Chereads / Obsesif / Chapter 23 - Getaran Di Dada

Chapter 23 - Getaran Di Dada

Pertanyaan Papa membuatku terjerembab diam seribu kata. Papa menatapku sejenak lalu memalingkan wajahnya seolah tau, kalo aku sulit untuk menjawabnya.

"Emm...Winda, mungkin salah kirim Pa...

Winda tak sengaja pencet tombol kirim..."

"Winda tadi siang, sedang mencari buku diary Winda dikamar Papa, karena Tante Shania,,, telah mengambilnya dari kamar Winda dan tak pernah mau mengembalikannya"

Ucapku masih tetap berdiri dibelakang Papa, mencoba mengalihkan pembicaraan

"Maksudmu...?? " Tanya Papa.

"Yaa...Tante Shania...ingin mempermalukan Winda, dengan mengirim salinan-salinan kalimat erotis pada diary ku, ke seluruh teman-teman disekolah, juga para Guru..."

Ucapku dengan mata berkaca-kaca, kupikir inilah saatnya menjelaskan pada Papa.

"Winda...yang paling Papa tidak suka... jika kamu terus mengada-ada, mengarang cerita murahan...apa kamu pikir Papa akan percaya begitu saja?"

"Jika kamu tidak suka pada Tante Shania, Papa masih bisa maklumi, tapi jangan sekali-kali mengarang cerita bohong agar Papa mempercayainya. Karena Papa tidak suka, kalo kamu menjelek-jelekkan Tante Shania terus-menerus"

Ucap Papa mulai serius sambil berdiri menghadap ke arahku.

"Jika Papa ingin bukti yang sebenarnya...datanglah ke sekolah Winda Pa, dan temui Wali kelas Winda, Bu Mawar akan menjelaskan semua kebenaran nya, karna berkat bantuan Nana...semua orang tau, kalo Tante Shania sudah berusaha menghancurkan nama baik Winda disekolah..

juga, mohon Papa minta Tante Shania untuk mengembalikan diary Winda..."

Jelas Ku pada Papa.

"Buku diary ada dikamar Papa... bukankah kamu telah mengambilnya??" Tanya Papa, mengira buku diary itu telah kuambil.

"Sebelum Tante Shania berhasil memiliki rumah, mobil dan uang yang banyak...juga sebelum dia berhasil menjual Winda ke pria hidung belang...dia gak akan mengembalikan diary itu Papa"

"Wanita itu jahat Papa"

"Sudah cukup!!...Cukup!!... Papa sudah bilang, jangan mengumbar kebohongan lagi"

Bentak Papa tampak stress, lalu pergi masuk kedalam rumah

Lima belas menit kemudian, Papa mengetuk pintu kamarku. Dan aku membukanya dan di sana Papa telah berdiri dengan tatapan biasa saja...

"Katakan jujur pada Papa...apa benar diary itu belum kamu ambil?"

tanya papa dengan nada tenang. Sepertinya Papa masih ragu akan keberadaan diary itu.

"Besok Winda akan undang Nana dan Zaki ke rumah, untuk ketemu Papa...mungkin Papa akan lebih percaya jika mereka menjelaskannya pada Papa"

Jawabku santai, dan tak ingin bertengkar lagi dengan Papa yang ku sayang.

"Jangan besok... karena besok mungkin kita akan sibuk mengurus pindah rumah"

"Baiklah...sayang Papa istirahatlah..."

Ucap Papa sambil mencium rambutku...tapi tatapan matanya tajam dan... entahlah...aku merasa canggung.

Setelah mencium kepalaku Papa tak lantas pergi, dia masih tetap berdiri menatapku...aku hanya tertunduk menyembunyikan getaran di dada. Aku...

Jatuh Cinta.

Ku Beranikan menatap wajah Papa sekilas lalu ku akhiri dengan menutup pintu secara perlahan dihadapan Papa. Padahal sebenarnya, aku tak bermaksud untuk menutup pintu, tapi aku salah tingkah dibuatnya.

Aku terduduk membisu diatas kasurku, antara senangnya bukan main juga menyesal, mengapa tadi buru-buru menutup pintu, padahal jelas-jelas Papa masih disana saat aku menutup pintu kamarku.

"Aku menyukai Papa, mengagumi Papa, dan nyaris setiap hari mengkhayalkan nya...tapi mengapa tak punya keberanian saat didepannya??"

"Kenapa tidak ku tunjukkan saja rasa yang bergejolak di hatiku, mengapa tadi aku tidak memeluk Papa saat dia mencium rambutku??...ya ampun Winda...kamu itu pengecut...kamu hanya berani mengungkapkan perasaanmu dalam tulisan..."

Batinku lirih menyalahkan ku.

Aku sendiri bingung, mengapa aku gak berkutik dalam tatapan Papa, padahal tubuh Papa telah merapat,. hanya berjarak 3 inci dari tubuhku saat mengecup rambut di atas keningku.

Akhirnya, aku pun tak dapat memejamkan mata walau sudah mencoba untuk tidur.

Aku juga sempat mendengar suara Papa berbicara lewat telepon dengan seseorang diluar kamarku malam itu.

Hingga akhirnya aku tertidur tanpa ku tau kapan mata ini jatuh terlelap.

******

Pagi pukul 05:34 aku terbangun dari tidur, saat itu tubuh ini rasanya masih malas bergerak untuk mandi. Sejenak aku teringat akan bayangan Papa saat mencium rambutku malam tadi. Semangat hidupku rasanya berubah kian berseri-seri. Rasanya kesedihanku terhilang sekejap mata.

Teringat akan Papa...aku pun bangkit bugar dan segera menuju kamar mandi. Pagi itu aku benar-benar bergairah menyambut hari, dan suasana hatiku kembali ceria. Layaknya orang yang sedang jatuh cinta...aku bolak balik memandang wajah dan penampilan ku didepan cermin kamarku. Padahal yang ku kenakan hanya seragam sekolah... seakan-akan ada saja yang kurang pada wajah dan penampilanku.

Tiba-tiba suara bell rumah berdering dan aku langsung bergegas menuju pintu depan, dan disana sudah berdiri buk Tutik yang bekerja di rumah kami sebagai asisten rumah tangga.

"Pagi neng Winda?"

Sapa buk Tutik tersenyum renyah ketika pintu kubuka

"eh ibu...mat pagi, silahkan buk..."

Balas ku dengan senyum ramah, mempersilahkan Bu Tutik masuk untuk bekerja.

Setelah buk Tutik sibuk beres-beres di dapur, aku pun menuju kamar Papa, karena aku yakin Papa belum bangun tidur.