Chereads / Obsesif / Chapter 5 - Hadiah Mobil Untuk Calon Istri Muda

Chapter 5 - Hadiah Mobil Untuk Calon Istri Muda

"Ting tongggg...Ting tongggg"

Tiba-tiba suara bel rumah berbunyi. Dan kupikir Papa telah pulang tapi ternyata...

"Selamat siang...apa benar ini rumahnya Pak Bramansyah"

Ucap salah seorang dari dua pria yang ada didepan rumah. Dan dihalaman telah terparkir dua buah mobil dan salah satu dari mobil ini masih terlihat sangat baru.

"Iya benar pak, saya sendiri putrinya, kalo bole tau bapak bapak ini dari mana ya?"

Tanya ku masih heran akan mobil yang terparkir dihalaman depan.

"Maaf mbak, kami dari dealer dan kemari untuk mengantarkan mobil atas nama pak Bramansyah, yang alamatnya ditujukan sesuai dengan yang tertera pada data-data pembeli.

Jawab salah satu dari mereka. Tapi tiba-tiba mobil Papa sudah tiba dibelakang mobil mewah berwarna hitam itu. Papa tidak turun seorang diri dari dalam mobilnya, tapi bersama seorang wanita kira-kira berumur 30 tahun. Wanita itu berjalan melenggok seraya memegang tangan kiri Papa.

" Trubruuaaaarrrr..." Bagai tersambar petir dalam film India aku seolah tak mampu untuk berdiri. Mereka seakan berjalan makin mendekat tapi kedua kakiku ini rasanya terlalu berat untuk bergerak. Ingin sekali aku berlari menjauh masuk kedalam kamarku tapi kakiku seperti tak dapat ku gerakkan.

Rasanya seperti sudah kiamat, harapanku pupus sudah...aku sudah tau kalo mobil itu pasti Papa beli untuk wanita yang berada disampingnya. Entah kenapa firasatku berkata demikian. Syukur petugas dealer langsung mendekati dan berbicara pada mereka. Karena aku sangat tak ingin wanita itu bergerak lebih dekat lagi padaku... berkerudung tapi wajahnya tersirat sinis kesadisan, matanya tajam menantang. Walau dia tersenyum tapi tetap saja menyiratkan sebagai wanita liar. Mungkin penampilannya berkerudung hanya topeng belaka...

Akhirnya tanpa kata-kata aku mampu bergerak dan segera berlari menuju kamarku...menangis dan teramat sedih seolah aku telah kehilangan segala-galanya. Entah apa yang aku pilu kan, aku pun sudah tak tau rasanya seperti apa...

Sakiiit sekali hati ini...Papaku telah mengkhianati Mama...seumur hidupku Papa belum pernah memberikan sesuatu yang mahal pada Mama didepan mataku, kecuali membentak mengancam cerai dan membuat Mama menangis. Walau Papa tak pernah menyakitiku tapi saat ini aku benar-benar membenci tindakannya.

Baru saja benih-benih indah tumbuh di hatiku, bahkan rasa kagum dan sayangku tumbuh dengan tulusnya untuk papa. Tapi kenapa dalam sekejap saja tiba-tiba papa datang dengan sengaja di memamerkan seorang wanita dihadapanku. Wanita dengan wajah yang penuh kepura-puraan.

5 menit berada dalam kamar aku hanya menangis dan menangis hingga tanpa kusadari kini Papa dan wanita itu sudah berada berdiri di pintu kamarku...

"Sayaaang...sayang kenapa?? ayo cerita pada Papa, ada apa...apa sayang sedang sakit??"

Ucap Papa pura-pura lembut sambil berjalan dan duduk ditepi kasurku, mencoba untuk membelai kepalaku...tapi dengan cepat aku pura-pura menghindar...Lalu karna aku tak ingin terlihat cengeng dihadapan wanita itu maka aku berpura-pura duduk dan tegar.

"Tiba-tiba saja kepala Winda pusing Pa...tapi sudah agak mendingan kok"

Ucapku pura-pura tenang padahal batinku menangis...dan segera saja gelora amarah dan api cemburu dalam dada ini benar-benar tak dapat ku sembunyikan,,,meluap dan membara serta pilu sekali.

