Chereads / The System User / Chapter 2 - Merasakan Perubahan dan Mendapat Teman Baru

Chapter 2 - Merasakan Perubahan dan Mendapat Teman Baru

Matahari mulai tenggelam, langit biru digantikan oleh langit kekuningan yang berwarna oranye. Saat ini sekitar pukul lima sore, terlihat seorang pemuda berbaring di kursi taman kanak-kanak. Pemuda itu terengah-engah, pakaian basah terkena keringat.

Pemuda tersebut adalah Adam.

Sejak pagi tadi, ia telah berusaha mati-matian, menyelesaikan semua Quest yang ada dalam sistemnya. Sekarang dia sedang beristirahat, merasa hampir mati lelah setelah menyelesaikan semua Quest yang menyebalkan ini.

Beberapa saat yang lalu...

Adam melihat progres Quest-nya.

[10 Km/10 Km]

"Akhirnya selesai..." gumam Adam sambil jatuh terkapar di tanah. Setelah mengatur napasnya, dia berkata lagi, "Sekarang giliran push up..." Ia mencoba bangkit dengan kedua tangannya yang gemetar.

"Satu!" seru Adam sambil mendorong tubuhnya ke atas dengan gigi tergertak.

Dia terus melakukan push up hingga mencapai hitungan ke-10, lalu ia terkapar lagi. "Sialan! Ini terlalu sulit! Meskipun aku telah menguatkan tekadku, tetapi manusia mana yang mampu melakukan seratus push up setelah berlari sepuluh kilometer?!" kata Adam kesal sambil terengah-engah.

Tentu saja itu hanya pemikiran Adam, mungkin saja ada orang di luar sana yang mampu melakukan seratus push up setelah berlari sepuluh kilometer, namun dia tidak tahu.

Adam menarik napas dalam-dalam dan kembali mengangkat tubuhnya dengan susah payah. "Aku telah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku akan berubah, dan jika quest ini memang bisa membantu perubahan itu, aku akan menyelesaikannya sampai titik darah penghabisan!" seru Adam dengan wajah memerah.

Setengah jam kemudian, Adam menyelesaikan push up-nya dan beristirahat selama sekitar sepuluh menit, lalu melanjutkan dengan sit up, pull up, dan scout jump. Ia menyelesaikan semuanya hingga sore hari.

Kembali ke waktu sekarang...

Adam terbaring di kursi taman, nafasnya terengah-engah, dan wajahnya memerah. Tubuhnya terasa mati rasa dan berat, dengan detak jantung yang tidak stabil.

"Aku hampir mati! Tubuhku terasa tidak berdaya!" desah Adam sambil terengah-engah, mengerang kesakitan.

Beberapa saat kemudian, napasnya mulai stabil, rasa sakit di tubuhnya berkurang sedikit demi sedikit. Ia bangkit dari posisinya, duduk di kursi taman, dan dengan kebingungan bertanya, "Apakah ini sudah selesai? Tapi di ma-"

[ Selamat! Anda telah menyelesaikan Quest: Memperbaiki Hidup Seorang Pecundang ]

Sebelum Adam sempat menyelesaikan kalimatnya, layar transparan berwarna biru dengan pemberitahuan muncul di depannya.

[ Anda juga telah menyelesaikan Quest Hukuman 'Menahan Serangan Otak' ]

Adam mengerutkan kening saat melihat hal tersebut, "Jadi hukuman itu juga dihitung sebagai quest," pikirnya dalam hati.

[ Hadiah akan diberikan ]

[ Terima hadiah? Ya/Tidak? ]

Setelah melihat pemberitahuan tersebut, Adam melompat kegirangan dan berseru, "Ya! Inilah yang selama ini aku tunggu!"

Orang-orang yang lewat memandanginya dengan tatapan seakan melihat orang gila.

"Bu, mengapa abang itu seperti itu?" tanya seorang anak kepada ibunya.

"Dia hanya sedang sakit, nak. Biarkan saja," jawab ibu dengan tatapan jijik ke arah 'abang' tersebut, lalu pergi menjauh.

Adam hanya terdiam, merasa malu, dan buru-buru meninggalkan taman itu.

Berjalan cepat beberapa saat, Adam tiba di rumahnya. Ia mengucapkan salam dan segera melepas sepatunya sebelum naik buru-buru ke lantai dua.

Adam duduk di kasurnya, wajahnya penuh kegirangan. Ia tak sabar untuk menerima hadiah dari kerja kerasnya dan berkata, "Aku akan segera menerima hadiahnya."

[ Selamat! Kekuatanmu naik menjadi 24. ]

[ Selamat! Kelincahanmu naik menjadi 23. ]

[ Selamat! Ketahananmu naik menjadi 24. ]

[ Selamat! Kamu mendapatkan Skill Binaraga.

Efek Skill: Memperoleh semua keterampilan olahraga. ]

Melihat semua pemberitahuan ini, Adam merasakan perubahan pada tubuhnya. Ototnya sedikit membesar, dan kini dia bisa mengangkat barbel seberat 50 kg.

Stamina juga bertambah, sehingga dia mampu berlari maraton 100 meter tanpa kelelahan, serta tubuhnya terasa lebih ringan.

Adam merasa ia bisa melakukan segala jenis olahraga sekarang.

Ia berjalan menuju cermin kotak panjang yang tergantung di dinding, sambil berkata, "Gila! Apakah ini benar-benar aku?" Adam menyentuh wajah dan tubuhnya yang berubah.

Dia tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sebelumnya, dia adalah seorang pria kurus dengan tinggi rata-rata, namun sekarang tingginya bertambah sedikit, dan tubuhnya sedikit berotot.

"Mungkin tubuhku menyesuaikan dengan statusku," gumam Adam sambil terus meraba dan mengagumi perubahannya.

"Lantas, bagaimana caraku meningkatkan Karisma dan Pikiran?" tanyanya pada udara kosong.

[ Kamu dapat meningkatkan Karisma dan Pikiran dengan menyelesaikan Quest Khusus. ]

Setelah melihat jawaban sistem di depannya, Adam bertanya lagi dengan semangat, "Apakah ada quest khusus sekarang?"

