Chereads / The System User / Chapter 3 - Menolong Orang dan Bertemu Kepala Polisi DUPA

Chapter 3 - Menolong Orang dan Bertemu Kepala Polisi DUPA

Toko Om Adi ini memang mirip dengan supermarket, dengan rak-rak yang menyediakan berbagai barang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Meskipun ukurannya lebih kecil, bisa dikatakan ini adalah sebuah supermarket mini. Meski berukuran kecil, toko ini dilengkapi dengan pendingin ruangan dan juga toilet di dalamnya.

Dan di toko itu, terlihat seorang pemuda mengenakan kemeja putih dan celana panjang hitam. Pemuda itu adalah Adam, yang saat ini sedang sibuk membaca daftar tugas yang harus dikerjakannya. Setelah mengetahui tugas pertamanya dari daftar yang ia baca, Adam mulai bekerja mengatur barang-barang yang di bawa oleh Om Adi sebelumnya. Barang-barang tersebut terdiri dari botol-botol kecap, mulai dari ukuran kecil hingga ukuran besar, yang semuanya terdapat dalam keranjang yang dibawanya. Tugasnya adalah menyusunnya dengan rapi di rak toko.

Adam mencari rak yang cocok untuk kebutuhan dapur dan dengan cepat menemukannya di bagian belakang dari lima rak yang berjejer di toko tersebut. Ia mulai meletakkan satu per satu botol kecap sesuai dengan label harga yang tertera, mulai dari 5.000 hingga 10.000.

Dengan hati-hati, Adam menyusun semua botol kecap dengan rapi sesuai dengan label harganya. Mungkin karena pengalaman hidup mandiri selama lima tahun, ia terampil dalam merapikan barang seperti ini.

"Baik, kecap sudah selesai," ucapnya puas setelah meletakkan botol kecap terakhir.

"Selanjutnya apa yang harus dilakukan?" pikirnya sambil melihat daftar barang yang diberikan oleh Om Adi.

Di daftar tersebut tertera tugas selanjutnya, yaitu mengambil beberapa deterjen dan sabun mandi dari ruang penyimpanan dan menyusunnya dengan rapi seperti kecap tadi. Tugas-tugas berikutnya juga serupa, mengambil barang-barang yang diperlukan dari ruang penyimpanan dan merapikannya.

"Jadi, tugasku di sini adalah mengatur stok, ya..." gumamnya setelah membaca seluruh tugas yang tercantum dalam kertas itu.

Adam menyimpan kembali kertas tersebut di saku kemejanya sebagai pengingat jika ia lupa barang apa yang harus diambil. Lalu, ia menuju ruang penyimpanan yang penuh dengan kardus, termasuk kardus mie instan, deterjen, dan lain-lain.

Ia mendekati kardus deterjen yang bertuliskan 'BAM! DETERJEN PENGHILANG NODA HANYA DENGAN SEKALI KUCEK' atau sejenisnya. Adam membuka kardus tersebut, mengambil beberapa deterjen, dan meletakkannya di keranjang yang ia bawa. Ia melakukan hal yang sama dengan beberapa sabun mandi.

Setelah yakin jumlahnya sesuai dengan yang tertera dalam daftar, Adam keluar dari ruang penyimpanan dan mulai mengatur deterjen dan sabun mandi di rak keempat, tepat di depan rak kebutuhan dapur. Sambil mengatur, ia tanpa sadar mulai bersenandung.

Di sisi lain, Wita sedang melayani beberapa pelanggan yang ingin membayar di meja kasir. Dia memikirkan apakah Adam baik-baik saja dengan pekerjaannya, sedikit khawatir tentangnya. Tapi dia segera menghilangkan kekhawatirannya, berpikir, "Ah, Adam pasti bisa menyelesaikannya tanpa masalah. Dia itu pria yang tidak gampang menyerah," pikirnya sambil menutup matanya dan tersenyum.

"Eh, permisi, mbak. Saya mau bayar belanjaan ini," ucap salah satu pelanggan.

Suara pelanggan itu membuat Wita terdistraksi dari lamunannya.

"Oh ya, silakan! Saya hitung dulu ya... Totalnya lima puluh enam ribu, ya," kata Wita, sedikit panik namun segera menenangkan dirinya.

"Ini mbak, lagi mikirin pacarnya ya?" goda pelanggan tersebut.

