarang sudah dewasa" ucapnya wibawa.
"Jadi Papa tidak ingin tau sama sekali, siapa pria yang Winda Kagumi yang Winda tuliskan pada buku diary itu?"
Tanyaku agak berharap
"Jika pria itu menyukai Putri Papa dan benar-benar serius...dia pasti akan datang menemui Papa"
Ucap Papa tanpa ingin tahu tentang yang ku tuliskan pada diary.
"Sudah malam sayang ...sebaiknya kamu masuk istirahat.."
"Baik Pa" Ucapku sambil bangkit dari samping Papa.
"Winda...?"
Panggil Papa saat aku baru melangkah kearah pintu...
"Iya Pa..." Jawabku
"Coba jelaskan pada Papa mengapa kamu kirim photo dirimu pada Papa tadi siang..."