[ Quest Khusus: Cerdas, Tampan, dan Berkharisma

Bekerja paruh waktu selama libur musim panas

Melatih kemampuan berbicara dan bersosialisasi dengan orang-orang di sekitar

Belajar semua pelajaran selama libur musim panas

Hukuman: Tidak ada

Hadiah: +10 Karisma, +20 Pikiran, Skill Boxing ]

Mata Adam berbinar saat membaca ini, dan ia berseru, "Sistem, kau memang yang terbaik!"

Adam ingin segera memulai questnya, namun ia terhenti ketika mencium bau keringat di tubuhnya.

"Aku harus mandi dulu, setelah itu aku akan mulai belajar. Pekerjaan dan sosialisasi bisa kukerjakan besok," kata Adam sambil mengambil handuk yang tergantung di dinding.

Beberapa saat kemudian, Adam keluar dari kamar mandi mengenakan piyama hitam sambil menggosok rambutnya dengan handuk. Tiba-tiba, dia mendengar suara gemuruh dari perutnya.

"Tidak heran aku lapar setelah semua kerja keras itu," gumamnya sembari menuju ke dapur.

Setelah membuka dan mengecek semua laci dan kulkas, Adam kecewa karena tidak menemukan makanan atau bahan mentah.

"Haish... Aku tidak menyadari kalau stok makanan sudah habis," kata Adam sambil melihat jam yang masih menunjukkan pukul 8:18. "Mungkin toko Wita masih buka pada jam segini..."

Adam kembali ke kamar untuk mengambil hoodienya. Dia tahu di daerah dekat laut seperti ini suhunya sangat dingin pada malam hari, jadi seringkali ia memakai hoodie jika keluar di malam hari.

Dengan pintu terbuka, angin dingin menyapa wajah Adam dan suara ombak terdengar jelas. Ia berjalan santai mengikuti rute yang sama seperti saat jogging pagi tadi.

Beberapa saat kemudian, Adam tiba di sebuah toko kecil yang di kunjunginya tadi siang untuk membeli minum karena dehidrasi.

Dia tersenyum pahit dan berkata, "Jika aku mengingatnya lagi, itu benar-benar memalukan."

Dengan mendorong pintu, Adam disambut dengan pemandangan yang biasa di toko tersebut.

Hanya ada beberapa orang yang sedang memilih barang yang ingin mereka beli, dan ada seorang pria dengan kacamata yang sedang mengatur barang.

Adam melihat ke arah pria tersebut dan bergumam dalam hati, "Apakah itu... Ayahnya Wita?" Dia mengangkat alisnya sedikit, menunjukkan rasa penasaran.

Adam ingin menyapa ayah Wita, namun dia merenungkan niatnya.

"Mungkin dia akan kaget jika tiba-tiba ada orang yang tidak dikenal menyapanya," kata Adam dalam hati sambil berdiri diam di depan pintu.

"Permisi... Boleh saya lewat?" kata seorang pelanggan yang ingin berbelanja.

Adam tersadar dari lamunannya dan dengan cepat menggeser tubuhnya agar orang tersebut bisa lewat.

"Silakan, silakan," ucap Adam sambil tersenyum canggung.

"Lain kali jangan menghalangi jalan, ya anak muda," kata orang tersebut dengan sedikit kesal.

"Iya pak, maaf ya pak," ucap Adam meminta maaf dengan tulus.

"Iya, iya," balas orang tersebut sambil melambaikan tangan.

Orang tersebut pergi untuk membeli apa yang dia butuhkan, sementara Adam masih merasa canggung.

"Huff, lupakan itu, sekarang aku harus mencari apa yang kubutuhkan," kata Adam sambil bernafas lega.

Jika itu orang lain, mungkin dia sudah dipukul.

Sebelum Adam sempat melangkah, tiba-tiba terdengar suara seorang wanita memanggilnya.

"Hei, Adam!" panggil wanita itu dengan sedikit keras.

Adam menoleh ke sekelilingnya, dan matanya tertuju pada wanita yang mengenakan jeans putih dan baju hitam yang sedikit ketat, sedang melambai padanya.

"Itu Wita!" seru Adam dalam hatinya.

Adam segera mendekati Wita sambil berkata, "Hai, Wita! Sudah lama ya."

"Hahaha, sudah lama apa, kita kan baru kenal siang tadi," jawab Wita sambil tertawa.

"Oh, iya juga ya, hahaha," Adam menggaruk belakang kepalanya dan wajahnya memerah karena malu.

"Tapi aku hampir tidak mengenalimu, loh," kata Wita dengan rasa penasaran.

"B-begitu kah? M-memang apa bedanya?" Adam bertanya dengan gugup.

"Jangan gugup gitu, santai aja," kata Wita untuk menenangkan Adam yang bicaranya terbata-bata.

Adam mengatur nafas dan menenangkan pikirannya, lalu berkata, "Baik, lanjutkan."

Wita melanjutkan, "Hmm... kau bertambah tinggi dan tubuhmu sedikit lebih besar daripada siang tadi."

"Mungkin karena latihanku siang tadi?" Adam pura-pura bingung.

"Tubuhmu cepat beradaptasi kali," jawab Wita, juga terlihat sedikit bingung.

'Cepat beradaptasi? Apa ada tubuh yang seperti itu? Sebenarnya ini semua berkat bantuan sistem sialanku,' pikir Adam dalam hati.

"Oh ya, karena kau ada di sini, berarti kau ingin membeli sesuatu, kan?" tanya Wita pada Adam.

"Ya, aku perlu beras dan beberapa bahan makanan," jawab Adam dengan santai.

Adam mulai beradaptasi agar tidak gugup ketika berada di depan wanita.

"Kalau begitu, bolehkah aku menemanimu?" tanya Wita dengan sedikit semangat.

Entah mengapa Wita merasa penasaran dengan pemuda ini. Jadi, dia mengambil inisiatif untuk membantu, dengan harapan bisa sedikit mengetahui tentang pemuda ini.

"Tidak usah, aku bisa sendiri kok," kata Adam sambil melihat ke arah ayah Wita. Kemudian, dia melanjutkan sambil menunjuk ke arah ayah Wita, "Kamu bantu saja ayahmu."