Wita terkejut dengan pernyataan pelanggan itu, wajahnya memerah, dan dia menjawab, "Haha, enggak, Bu. Saya cuma mikirin teman aja kok, hehe."

"Hahaha, gitu ya. Oke deh, tante percaya aja," kata pelanggan sambil tertawa.

"Hahaha, beneran kok, Bu."

"Yaudah, tante pulang dulu ya. Jangan terlalu mikirin dia nanti kerjamu jadi nggak fokus," ucap pelanggan sambil melambaikan tangannya dan pergi sambil tertawa kecil.

Wita hanya membalas dengan senyuman malu dan melambaikan tangannya juga. Setelah pelanggan tersebut keluar dari toko, akhirnya Wita bisa sedikit bernafas lega. Dia tidak tahu harus bagaimana jika percakapan itu dilanjutkan.

"Hah, ada-ada saja tante itu. Aku kan cuma mengkhawatirkan Adam, masa aku dikira lagi mikirin pacar," gumamnya pelan.

Kemudian, ada pelanggan lain yang ingin membayar, dan Wita langsung melayaninya. Sementara itu, Adam mendekatinya dengan ekspresi kebingungan, seolah-olah ada yang ditahannya.

Setelah selesai dengan urusannya, Wita langsung bertanya dengan rasa penasaran, "Ada apa, Adam?"

Pemuda itu terdiam sejenak, lalu menggaruk kepalanya meski Wita tahu bahwa tidak ada gatal-gatal di sana. Akhirnya, pemuda itu menjawab, "Toilet ada di mana ya?"

Wita terdiam, dia ingin tertawa karena ekspresi pemuda itu terlihat lucu baginya. Mungkin dia harus mencoba bercanda lagi.

"Di sini tidak ada toilet," kata Wita sambil bercanda.

"Yang benar saja... Masa aku harus pulang ke rumah cuma untuk buang air," balas pemuda itu dengan ekspresi kesal.

Pemuda itu berbalik dan langsung menuju pintu toko. Wita terkejut melihat hal ini, dia tidak mengira bahwa pemuda itu benar-benar akan pulang ke rumah. Dengan panik, dia berusaha menghentikannya.

"Hei, kemana kamu? Aku cuma bercanda tadi. Toiletnya ada di sebelah sana," kata Wita sambil menunjuk arah toilet.

"Jangan bercanda begitu, aku sudah tidak tahan soalnya," jawab pemuda itu dengan sedikit kesal.

"Iya, iya, aku minta maaf. Kamu juga terlalu serius meresponsnya," kata Wita.

"Iya juga sih... Baiklah, aku pergi dulu, sudah sangat mendesak ini."

"Baiklah, silakan."

Akhirnya, pemuda itu pergi ke arah toilet yang ditunjukkan Wita. Melihat pemuda itu pergi, Wita merasa lega karena sempat panik bahwa Adam akan pergi. Mengapa dia panik begitu? Apakah Adam begitu penting baginya? Padahal mereka baru kenal kemarin. Mungkin dia hanya ingin Adam tetap di sini agar dia bisa menggodanya atau mungkin...

"Ah sudahlah! Lupakan itu. Aku harus fokus seperti yang dikatakan tante tadi," pikirnya sambil menenangkan pikirannya yang kacau dan kembali fokus pada pekerjaannya.

Adam sekarang tengah berjalan ke arah toilet dengan buru-buru, setelah tiba di toilet itu dia langsung masuk. Dan beberapa saat setelah selesai memenuhi panggilan alam itu, Adam keluar dari toilet dengan perasaan lega.

Sebelumnya, saat sedang mengatur barang ketiga, tiba-tiba dia merasakan panggilan alam yang mendesak. Namun, dia tidak tahu letak toilet di sana, jadi dia memutuskan untuk bertanya pada Wita. Saat itu, dia melihat Wita sedang berbicara dengan seorang pelanggan perempuan yang tampak berusia 30-an. Wita terlihat malu dan canggung dalam percakapan dengan pelanggan perempuan tersebut.

Ketika Adam mendekatinya, pelanggan itu sudah pergi. Dia tidak sempat mendengar percakapan mereka atau bertanya pada Wita apa yang mereka bicarakan. Dia hanya bertanya tentang letak toilet. Namun, Wita mengatakan bahwa tidak ada toilet di sana. Adam merasa frustrasi karena dia harus pulang ke rumah hanya untuk buang air.

