Sore hari aku dandan seindah mungkin dan seseksi yang aku bisa, aku sengaja pakai gaun yang ada belahan dada, aku benar-benar layak dikatakan seorang pelacur dengan penampilanku kali ini, saat melihat penampilanku didepan cermin aku tersadar, bahwa Winda, kini benar-benar telah berubah. Dan aku memang sudah tak peduli.
Waktu itu aku sedang menunggu kepulangan papa dari kantor. Dan ketika aku melihat mobil Papa telah tiba dihalaman rumah, aku segera bergerak ke halaman menemuinya, dan sebelum Papa turun dari mobilnya, aku dengan cepat menghampirinya. Kubuka pintu belakang mobil lalu masuk duduk dibelakang Papa.
"Windaa??"
Kata Papa heran dengan mata terbelalak, melihatku sekilas dari kaca spion lalu menoleh kebelakang menatapku penuh tanda tanya.
"Kamu?? Apa yang sedang kamu lakukan...ayo katakan pada Papa mau kemana kamu dan siapa yang mendidik mu berpakaian seperti ini??"
Ucap Papa dengan nada serius dan mulai marah. Wajah tampannya pun berubah agak menakutkan ku.
"Winda akan jelaskan semuanya nanti Pa, sekarang Papa harus antar Winda ke suatu tempat...Winda ingin bicara empat mata dengan Papa...Winda tak ingin Wanita jahat itu mendengar semuanya..."
Ucapku tenang merasa percaya diri, karena saat itu sudah tak ada lagi yang ku takutkan...masa depanku akan ku tentukan hari ini juga.
"Tidak...!!! ayo cepat keluar sekarang dari dalam mobil, dan ganti pakaian mu yang menjijikan ini segera...ayo turun...sekarang!!" Bentaknya sangat kuat dan wajahnya memerah...tapi tetap saja terlihat tampan di mataku.
"Jika Papa memaksa Winda untuk turun, dan terus membentak agar si wanita jahat itu mendengar suara Papa lalu datang ikut mencampuri...maka jangan harap Papa dapat melihat mayat Winda...jangan harap putrimu ini masih ada atau masih hidup esok hari'
"Sebaiknya kita pergi sekarang dari sini secepatnya Papa... sebelum wanita itu mengetahui dan akan mengikuti dari belakang..."
Ucapku tegas dan aku sendiri gak bakalan nyangka dengan keberanianku saat itu.
Lalu Papa menghidupkan mobil tanpa bisa berkata sekata pun... sepertinya Papa mulai menyadari keanehan yang kulakukan. Dan segera tancap gas meluncur dari halaman rumah...
"Sekarang katakan pada Papa...kemana tujuanmu dan apa yang sedang akan kamu lakukan...Dan kenapa Putri Papa terlihat aneh dan buruk hari ini??"
Ucap Papa mendesak agar ku jawab setelah mobil kami telah menjauh dari rumah...
"Segera Papa bawa Winda ke Hotel dan Winda akan jelaskan semuanya pada Papa di sana...dan Winda harap, Papa mengabulkan permintaan Winda sekali ini ... Karena jika tidak!! Papa hanya akan menemukan mayat Winda esok hari."
Papa sempat terdiam sesaat, dan wajahnya penuh tanda tanya melihat keanehan pada sikapku. Walau saat itu sebenarnya aku tak bermaksud sedikit pun untuk membuat Papa merasa bingung dan sedih.
"Baik... Papa akan bawa kamu ke Hotel...tapi tolong kamu jelaskan semuanya pada Papa nanti, kenapa Putri Papa tiba-tiba berubah menjadi aneh"
Ucap Papa sambil membelokkan mobil kearah pelataran parkir di sebuah hotel yang cukup lumayan besar.