Mendengar perkataan Adam, Wita terkejut. Dia melihat ke arah Adam dengan kebingungan. 'Darimana dia tahu kalau itu ayahku? Apakah dia seorang stalker?!'

Wita segera menepis pikiran itu. Dia tidak mungkin mempercayai bahwa Adam adalah seorang stalker. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk bertanya langsung.

"Bagaimana kamu bisa tahu kalau dia ayahku?" tanya Wita, sambil merasa sedikit cemas.

Mendengar pertanyaan Wita, Adam tiba-tiba merasa cemas. 'Sial! Aku baru saja kenal dengan Wita! Bagaimana mungkin aku tahu bahwa itu adalah ayahnya? Dia pasti mengira aku seorang stalker! Sialan!'

Ya, Adam benar. Wita memang sudah mulai curiga bahwa Adam adalah seorang stalker, tetapi Adam tidak tahu bahwa Wita masih meragukannya.

"Y-ya, karena kalian terlihat mirip, jadi aku tahu kalau dia adalah ayahmu," kata Adam dengan gugup, sambil menghindari kontak mata.

"Hmm..." Wita pura-pura curiga.

Tiba-tiba, Adam membungkuk 90 derajat dan dengan keras berkata, "Aku bersumpah aku bukan seorang stalker!"

Melihat hal ini, Wita panik dan meminta Adam untuk mengangkat kepalanya, "Hei, apa yang kamu lakukan? Tolong angkat kepalamu!"

Adam kemudian dengan ragu mengangkat kepalanya dan melihat orang-orang di sekitar yang menatap mereka dengan heran. Wajahnya langsung memerah karena malu.

"Aku minta maaf," kata Adam malu sambil menggaruk belakang kepalanya.

"Hah," Wita menghela napas dan melanjutkan, "Aku sempat berpikir bahwa kamu mungkin seorang stalker, tetapi itu tidak mungkin karena karaktermu tidak mencerminkan ciri-ciri seorang stalker," jelas Wita.

Melihat Adam yang hanya diam dan menggaruk belakang kepalanya, yang Wita tidak tahu apakah itu karena gatal atau tidak, Wita melanjutkan.

"Dan tadi aku hanya bercanda, memang benar aku mirip ayahku, jadi aku minta maaf sudah bercanda dan memperlihatkan rasa curiga palsu tadi," ucap Wita sambil memalingkan pandangannya dengan raut wajah yang sedikit malu.

Melihat dan mendengarkan penjelasan dari Wita, Adam akhirnya merasa tenang.

"Hufft, itu juga salahku jadi kau tidak perlu minta maaf, lagi-"

Sebelum Adam sempat menyelesaikan kata-katanya, tiba-tiba terdengar suara seseorang dengan suara yang sedikit berat.

"Ada masalah apa ini, Wita?" kata suara tersebut.

Adam melihat ke arah sumber suara tersebut dan melihat ayah Wita sedang mendekati mereka berdua.

Ayah Wita terlihat berusia 30-an dengan iris mata yang sama seperti Wita. Ia memiliki rambut coklat pendek dan tubuh yang agak besar, dengan tinggi sekitar 178 cm. Tak lupa, ia juga mengenakan kacamata.

"Tidak ada masalah apa pun, Ayah," jawab Wita dengan santai.

"Begitu ya..." Ayah Wita melirik Adam, kemudian melanjutkan, "Dan siapa pria ini?"

Adam kaget dan segera memperkenalkan dirinya.

"Nama saya Adam, saya kenalan dengan kak Wita! Saya datang kemari hanya untuk membeli keperluan saya, tanpa ada motif apapun!" kata Adam dengan panik dan sedikit membungkuk.

"Hahaha," Ayah Wita tertawa.

Adam bertanya-tanya dalam hatinya, 'Kenapa dia tertawa?'

"Kamu lucu, nak! Mana mungkin ada orang yang memperkenalkan diri sambil mengatakan bahwa tidak ada motif apapun!" kata Ayah Wita sambil tertawa kecil.

"A-ahaha," Adam hanya bisa tertawa canggung.

Melihat ayahnya tertawa seperti itu, Wita merasa sedikit kesal. Mereka berada di dalam toko, dan meskipun pelanggan tidak terlalu banyak, namun mereka semua sedang memperhatikan dengan wajah bingung.

"Ehem! Jadi, Ayah, apakah kamu bisa mengurus keperluannya?" kata Wita dengan nada sedikit ketus.

"Tentu saja, sayangku!" balas ayah Wita yang langsung berubah menjadi serius.

'Ahaha, ayahnya benar-benar menyayangi anaknya' pikir Adam sambil melihat interaksi hangat antara ayah dan anak tersebut.

Jujur, Adam merasakan sedikit kecemburuan terhadap Wita. Dia juga ingin merasakan kehangatan kasih sayang seorang ayah. Dia ingin ditegur saat melakukan kesalahan, ingin mendapatkan nasihat saat tersesat, dan semua hal lain yang biasa dilakukan oleh seorang ayah.

Namun, apakah Adam bisa merasakan semua itu? Jawabannya adalah tidak...

"Ehm, Nak, apa saja yang kau perlukan?" kata ayah Wita, suaranya kembali serius.

Adam keluar dari lamunannya dan segera menjawab, "Beras dua kilogram, telur setengah kilogram, dan beberapa sayuran."

"Beberapa? Apa kau mengira aku bisa tahu pastinya jika kau hanya bilang beberapa?" ucap ayah Wita sambil menatap tajam ke arah Adam.

"Ahaha, benar juga, maaf ya, Om," kata Adam sambil menggaruk kepalanya.

Kemudian, Adam mengeluarkan selembar kertas yang berisi daftar belanjaan dan menyerahkannya kepada ayah Wita.

"Ini, Om. Maaf, saya lupa kalau membawa daftar belanjaannya, ehehe."

"Hah, terserah kau saja," ucap ayah Wita sambil menghela napas, sedikit kesal dengan kelakuan pemuda di sisinya ini.

Ayah Wita langsung bersikap profesional, ia mencari dan mengatur semua barang yang tercantum dalam daftar, kemudian memberikannya kepada Wita yang sudah berada di kasir.