Namun ternyata Wita hanya sedang bercanda. Adam merasa sedikit kesal, tetapi karena Wita meminta maaf dan memberitahukan letak toilet, akhirnya dia tidak terlalu mempermasalahkannya. Dia menyadari bahwa itu juga kesalahannya karena terlalu serius menanggapi perkataan Wita.

Sekarang dia merasa lega setelah memenuhi panggilan alam itu. Dia memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya yang terhenti. Seperti sebelumnya, dia mengambil, mengatur, dan menata barang-barang sesuai dengan tugasnya.

Setelah bolak-balik selama sekitar 30 menit, dia kemudian memeriksa daftar barang yang ada di sakunya. Semuanya sudah selesai, dia telah mengatur semua barang sesuai dengan daftar tersebut. Pekerjaan yang diberikan padanya telah selesai. Meskipun begitu, dia tidak merasa lelah sama sekali. Karena itulah, dia memutuskan untuk merapikan kardus-kardus barang di ruang penyimpanan.

Setelah merasa cukup dan kardus-kardus itu rapi, dia akhirnya memutuskan untuk istirahat. Dia pergi ke kasir untuk memberi tahu Wita bahwa dia akan istirahat, dan Wita setuju dengan itu.

"Ambillah makanan ringan dan minuman yang kamu inginkan jika kamu ingin istirahat," kata Wita memberikan saran.

"Boleh nih?" balas Adam dengan ekspresi ceria.

"Iya, dan juga terima kasih atas kerja kerasmu," kata Wita lagi sambil tersenyum manis.

"Sama-sama, terima kasih juga buatmu, Wita, karena sudah menerima aku bekerja di sini."

"Ayahku yang menerima kamu, bukan aku, jadi jangan berterima kasih padaku. Oh ya, di depan toko ada kursi dan meja, kamu bisa istirahat di situ."

"Baiklah, terima kasih untuk makanannya."

"Tidak perlu berterima kasih, karena itu akan dipotong dari gajimu, hehehe~"

"Kenapa kamu tidak bilang dari tadi?!"

Dan begitulah hari pertama Adam bekerja paruh waktu.

______________________________________________

Besoknya, Adam terbangun dari tidurnya berkat suara alarm yang dia pasang semalam. Semalam, setelah istirahat, dia terus bekerja sampai jam 10 malam. Ada cukup banyak barang dan pekerjaan fisik lainnya yang perlu dia urus, jadi dia bekerja hingga larut malam. Namun, saat istirahat ketiga, dia dihampiri oleh Om Adi yang memberitahunya untuk segera pulang. Awalnya, Adam mengira dia diusir, tetapi Om Adi menjelaskan bahwa pada jam tersebut sudah mulai sepi pelanggan dan toko mereka akan tutup tepat jam 11:30. Adam mengerti dan langsung pulang setelah berpamitan dengan Wita dan Om Adi.

"Aku benar-benar bersyukur semalam bisa melihat senyum Wita dan mengobrol dengannya," gumamnya mengingat kejadian semalam.

"Walaupun ngobrolnya cuman sepuluh menitan doang sih," lanjutnya lagi dengan senyum masam.

Memang benar dia mengobrol dengan Wita semalam, tepat saat istirahat kedua mereka. Obrolan mereka hanya berpusat pada kehidupan sehari-hari mereka, dan dari percakapan singkat itu, Adam mengetahui bahwa Wita baru saja pindah ke kota ini dari MEYKARTA karena masalah ekonomi. Adam merasa simpati mengetahui hal ini, dia ingin membantu, tetapi mereka baru kenal. Dia juga merasa tidak enak ikut campur dalam masalah orang lain. Namun, dia tetap bertekad untuk membantu saat waktu yang tepat tiba.

"Hoaam~ Aku masih ingin tidur tapi..." Perkataannya terhenti, dan kemudian dia menatap layar yang mengambang di depannya.

[Quest: Memperbaiki Hidup Pecundang]

- Sit Up: 100

- Push Up: 100

- Pull Up: 100

- Scout Jump: 100

- Lari: 10 Km

"Ini adalah Quest Harian, jadi harus diselesaikan setiap hari. Jika tidak, Anda akan mendapatkan 'Hukuman'," baca Adam dengan rasa kesal.