Setibanya di lobby Hotel Papa sempat membuka jaketnya untuk menutupi tampilan tubuhku. Karena pakaianku yang tampil dengan belahan dada cukup seksi. Saat itu aku sudah tidak peduli dengan orang-orang disekitar, aku bahkan tidak sedikit pun merasa canggung atau malu dengan tatapan orang. Yang kupikirkan cuma satu...segera menjalankan rencanaku untuk melepaskan tekanan dan ancaman si wanita busuk itu.
Saat baru saja memasuki kamar... tiba-tiba ponsel Papa berdering, dan ketika Papa berbicara dengan seseorang di ponsel itu maka aku pun tau kalo si wanita jalang sedang mencari Papa. Aku masih menunggu Papa selesai berbicara lewat ponselnya dan mengambil posisi duduk di kursi dengan sikap tenang... rasanya sudah tak ada yang perlu ku cemaskan atau pun ku takutkan lagi.
"Tolong bicara yang jujur dengan Papa...ada apa sebenarnya hingga Putri Papa mengeluarkan kata-kata ancaman dan berpakaian tak pantas serta harus mengajak Papa ke Hotel hanya untuk mengatakan sesuatu...ayo katakan yang sebenarnya ada apa denganmu dan apa yang sedang terjadi??"
Cerca Papa bertanya, seakan tak sabar ingin tau apa yang sebenarnya terjadi padaku...dan saat itu, Papa masih berdiri menghadap ke arahku yang sedang duduk tanpa mau menatap ke arah wajahnya.
"Sebelum Winda menjelaskan semuanya...Winda harap, Papa nantinya tidak terkejut dan bisa menerima kenyataan pahit...dan Winda juga sangat berharap, agar Papa mau mendukung keputusan Winda... Papa harus berjanji untuk tidak mengecewakan Winda..."
Ucap ku dengan tenang tanpa mau melihat ke arah wajah Papa...Lalu Papa menarik kursi yang ada disebelah kanan meja dan duduk menghadap ku.
Sempat aku melirik wajahnya sekilas dan tampak dari raut wajah Papa kalo hati Papa mulai luluh, seolah membaca sesuatu dari auraku bahwa Putrinya kali ini benar-benar sedang menghadapi sebuah masalah besar, dan karena tiba-tiba saja air mataku mengalir ke pipiku.
"Semua ini terjadi karena Wanita itu Pa...Winda terpaksa harus merencanakan semua ini karena dia telah sengaja ingin merusak dan menghancurkan kebahagiaanku dan juga Papa. Dia telah mencoba masuk ke kamar Winda sewaktu Winda masih berada di Surabaya. Dan berani sekali dia menyentuh serta mencuri buku diary Winda...serta mengancam Winda dengan buku diary itu untuk tetap membiarkannya menguras habis seluruh uang dan harta Papa... dia juga menginginkan rumah itu, dan bukan cuma itu dia bahkan ingin menguasai penghasilan Papa seluruhnya menjadi miliknya"
Ucapku dengan mencoba tetap tenang walaupun linangan air mataku tak dapat ku tahan.
"Papa sudah menduga...dan Papa sudah tau dari semula, kalo kamu tidak menyukai Tante Shania...dan sekarang dengan tindakanmu yang teramat bodoh dan kekanak-kanakan ini kamu berharap Papa mempercayaimu??"
"Dan hal yang sangat tidak masuk akal lagi...kamu mulai mengarang cerita kalo Tante Shania akan mengancam hanya dengan sebuah buku harian???"
"Mengapa pikiranmu sebodoh ini untuk mempengaruhi Papa??? Apa kamu pikir Papa akan menceraikannya? Dia wanita satu-satunya yang Papa punya dan Papa cintai sekarang...Dan dia berhak memiliki apa yang Papa punya...dan Tante Shania tidak pernah melakukan apapun untuk mengkhianati Papa..."
Rasanya hati ini seperti terbakar, sangat perih, ketika Papa mengatakan si wanita pelacur itu adalah satu-satunya wanita yang Papa cintai. Papaku sudah dibutakan oleh nafsunya. Terlalu egois.