Wita menghitung harga semua barang dengan cermat, lalu tersenyum manis kepada Adam yang berdiri di depannya. "Semuanya total tujuh puluh delapan ribu, ya, Adam."

Adam sedikit terpesona melihat senyum manis Wita, tetapi ia segera mengumpulkan dirinya dan mengambil uang seratus ribu dari dompetnya.

"Terima kasih, Wita," kata Adam sambil memberikan uang seratus ribu tersebut.

"Sama-sama, ini kembaliannya," balas Wita dengan senyuman, sambil memberikan kembali uang kembalian dua puluh dua ribu.

Adam membalas senyuman Wita sembari menerima kembalian tersebut, lalu ia langsung pulang.

Wita merasa sedikit terpesona dengan senyuman Adam, tetapi segera sadar ketika ayahnya memanggilnya.

______________________________________________

Adam sekarang berjalan pulang ke rumah setelah menyelesaikan belanjaan yang dia perlukan. Namun, daripada langsung pulang, dia memutuskan untuk singgah sejenak di taman tempat dia menyelesaikan quest-nya.

Taman itu terlihat agak gelap, hanya dua tiang lampu yang menyinari area tersebut. Adam melangkah menuju bangku taman tempat dia beristirahat sore itu.

"Semua usaha keras akhirnya membuahkan hasil," gumam Adam sambil tersenyum.

"Aku sungguh berterima kasih pada sistem yang memberikan quest sialan itu," lanjutnya sambil mengingat perjuangannya, sambil tersenyum kecut.

Dia duduk di bangku taman itu, menaruh barang belanjaannya, dan merasakan dinginnya besi bangku itu di telapak tangannya.

Kemudian, dia melihat ke atas, ke langit malam yang indah yang dipenuhi dengan bintang-bintang. Adam menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya, terlihat asap keluar dari mulutnya karena suhu udara yang dingin.

"Hufft, sudah waktunya pulang," kata Adam sambil merasakan kedinginan mulai menyergap.

Berdiri dari bangku, Adam mengambil barang belanjaannya kembali, lalu meninggalkan taman itu. Mungkin dia akan kembali ke sini besok karena quest-nya adalah tipe harian.

Beberapa saat kemudian, Adam tiba di rumahnya. Dia memberi salam seperti biasa, tetapi tidak ada jawaban yang datang. Meskipun tidak ada yang membalas, Adam tetap melafalkan salam itu, baik saat keluar maupun masuk ke rumah.

Perkataan orang tuanya terdengar jelas di telinganya, "Ucapkan salam di mana pun, meskipun tidak ada orang di sana."

Adam melepas sepatunya dan tiba-tiba terdengar suara mendesing dari dalam perutnya.

"Krukkruukkk~"

Perutnya lapar dan meminta diisi.

"Ahaha, sungguh aku lapar," kata Adam dengan lemas.

Dia menuju dapur sambil mendengar perutnya terus menggerutu. Meletakkan barang belanjaannya di atas meja, Adam mulai mengeluarkan semua bahan yang dia beli. Namun, tiba-tiba dia merasa ada yang kurang.

"Ahh, aku lupa membeli daging!" keluh Adam dengan frustrasi.

Namun, dia teringat bahwa masih ada sisa daging di dalam kulkas ketika dia memeriksanya sebelumnya. Dia segera memeriksa dan melihat sepotong daging, yang membuatnya merasa lega.

"Haah, untung saja masih ada," ucap Adam dengan lega.

Setelah menyelesaikan masalah daging, Adam mulai mempersiapkan semua bahan makanan. Dia memasak nasi, menggoreng daging, menumis sayuran, dan lain sebagainya.

Setelah setengah jam bekerja, Adam akhirnya bisa menikmati hasil masakannya. Dia menyajikan telur dan daging sapi yang sudah diiris kecil-kecil di atas nasi, lalu berdoa sebelum mulai menyantapnya.

Namun, setelah beberapa sendok, dia teringat sesuatu dan berbisik, "Quest Khusus."

[Quest Khusus: Cerdas, tampan, dan berkarisma

-Bekerja paruh waktu selama libur musim panas (0%)

-Melatih kemampuan berbicara dengan bersosialisasi dengan orang-orang di sekitar (0%)

-Belajar semua pelajaran selama libur musim panas (0%)

Hukuman: Tidak ada

Hadiah: 10 Karisma, 20 Pikiran, Skill Boxing]

"Belum ada kemajuan," kata Adam dengan ekspresi kesal sambil melanjutkan makanannya. "Baiklah! Setelah selesai makan, aku akan belajar!" lanjutnya dengan menggenggam sendoknya yang masih ada sisa makanan di atasnya.

Setelah beberapa suapan, Adam berhasil menghabiskan makanannya dengan lahap.

Setelah meminum segelas susu hangat, dia bangkit dari tempat duduknya dan menuju kamar di lantai dua.

Saat masuk ke kamarnya, Adam duduk di kursi di meja belajarnya dan memulai sesi belajar.

Dia mempelajari berbagai pelajaran, mulai dari pelajaran umum hingga yang lainnya. Setiap konsep, rumus, dan teori dia serap dengan tekun. Namun, seiring berjalannya waktu, kelelahan mulai melanda.

Pikiran Adam terasa semakin berat, dan matanya mulai terasa lelah. Meski ia ingin terus melanjutkan belajar, tubuhnya memberikan sinyal kelelahan yang tak bisa diabaikan. Kepalanya mulai terasa pusing, dan konsentrasinya terganggu.

Adam merasa benar-benar lelah secara mental setelah belajar hampir berjam-jam. Dia menyadari bahwa ia butuh istirahat untuk merefresh pikirannya. Walau begitu, ia merasa puas dengan upaya yang telah ia lakukan dalam sesi belajar kali ini.

Dengan perasaan lelah yang tak terbendung, Adam berpikir bahwa tidur akan menjadi solusi terbaik saat ini. Ia menutup buku-bukunya dengan hati-hati dan meletakkannya kembali di rak. Kemudian, langkahnya yang berat membawanya menuju kasur yang empuk.

Tubuh Adam terhuyung ke kasur dengan letih, dan tanpa membuang waktu lebih lama, ia terlelap dalam tidur yang dalam. Pikirannya mulai memudar dan istirahat yang sangat ia butuhkan pun akhirnya datang.