Adam langsung bangun, melempar selimutnya, dan mengomel kesal. Lalu, dia turun ke lantai satu dan masuk ke kamar mandi. Dia memutuskan untuk tidak mandi terlebih dahulu, "Mandi setelah menyelesaikan quest saja," pikirnya. Dia hanya mencuci muka dan menyikat gigi. Setelah selesai, dia keluar dari rumah dengan tidak lupa mengucap salam.

"Haah, aku cukup kesal karena hal ini, tapi ini juga untuk perubahan diriku," kata Adam sembari melakukan pemanasan.

"Baiklah, mari kita mulai lagi," lanjutnya dengan santai dan langsung berlari.

Melihat wajah Adam yang tiba-tiba tersenyum, pencuri itu merasa ketakutan. "Apa-apaan nih bocah! Dia tersenyum setelah terkena pukulanku?" pikir pencuri itu dengan rasa takut yang semakin menguat.

Beberapa saat kemudian, di tengah-tengah berlarinya, Adam bergumam dengan santai, "Status Window."

[Status Window]

Nama: Adam Kirana

Job: Murid Kelas 12-B SMA 1 Meykarta

Kekuatan: 29 (Lumayan)

Kelincahan: 28 (Lumayan)

Ketahanan: 29 (Lumayan)

Karisma: 1 (Di bawah rata-rata)

Pikiran: 2 (Di bawah rata-rata)

Skill: Gamer lvMAX (Pemahaman Anda tentang permainan meningkat 100%), Memasak lv3, Belajar lv1...]

"Masih lumayan ya... Tapi setelah selesai dengan quest ini, mungkin itu akan berubah." gumamnya sambil terus berlari.

Namun, dia berpikir, "Jika statusku berubah, apa keuntungannya? Mungkin berguna jika untuk bekerja, tapi... Aku ingin status ini berguna bagi orang lain."

Adam memikirkan hal ini dengan ekspresi kecewa. Dia tidak sedang mencoba menjadi pahlawan atau pembela kebenaran, dia hanya ingin berguna bagi orang lain, itu saja yang dia inginkan. Meskipun dia belum pernah menguji statusnya pada manusia, setidaknya dia tahu bahwa dia kuat secara fisik, dan hal itu bisa membantu orang yang lemah. Dia terus merenung sambil berlari, sampai-sampai tidak sadar bahwa dia telah berlari melebihi jarak 10 KM.

Beberapa saat kemudian, dia tersadar saat melihat notifikasi sistem di depannya.

[14 KM/10 KM]

"Wow, aku benar-benar terbawa berlarinya. Apakah sebaiknya aku melanjutkannya?"

Namun, sebelum dia sempat memutuskan, dia melihat seseorang berlari dari kejauhan dengan mengenakan hoodie yang menutupi kepalanya sehingga Adam tidak bisa melihat wajahnya. Orang tersebut juga sedang menggenggam sesuatu, dan tidak jauh di belakangnya, ada seorang nenek yang berteriak minta tolong.

"ORANG ITU! TOLONG KEJAR DIA! SIAPAPUN! TOLONG AKU! DIA MENGAMBIL TASKU!" teriak nenek itu histeris.

"Ni orang! Pagi-pagi begini sudah mencuri!" pikir Adam dengan rasa marah.

Kemudian, sebelum pencuri itu melewati Adam, dia dengan cepat menarik hoodie yang menutupi kepala pencuri itu. Pencuri itu kaget, dan secara refleks mengayunkan tangan kanannya ke arah orang yang menariknya. Karena Adam terbiasa menerima pukulan dan dia juga tidak memiliki pengetahuan beladiri, dia terkena pukulan itu. Adam terdiam sejenak, pukulan itu sakit, namun tidak sekuat pukulan dari Si Brengsek Kule.

"Kekeke, lu benar-benar nekat nahan gw kek gi—" Pencuri itu terkekeh setelah melihat Adam terdiam. Namun, dia merasa ada yang aneh, karena pemuda ini masih mampu menahannya.

Melihat wajah Adam yang tiba-tiba tersenyum, pencuri itu merasa ketakutan. "Apa-apaan nih bocah! Dia tersenyum setelah terkena pukulanku?" pikir pencuri itu dengan rasa takut yang semakin menguat.

Tiba-tiba, pencuri itu melihat Adam mengangkat tangannya dan langsung menghantam wajahnya dua kali. Pukulan pertama mengakibatkan hidungnya berdarah, dan tepat di pukulan kedua, pandangannya menjadi gelap. Dia pingsan karena otaknya tidak mampu menahan getaran dari hantaman tersebut.