"emmhh bagaimana kalo siang ini papa ajak kamu bersama Tante Shania untuk makan diluar. Papa yakin Tante Shania bisa memperhatikan kesehatanmu nantinya" ucap papa membanggakan wanita yang kini tersenyum sinis berdiri disamping papa.

"Winda benciiiiiii... Winda benci Papaaaaa agh haaaa..."

Teriakku histeris lalu menangis sesenggukan, yang langsung saja membuat Papa terkejut dan tanda tanya.

"Winda!!!

Kamu kenapa hagh...ada apa!!

Bentaknya kuat sekali waktu itu, dan terlihat ku sekilas wajah wanita yang sedang berdiri di kamarku itu tersenyum sinis padaku...ingin sekali rasanya segera kujambak rambutnya waktu itu. Tapi aku masih tetap menangis dan berkata-kata benci pada Papa.

"Baik.. Papa mengerti,,,tapi kamu harus bisa menerima keputusan Papa dan kamu tidak bisa menentang keinginan Papa, untuk menikah lagi..."

"Dan mulai sekarang...Tante Shania yang akan mengurus dan merawat Papa...dan kamu harus ikuti semua peraturan Papa"

Ucap Papa dengan tegas, nada suaranya berat dan wajahnya memerah. Tapi aku sudah gak peduli, aku tetap gak terima walau aku sadar Papa punya hak untuk menentukan pilihannya. Ternyata wanita yang bernama Shania itu akan menjadi mama tiriku.

Siang itu aku tak ingin ikut makan diluar, walau papa membujukku dengan segala cara, aku tetap menolak. Mana mungkin aku bisa menerima kehadiran wanita itu disamping papa. Yang pasti aku benar-benar merasa cemburu dan semakin merasa tidak nyaman dengan kehadirannya.

Dua hari setelah pembelian mobil baru itu, Papa membawa wanita itu tinggal bersama kami di rumah...dan sepertinya belum ada tanda-tanda kalo mereka akan menikah. Rasanya diri ini sudah menjadi ter'abaikan sejak kehadirannya di rumah. Hatiku tersayat, tiap kali kulihat Papa merangkul dan menciumnya. Entah kenapa api cemburuku kian memanas. Aku masih belum bisa meredam amarah dan kekecewaan dalam hati...aku bagaikan seorang wanita yang cinta dan perhatiannya sedang ditolak oleh seorang pria pujaan hatinya. Aku...belum bisa melepaskan rasa kagum ku pada Papa. Karena aku tak ingin kehilangan Papa.

"Sebodoh ini kah diriku...berharap perhatian dan kasih sayang yang lebih dari Papa...bukankah diluar sana masih ada banyak pria-pria yang berharap akan sambutan cinta ku..."

"Apa yang kuharapkan?? Apakah aku hanya terobsesi dengan Papa...apa karena aku telah membaca tulisan surat Mama tentang Papa?? Rasanya tidak...aku hanya tak ingin kehilangan Papa, tapi entah lah...aku masih berharap untuk bisa berada dalam pelukan Papa...aku ingin menjadi wanita satu-satunya yang bisa memiliki Papa. Aku tak inginkan pria yang lain... yang kuinginkan saat ini hanya Papa..."

Ucapku berbicara pada cermin di kamarku... rasanya sudah seperti kehilangan seseorang yang sangat ku idolakan.

Lalu aku mulai menuliskan dibuku diary sebait demi sebait tentang rasa yang ku alami akan rasa cintaku pada Papa. Rasa yang tumbuh begitu cepat namun harus terpatahkan karna kehadiran seseorang dalam hidup papa. Dan sungguh, aku tak sanggup menerima kenyataan pahit ini.

Selain kata-kata harapan, hasrat dan rasa pilu yang ku alami, ku tuangkan semuanya pada diary ku. Berharap tulisan ini kelak dapat menjadi suatu kisah klasik yang berakhir dengan kebahagiaan.