Besoknya, Adam bangun dengan segarnya. Ia merasa tubuhnya penuh energi setelah tidur yang nyenyak. Mungkin karena usahanya yang keras sebelumnya.

Ia bangkit dari tempat tidur dan turun ke lantai pertama, langsung menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan menyikat gigi. Kemudian, ia mandi dengan air hangat yang menyegarkan.

Setelah selesai mandi, Adam kembali ke kamarnya dan mengganti pakaian dengan pakaian olahraga. Kali ini, ia memilih pakaian olahraga yang segar dan nyaman, tidak menggunakan seragam olahraga sekolah yang sudah ia gunakan sebelumnya dan tentu saja sudah berbau keringat.

"Hmm... Mulai dari mana ya kali ini? Quest harian atau quest khusus?" Adam berpikir sejenak, mencoba memutuskan urutan yang terbaik.

Setelah berpikir sejenak, ia memutuskan untuk memulai dengan quest harian terlebih dahulu. Setelah menyelesaikan itu, ia akan melanjutkan dengan quest khususnya. Melihat jam menunjukkan pukul 07:02, ia merasa memiliki cukup waktu untuk menyelesaikan kedua quest tersebut.

Adam turun ke lantai pertama, mengenakan sepatunya, dan memberikan salam sebelum keluar rumah.

"Baiklah, mari kita mulai!" ucapnya dengan semangat.

Ia memulai dengan berlari mengelilingi kompleks perumahan dengan kecepatan sedang. Setelah sekitar 20 menit berlalu, Adam berhasil menyelesaikan jarak lari 10 kilometer. Ia merasa sedikit terkejut saat menerima notifikasi dari sistem yang menyatakan bahwa tugas tersebut telah selesai.

"Serius ini? Tidak seperti yang aku rasakan kemarin," gumam Adam sambil memiringkan kepalanya.

'Tunggu sebentar, mungkin ini karena statusku,' pikirnya tiba-tiba menemukan jawaban.

Adam dengan cepat mengucapkan, "Status Window!"

[ Status Window

Nama: Adam Kirana

Pekerjaan: Murid Kelas 12-B SMA 1 Meykarta

Kekuatan: 24 (Cukup baik)

Kelincahan: 23 (Cukup baik)

Ketahanan: 24 (Cukup baik)

Karisma: 1 (Di bawah rata-rata)

Pikiran: 2 (Di bawah rata-rata)

Keterampilan: Gamer lvMAX (Pemahaman Anda tentang permainan meningkat 100%), Memasak lv3, Belajar lv1, Binaraga lv1 ]

"Ternyata memang benar karena statusku," kata Adam sambil mengelus dagunya. Lalu, dia melanjutkan, "Jadi, sekarang statusku saat ini setara dengan orang dewasa, bukan?"

Adam hanya berbicara pada dirinya sendiri, tapi dia tidak menyangka bahwa sistem akan memberikan jawaban.

"Ya, master. Status Anda sekarang setara dengan orang dewasa. Biasanya, orang dewasa di dunia ini memiliki rata-rata status sekitar angka 20. Namun, jika mereka adalah profesional seperti atlet, tentara, dan lain sebagainya dengan pelatihan khusus, rata-rata status mereka berkisar antara 40 hingga 50," jawab sistem.

Meskipun sedikit terkejut dengan jawaban tiba-tiba dari sistem, Adam tetap serius membaca penjelasannya.

"Jadi begitu... Ini adalah informasi yang sangat berharga! Terima kasih, sistem!" ucap Adam sambil memuji sistem.

"Senang bisa membantu anda, master. Tidak perlu berterima kasih," jawab sistem.

"Baiklah, sekarang waktunya melanjutkan questnya," kata Adam sembari berlari menuju taman.

Sesampainya di taman, Adam segera memulai questnya. Dan dalam waktu 15 menit, dia berhasil menyelesaikannya. Dia kemudian duduk di bangku untuk istirahat sejenak.

"Huff," Adam menghela nafas. "Aku lupa membawa air minum."

Tiba-tiba, dia teringat tentang Wita dan langsung bangkit dengan semangat, atau mungkin dia memikirkan sesuatu yang lain.

"Aku hanya perlu membeli minum, hanya itu," gumam Adam, meyakinkan dirinya sendiri.

Ternyata, benar bahwa dia sedang memikirkan sesuatu yang lain.

______________________________________________

Adam sekarang berdiri di depan toko Wita. Dia sedikit gugup dan diam di depan pintu toko. Setelah beberapa saat, rasa gugupnya mulai hilang dan dia akhirnya masuk ke dalam dengan memberikan salam.

Di dalam toko, belum ada pelanggan. Tentu saja, karena masih pagi, tidak banyak orang yang berbelanja pada waktu itu.

Adam melihat sekeliling dan pandangannya tertuju pada seorang wanita yang sedang merapikan barang-barang. Itu adalah Wita, dia mengenakan kaus lengan panjang putih dan celana legging hitam. Pakaian itu sangat cocok dengan tubuhnya yang ramping seperti seorang model.

Adam terpesona sejenak dan cepat-cepat menggelengkan kepala untuk menghentikan lamunannya. Entah mengapa, Wita sepertinya memiliki daya tarik yang bisa membuat pria terpesona hanya dengan melihatnya.

Adam memutuskan untuk mendekatinya dan menyapanya, "Hei, Wita, selamat pagi."

Wita agak terkejut dengan sapaan itu dan langsung menjawab, "Oh, hai, Adam, selamat pagi juga." Wita melanjutkan merapikan barang dan berkata, "Tunggu sebentar ya, sebentar lagi selesai."

"Iya, silakan lanjutkan. Maaf jika aku mengganggu," kata Adam dengan sedikit rasa bersalah.

"Santai saja, Adam. Sudah selesai," kata Wita yang sudah selesai merapikan barang.

Wita kemudian bertanya, "Jadi, apa yang membuatmu datang pagi-pagi seperti ini?"

"Aku hanya ingin membeli minuman," jawab Adam.

"Apakah itu yang sebenarnya?" tanya Wita sambil mendekatkan wajahnya sedikit menggoda Adam.