Setelah pencuri itu ambruk, Adam langsung bernafas lega dan berkata, "Haish, pukulanmu memang sakit tapi tidak sesakit pukulan Si Brengsek itu."

"Aku penasaran dengan status pencuri ini, apakah aku bisa melihatnya?" pikirnya.

Saat dia memikirkan hal itu, tiba-tiba layar hologram muncul di bidang penglihatannya, menampilkan status si pencuri.

[ Status Window ]

Nama: Lupi Ginseng

Job: Pencuri Rendahan, Pengangguran

Kekuatan: 21 (Lumayan)

Kelincahan: 17 (Rata-rata)

Ketahanan: 19 (Rata-rata)

Karisma: 0 (Sangat buruk)

Kecerdasan: -1 (Sangat-sangat buruk)

Skill: Mencuri Lv.1, Menganggur Lv.3, Mencaci Lv.2, Intimidasi Lv.1b

Deskripsi: Seorang sampah masyarakat yang benar-benar pantas mati. Dia sering mencaci maki orang tuanya jika tidak diberikan uang, dan juga sering mengancam orang-orang di sekitar sini untuk memperoleh uang. ]

"Ugh... Statusnya benar-benar buruk, hanya kekuatannya yang lumayan. Dan apa yang ada hubungannya dengan kedua pekerjaannya ini?! Terlebih lagi, deskripsinya... ugh... Dia benar-benar bajingan! Dan orang sepertinya berkeliaran di daerah ini?!" ujar Adam dengan marah dan sakit kepala.

Dia betul-betul kesal dan pusing memikirkan bahwa pencuri ini mungkin akan berkeliaran lagi jika dilepaskan. Seandainya dia bisa, Adam ingin membunuhnya sekarang juga. Namun, itu tidak mungkin terjadi karena dia tidak pernah mempertimbangkan untuk membunuh orang dan juga tidak ingin menjadi seorang kriminal.

"Aku harus menyerahkan bajingan ini ke polisi! Jika tidak, dia tidak akan pernah sadar!" ucapnya dengan tekad.

Setelah mengatakan itu, dia teringat akan nenek tadi. Kemudian, dia mengambil tas yang dipegang oleh Pencuri Rendahan tersebut. Tas tersebut cukup kecil dengan bahan kulit berwarna putih dan corak bunga berwarna pink.

"Nenek ini benar-benar modis," pikirnya sambil tersenyum kecil.

Adam langsung mendekati nenek itu. Nenek terlihat menangis dengan sedih, namun tangisnya sedikit mereda setelah mendengar ucapan Adam.

"Nek, ini tas nenek," katanya sambil memberikan tas itu kepada nenek.

Setelah nenek menghapus air matanya, dia menoleh dan melihat Adam yang memberikan tasnya. Tanpa ragu, nenek langsung mengambil tas itu dari tangan Adam dan memeriksa isinya. Adam memahami tindakan nenek tersebut.

Setelah beberapa saat, nenek itu merasa lega dan berterima kasih dengan nada bersyukur.

"Terima kasih banyak, anak muda. Jika bukan karena kamu, mungkin aku akan kehilangan semua uangku dan tas yang diberikan anakku ini..."

"Sama-sama, nek. Sudah sewajarnya saya membantu orang yang lebih tua... Saya juga tidak suka dengan tindakan kriminal seperti mencuri!" Adam membalas dengan tegas, menegaskan bahwa dia tidak menyukai tindakan kriminal.

Nenek itu melihat Adam dengan rasa syukur mendalam di hatinya. Jika tidak ada pemuda ini, dia benar-benar akan kehilangan uang untuk berobat dan tas pemberian anaknya yang sudah meninggal.

"Kamu benar-benar pemuda yang baik, Nak. Bagaimana nenek bisa membalas kebaikanmu ini?" kata nenek dengan niat ingin membalas budi.

"Ah, tidak usah, Nek. Tidak apa-apa kok. Aku menolong nenek karena kebetulan juga, jadi nenek tidak perlu susah-susah membalas seperti ini, hahaha," jawab Adam sambil tersenyum.

Adam benar-benar hanya kebetulan menolong nenek ini. Jika saja dia tidak kebetulan berhenti di sini, dia tidak tahu apa yang akan terjadi.

Mendengar perkataan Adam, nenek itu mengangguk dan berterima kasih lagi. Namun, kali ini, nenek itu menundukkan kepalanya.

"Sungguh... Aku benar-benar sangat berterima kasih dan bersyukur atas bantuanmu."

Adam seketika panik, dia tidak ingin membuat orang yang lebih tua membungkuk padanya. Dia segera menyuruh nenek itu untuk mengangkat kepalanya.

"Mohon angkat kepala Anda, Nek! Saya sudah bilang bahwa saya menolong nenek hanya karena kebetulan, jadi saya tidak pantas menerima perlakuan seperti ini... Jadi, saya mohon untuk mengangkat kepala Anda!"

Melihat pemuda di depannya yang panik dan memohon agar dia tidak menundukkan kepalanya, nenek itu langsung menurutinya.

"Kalau begitu, kamu ingin apa sebagai balas budi, anak muda?" Nenek bertanya dengan niat balas budi lagi.

"Baiklah, jika memang nenek ingin saya meminta sesuatu, kalau begitu..." Adam memegang pundak kanan nenek itu dan berkata dengan tegas, "Nenek harus hidup sehat untuk anak-anak nenek, suami nenek, cucu-cucu nenek, dan untuk semua keluarga nenek! Pokoknya, nenek harus hidup dan sehat terus! Saya juga akan mendoakan nenek!"

Nenek terkejut dan tersentuh dengan perkataan Adam. Namun, sebelum sempat mengatakan apa-apa, Adam sudah berlari sambil berpamitan dengan tersenyum dan melambaikan tangannya. Nenek yang melihat itu hanya berdoa, semoga Tuhan terus melindungi pemuda yang baik dan berhati mulia itu.

______________________________________________

Sekarang Adam sedang menuju kantor polisi terdekat sambil menggendong pencuri sebelumnya. Beberapa saat kemudian, Adam tiba di kantor polisi dan langsung meletakkan pencuri itu. Pencuri itu pingsan cukup lama, namun setelah beberapa saat, dia akhirnya bangun.

Pencuri itu bertanya dengan bingung, "Apa yang terjadi? Dan di mana aku ini?"

Adam yang melihat dan mendengar perkataan pencuri langsung menjawab, "Kita sekarang ada di kantor polisi untuk mempertanggungjawabkan perbuatanmu tadi."

Melihat orang yang menjawabnya, pencuri itu langsung berkata dengan marah, "Itu kau! Apa maksudmu bertanggungjawab?! Aku akan membunuhmu di sini, sialan!"

Namun, saat ingin menerkam Adam, tiba-tiba seorang petugas polisi di kantor itu menahannya dan bertanya dengan tenang, "Apa dia pencurinya?"

Adam menjawab dengan tenang pertanyaan itu, "Ya, Pak, seperti yang saya katakan di telepon sebelumnya, orang itu pencurinya," sambil menunjuk ke arah pencuri yang digenggam oleh petugas itu.

"Kalau begitu, ikut saya untuk pemeriksaan lebih lanjut," kata petugas polisi itu sambil masuk ke kantor, masih memegangi pencuri itu.

Adam hanya mengangguk sebagai respons dan mengikuti petugas itu. Sedangkan untuk si pencuri, dia meronta-ronta untuk dilepaskan.

"Lepaskan aku, sialan! Aku akan membunuh bocah itu!" katanya sambil terus melawan cengkraman petugas polisi yang membawanya.

Namun, itu sia-sia, mengingat status petugas polisi tersebut.

[Status Window]

Nama: Jabir Mile

Jabatan: Kepala Polisi DUPA

- Kekuatan: 38

- Kelincahan: 32

- Ketahanan: 40

- Karisma: 20

- Kecerdasan: 28

[Skill: Selidik Lv.4, Menembak Lv.3, Komunikasi Lv.3...]

Deskripsi: Seorang kepala polisi yang memiliki tinggi sekitar 180 cm dengan tubuh kekar dan rambut pendek hitam yang sedikit beruban. Prestasinya tidak bisa dipungkiri dan dia sangat dihormati oleh para polisi di DUPA.

"M-maafkan saya, Pak, saya tidak bermaksud menambah pekerjaan Bapak seperti ini, tapi saya takut jika pencuri itu akan berulah lagi jika dibiarkan," jawab Adam dengan sedikit ketakutan.