"Sumpah, aku hanya ingin membeli minuman," balas Adam sambil memalingkan wajahnya yang sedikit merah.

Melihat Adam yang tersipu, Wita menjauhkan wajahnya dan tertawa kecil. Dia berkata, "Baiklah, aku percaya. Minuman seperti yang kemarin, kan?"

Adam menghela nafas untuk menenangkan diri dan menjawab, "Ya, seperti yang kemarin."

"Baik, aku akan segera mengambilkannya," kata Wita sambil berjalan menuju freezer.

Adam berdiri di depan meja kasir dan menunggu Wita. Beberapa saat kemudian, Wita datang dengan minuman yang dipesan oleh Adam.

"Empat air mineral ukuran sedang, jadi totalnya dua puluh ribu, ya, Adam," kata Wita sambil tersenyum.

'Ya, itulah senyum yang ingin kulihat,' pikir Adam dengan rasa bahagia di dalam hatinya.

Tanpa menyadari ekspresinya yang terlihat bahagia, Adam membuat Wita sedikit bingung.

"Dengar, Adam, apa yang terjadi padamu?" tanya Wita dengan wajah bingung.

Adam tersadar dan langsung menjawab dengan senyum polos, "Tidak ada yang salah, kok."

"Oh, begitu. Jadi, apakah kamu akan membayar atau tidak?" tanya Wita lagi.

"Iya, tentu saja. Aku akan membayarnya," ujar Adam sambil menyerahkan uang.

"Terima kasih atas pembeliannya," kata Wita dengan senyuman yang menenangkan.

Adam membalas senyuman itu, meskipun wajahnya terlihat biasa saja, yang penting dia tersenyum. Kemudian dia berjalan ke arah pintu toko. Namun, baru saja dia mencengkeram gagang pintu, dia teringat sesuatu.

'Kerja paruh waktu!' batin Adam, lalu dia berbalik dan kembali mendekati Wita.

Wita, yang melihat Adam mendekatinya, menjadi bingung dan bertanya, "Kenapa kamu kembali? Apakah kamu lupa sesuatu?"

"Tidak, bukan itu. Sebenarnya, aku sedang mencari pekerjaan paruh waktu. Apakah toko ini menerima karyawan paruh waktu? Jika ya, aku ingin bekerja di sini," tanya Adam dengan harapan.

"Hmm... Keputusan itu ada di tangan ayahku. Mengapa? Apakah kamu membutuhkan uang?" Wita menanyakan dengan rasa ingin tahu.

"Tidak, aku tidak membutuhkan uang. Aku ingin mencari pengalaman," jawab Adam dengan alasan.

Memang benar bahwa Adam tidak membutuhkan uang. Orang tuanya meninggalkan warisan yang sangat besar baginya, sekitar 250.000.000 Rupiah, hasil dari kerja keras mereka.

"Pengalaman, ya... Kamu benar-benar luar biasa, Adam. Biasanya orang seumuranmu hanya bermain dan menghabiskan uang orang tua mereka, tapi kamu berbeda dan itu luar biasa," puji Wita dengan tulus.

'Tidak! Aku tidak seperti itu! Aku juga sama dengan mereka, dan bekerja paruh waktu hanya karena kewajiban dalam quest,' geram Adam dalam hati.

"Aku tidak--"

Sebelum Adam bisa melanjutkan, Wita langsung memotong perkataannya. "Baiklah, aku akan bertanya pada ayahku. Kamu tunggu di sini."

Wita pergi meninggalkan Adam yang terdiam. Melihat Wita pergi, Adam menggertakkan gigi dan berbisik pelan, "Aku tidak seperti yang kamu pikirkan."

Namun, Adam berpikir bahwa jika itulah yang terlihat dari dirinya di mata Wita, maka dia akan merubah dirinya menjadi seperti itu.

Dan beberapa saat kemudian, Wita kembali bersama ayahnya. Mereka berdua langsung mendekati Adam.

Ayah Wita memulai percakapan, "Jadi... Kamu ingin bekerja di sini, ya, Nak?" tanya ayah Wita dengan serius.

"Iya, Pak. Apakah bisa?" balas Adam dengan harap.

"Hmm... Berapa usiamu?" tanya ayah Wita lagi.

"Saya berusia tujuh belas tahun, Pak," jawab Adam.

Ayah Wita berpikir sejenak, lalu berkata, "Baiklah, mulai besok kamu bisa bekerja di sini."

Adam terdiam sejenak dengan ekspresi kaget. Tidak lama kemudian, dia bertanya dengan antusias, "Apakah saya diterima?!"

"Iya, Nak, kamu diterima," jawab ayah Wita dengan senyum tipis.

Adam merasa sangat senang mendengar jawaban itu, tetapi dia menahan diri agar tidak melompat kegirangan karena takut memalukan dirinya.

Dia hanya mengucapkan terima kasih dengan membungkuk 45 derajat.

"Terima kasih banyak, Pak!"

"Jangan panggil saya Pak, panggil saja dengan nama saya," kata Ayah Wita sambil melambaikan tangannya.

"Nama Anda?" tanya Adam bingung. Dia tidak tahu nama ayah Wita.

"Iya, panggil saja saya Om Adi," kata Om Adi sambil tersenyum.

"Baik, Om Adi!" balas Adam sambil kembali membungkuk 45 derajat.

"Sudah, sudah, tidak perlu terlalu hormat," kata Om Adi.

"Baik, Om," jawab Adam.

"Ehem, selamat ya, Adam," kata Wita sambil mengulurkan tangannya ke arah Adam.

Dia merasa kesal karena diabaikan oleh kedua orang ini.

"Eh, iya, terima kasih ya, Wita," balas Adam sambil bersalaman dengan Wita dan sambil menggaruk belakang kepalanya.

Mereka berpegangan tangan secara harfiah. Jadi saat ini, wajah Adam tersipu. Ini adalah kali pertama dia memegang tangan seorang wanita selain ibunya. Namun, beberapa detik kemudian, Wita melepaskan tangannya.

Adam merasa sedikit kecewa. Dia ingin terus memegang tangan yang putih dan lembut itu. 'Apakah aku mesum?' pikirnya.

Sebelum mendapatkan jawaban atas pertanyaannya sendiri, Om Adi tiba-tiba berkata, "Baiklah, Adam, kamu akan mulai bekerja malam ini. Tugasmu adalah mengatur barang, jadi jangan sampai terlambat."

"Baik, saya mengerti. Tapi lebih spesifiknya, jam berapa sebaiknya saya datang?" jawab Adam sambil bertanya.

"Jam tujuh malam. Jika kamu terlambat, kamu akan dipecat!" kata Om Adi dengan tegas.

"Siap, Om!" jawab Adam dengan tegas juga, lalu dia berkata lagi, "Kalau begitu, saya izin pamit."

Adam pergi meninggalkan Om Adi dan Wita, dan keluar dari toko. Melihat Adam pergi, Om Adi dan Wita berpikir dalam hati, 'Dia anak yang baik.'

Dengan ini, masalah kerja paruh waktu selesai.

______________________________________________

Beberapa jam telah berlalu. Sekarang Adam sedang duduk di bangku taman dengan napas terengah-engah. Dia telah menyelesaikan quest harian dan sedang istirahat. Kemudian, notifikasi sistem muncul di hadapannya.

[ Anda telah menyelesaikan Quest Harian ]

Melihat notifikasi tersebut, Adam tersenyum dan bergumam, "Inilah yang aku tunggu-tunggu."

[ Anda mendapatkan hadiah. Apakah Anda menerimanya? Ya/Tidak ]

"Oh tentu saja, dengan senang hati aku menerimanya."

[ Selamat, Kekuatan Anda bertambah 5 ]

[ Selamat, Kelincahan Anda bertambah 5 ]

[ Selamat, Ketahanan Anda bertambah 5 ]

Seketika, Adam merasakan perubahan pada tubuhnya. Namun, kali ini perasaannya tidak sama seperti kemarin. Kemarin, dia merasakan banyak perubahan, tetapi sekarang hanya ada perubahan yang sedikit.

"Mengapa penambahannya hanya lima?" tanya Adam dengan kesal kepada udara kosong.

Dan jawaban atas kekesalannya pun muncul.

[ Itu karena kemarin Anda menerima peningkatan status sebesar 15 dari Quest Tersembunyi, yaitu Misi Hukuman. ]

"Jadi maksudmu, aku harus merasakan siksaan lagi untuk mendapatkan peningkatan status yang lebih besar?!"

[ Sayangnya, itu tidak bisa dilakukan lagi, Master. Misi Hukuman hanya dapat diselesaikan sekali. Meskipun Misi Hukuman hanya bisa dilakukan sekali, Anda tetap akan menerima hukuman jika tidak menyelesaikan quest harian dan tidak akan ada hadiah untuk itu. ]

Melihat penjelasan dari sistem, Adam hanya bisa menghela nafas kecewa. "Begitu ya, aku mengerti. Meskipun itu terasa tidak adil."

[ Poin mana yang terlihat tidak adil, Master? ]

"Orang yang harus mengalami hukuman seharusnya juga mendapatkan hadiahnya," kata Adam tanpa daya.

[ Pernahkah Master melihat seseorang dihukum dan juga diberi hadiah? ]

"Tidak, aku belum pernah melihat hal seperti itu. Baiklah, aku akan pulang sekarang," kata Adam yang tidak bisa melawan sistem yang menjengkelkan ini.

Akhirnya, Adam pulang dengan perasaan kecewa.

Sekarang sudah sore, Adam terlihat berjalan menuju rumahnya. Dia sedang memikirkan pakaian apa yang akan dia kenakan untuk bekerja. Apakah dia harus mengenakan setelan kantor? Atau hanya pakaian biasa saja? Dia bingung memikirkannya. Dia juga tidak sempat bertanya kepada Om Adi tentang hal ini.

"Pakai pakaian biasa saja lah. Toh, Wita dan Om Adi juga hanya mengenakan pakaian biasa," gumamnya pada dirinya sendiri sambil terus berjalan menuju rumah sambil bersenandung dengan suara yang tidak jelas. Suaranya juga terdengar cempreng.

Tiba-tiba, Adam terhenti. Dia melihat seekor kucing kecil dengan kondisi yang sangat tidak menyenangkan. Bulunya kotor dan bahkan ada lumpur yang sudah kering menempel di tubuhnya. Tubuhnya kurus dan kakinya gemetar.

Saat menyadari bahwa ada manusia yang menatapnya, kucing itu mendekati manusia tersebut sambil merengek. Suara kucing itu terdengar gemetar dan kakinya berusaha menopang tubuhnya agar tidak jatuh.

Melihat kucing kecil ini, Adam merasa iba. Kucing ini jelas meminta makanan. Adam sangat kasihan melihat keadaan kucing ini, tanpa orang tua, bertahan hidup sendirian dengan tubuh yang kecil seperti itu.

Adam mendekati kucing kecil itu, berjongkok, dan mengangkatnya dengan kelembutan. Dia tidak peduli dengan kotoran dan bau yang melekat pada kucing itu. Kucing kecil ini terlihat seperti dirinya, jadi Adam memutuskan untuk merawatnya.

"Baiklah, sobat kecil. Kamu akan tinggal bersamaku mulai sekarang, dan kamu tidak akan merasa kesepian, kedinginan, atau kelaparan lagi. Aku akan merawatmu dengan baik," kata Adam sambil mengelus lembut kucing kecil itu.

Seperti mengerti apa yang dikatakan Adam, kucing kecil itu merespon dengan merengek. Mungkin itu hanya kebetulan, pikir Adam.

"Baiklah, ayo kita pulang ke rumah."

"Miaw!"

Mereka berdua berjalan menuju rumah Adam. Dengan kehadiran kucing kecil ini, Adam mendapatkan teman kecil yang akan menjadi saksi perubahan dalam hidupnya.

Beberapa saat kemudian, mereka berdua akhirnya tiba di rumah. Adam masuk ke dalam sambil melepaskan sepatunya dan mengucapkan salam. Dengan penuh kasih sayang, dia memegang kucing kecil itu dalam pelukannya. Adam bergegas masuk ke kamar mandi dengan tujuan membersihkan kucing kecil dan dirinya sendiri.

Dia dengan lembut meletakkan kucing kecil itu di lantai, kemudian mulai melepas pakaiannya dan mengambil handuk. Menggendong kucing kecil itu lagi, Adam masuk ke dalam kamar mandi dan menyalakan pancuran air.

Kucing kecil itu berontak saat Adam mulai membersihkannya dengan sampo. Dia mencakar Adam sejenak, namun kemudian perlahan tenang dan membiarkan Adam melanjutkan membersihkannya.

Akhirnya, bentuk kucing kecil itu mulai terlihat. Bulunya yang hitam mengkilap, matanya berwarna kuning, dan wajahnya terlihat lucu. Namun, kekurusan tubuhnya tidak sebanding dengan keceriaan wajahnya.

"Setelah kau bersih, aku juga harus membersihkan diriku sendiri," kata Adam pada kucing kecil itu.

Setelah beberapa saat, Adam selesai mandi. Dia mengeringkan kucing kecil itu dengan handuk dan menggunakan pengering rambut. Kemudian, dia membiarkan kucing kecil itu beristirahat di dapur sementara dia berganti pakaian. Setelah beberapa waktu, Adam kembali ke dapur dengan mengenakan kemeja putih panjang dan celana hitam.

"Baiklah, kucing kecil, saatnya makan!" ucap Adam.

"Miaaw!"

Kucing kecil itu terlihat antusias. Melihat hal ini, Adam segera menyiapkan makanan untuk temannya yang baru ini. Dia mengambil nasi dan mencampurkannya dengan potongan ikan segar, lalu meletakkannya di depan kucing kecil itu.

Kucing kecil itu mengendus-endus makanan di piringnya. Ketika mencium aroma ikan segar, akhirnya dia mulai melahap makanan itu dengan lahap, tak menyisakan sedikit pun.

Adam duduk di kursi sambil santai, memperhatikan teman kecilnya dengan senang.

"Untunglah dia menyukainya," kata Adam dengan senyum.

Tiba-tiba, perut Adam berbunyi.

"Hahaha, melihatmu makan membuatku juga lapar," ujarnya.

"Miaw!"

"Baiklah, aku juga harus makan."

Adam mulai mengambil makanannya dan mereka berdua mulai makan bersama, menikmati kebersamaan yang baru terjalin.

Beberapa menit kemudian, Adam dan kucing kecilnya selesai makan. Adam menggendong kucing itu ke kamarnya dan membiarkannya tidur di atas kasur.

Kasur itu cukup besar, jadi Adam tidak khawatir. Toh, dia yang memutuskan untuk merawat kucing ini.

Adam berbaring di kasur sambil memainkan ponselnya, dengan kucing di sisinya. Melihat kucing itu mulai tidur, Adam tersadar bahwa dia belum memberinya nama.

"Hmm... Nama apa yang cocok untukmu?" katanya sambil melihat wallpaper ponselnya. Terlihat karakter game dengan kekuatan bayangan di sekelilingnya, dan tiba-tiba nama yang cocok terlintas di pikirannya.

"Ah, sudah kudapat! Shadow! Mulai sekarang namamu Shadow!" ucapnya sambil mengangkat kucing itu.

"Miaw?"

Kucing hitam kecil itu tampak bingung.

"Oh, maaf! Aku mengganggu tidurmu, ya?" kata Adam sambil meletakkan kembali Shadow di tempat tidurnya. Setelah itu, dia membiarkan Shadow tidur. Nama 'Shadow' dipilihnya karena cocok dengan karakter kucing kecil ini yang memiliki bulu hitam legam seperti bayangan.

Setelah memberi nama kepada teman kecilnya, Adam bangkit dari kasur dan melihat jam di ponselnya menunjukkan pukul 18:36. Dia bergegas turun ke bawah tanpa membuat suara. Shadow sedang tidur, dan dia tidak ingin membangunkannya.

Tiba di lantai bawah, Adam langsung mengenakan sepatunya, membuka pintu sambil mengucapkan salam, dan bergegas ke toko Om Adi.

Dia berlari selama sekitar 10 menit, dan akhirnya sampai di toko Om Adi. Melihat jam tangannya masih menunjukkan pukul 18:47, dia berpikir, "Untung aku tidak terlambat. Semua ini berkat statusku yang agak tidak normal."

Adam merapikan pakaiannya yang sedikit kusut akibat berlari tadi. Kemudian, dia mengusap tangan kanan dan kiri dengan hidungnya untuk memastikan apakah ada bau atau tidak. Ternyata, dia tidak mencium bau apa pun karena tidak berkeringat saat berlari ke sini.

"Beruntung tidak ada bau. Aku benar-benar berterima kasih atas status yang tidak normal ini dan juga pada sistem," gumamnya dengan lega.

Setelah menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya lagi, dia memasuki toko. Di dalam terlihat cukup banyak pelanggan. Adam berjalan menuju kasir, dan di sana ada Wita yang sedang bertugas.

Melihat pemuda yang dikenalnya, Wita langsung bertanya, "Oh, Adam! Kamu sudah sampai?"

"Iya, baru saja. Di mana ayahmu?" Adam bertanya balik.

"Ayahku sedang mengambil barang di ruang penyimpanan... Ah, baru saja dibicarakan," ucap Wita, terhenti setelah melihat ayahnya keluar dari ruangan itu sambil membawa beberapa barang.

"Yah, Adam sudah sampai nih," kata Wita kepada ayahnya.

Om Adi meletakkan barang-barang yang dia bawa di lantai, lalu mendekati Adam dan melihatinya dari atas ke bawah. Setelah itu, dia berkata, "Baiklah, kamu bisa mulai dengan mengatur barang-barang yang kubawa ini," sambil menunjuk barang-barang yang tadi dibawanya.

"Siap, om!" kata Adam dengan penuh semangat.

"Ini daftar barang yang harus kamu atur," balas Om Adi sambil memberikan selembar kertas kepadanya.

Adam mengambil daftar itu dan melihatnya. Barang-barangnya cukup banyak, tapi itu bukan masalah bagi dirinya yang memiliki stamina yang kuat.

"Baiklah, waktunya bekerja!" ucap Adam dalam hati dengan semangat.