Adam terkejut melihat dan membaca status serta deskripsi Pak Jabir ini. "Mengapa seorang kepala polisi berada di daerah ini? Seharusnya kepala polisi seperti Pak Jabir berada di pusat kota," pikirnya dengan keheranan.

"Saya sebenarnya harus pergi ke pusat kota hari ini, tetapi berkatmu, anak muda, pekerjaanku di sini bertambah," kata Pak Jabir dengan suara berat sambil menuju ruang utama kantor.

"M-maafkan saya, Pak, saya tidak bermaksud menambah pekerjaan Bapak seperti ini, tetapi saya khawatir pencuri itu akan berbuat ulah lagi jika dibiarkan," jawab Adam dengan rasa takut sedikit terpancar dari suaranya.

Setelah mendengar perkataan Adam, Pak Jabir menyetujuinya, "Haah, memang benar."

Akhirnya, mereka tiba di ruang utama yang dihuni beberapa polisi. Para polisi yang melihat Pak Jabir langsung memberi hormat. Pak Jabir hanya mengangguk sebagai tanggapannya. Mereka kemudian duduk di meja dengan satu kursi di sisi kanan dan satu kursi di sisi kiri. Proses tanya jawab pun dimulai.

Pencuri itu diberikan pertanyaan tentang nama, motifnya dalam mencuri, dan lain-lain. Sementara itu, Adam hanya ditanya namanya saja dalam beberapa pertanyaan. Namun, karena pencuri itu enggan memberikan penjelasan apa pun, Adam terpaksa menjelaskan semuanya sendiri. Setelah beberapa saat, sesi tanya jawab berakhir, dan pencuri itu akan dibawa ke Kantor Pusat untuk tindakan lebih lanjut.

Adam keluar dari Kantor Polisi diikuti oleh Pak Jabir dan dua anggota polisi yang menahan pencuri yang sudah diborgol.

"Kamu boleh pulang sekarang, Adam," kata Pak Jabir sambil bersiap memasuki mobil bersama kedua anggotanya.

"Baik, Pak. Terima kasih!" jawab Adam sambil sedikit membungkuk.

"Seharusnya aku yang berterima kasih padamu. Terima kasih atas kerjasamanya. Dan lain kali, jangan terlibat dalam hal seperti ini. Cukup laporkan saja," kata Pak Jabir lagi saat sudah berada di dalam mobil. "Saya pergi dulu untuk mengurus orang ini," lanjutnya dengan senyuman tipis sambil menunjuk si pencuri yang ada di kursi belakang.

Tanpa sempat menjawab, Adam melihat mobil itu melaju menuju pusat kota. Kemudian dia berbisik pada dirinya sendiri, "Jika hanya disuruh melaporkan saja... Aku tidak bisa. Aku pasti akan langsung bertindak."

"Statusku juga cukup tinggi, dan akan terus bertambah seiring waktu. Jangankan pencuri seperti tadi, bahkan jika itu..." lanjutnya, tetapi dia terhenti karena tidak ingin terlalu memikirkannya.

Adam menggelengkan kepalanya dan berkata dengan semangat, "Baiklah, saatnya melanjutkan quest yang tertunda tadi!"

______________________________________________

Adam sedang duduk istirahat dan meminum sebotol air di bangku taman seperti biasanya. Waktu sekarang menunjukkan pukul 17:36 di jam tangannya. Melihat waktu dan langit yang mulai gelap, dia langsung berdiri dan berlari pulang.

"Aku harus cepat, Shadow pasti sudah sangat lapar!" pikirnya sembari berlari.

[ Anda telah menyelesaikan Quest Harian. ]

[ Anda mendapat Hadiah. ]

[ Anda Terima? Ya/Tidak. ]

Melihat semua pemberitahuan sistem di depannya, dia tidak peduli, dan mengumpat dengan kesal, "Aku sedang buru-buru sekarang, dan tidak ada waktu untuk menghadapi sistem sialan ini!"

Dia terus berlari dengan pemberitahuan sistem yang mengambang di depannya. Dan beberapa saat kemudian, dia sampai di rumahnya dan buru-buru masuk tanpa lupa mengucapkan salam. Melepas sepatunya dengan tergesa-gesa, dia berlari menaiki tangga dan langsung masuk ke kamarnya.

Setelah membuka pintu kamar, dia langsung berteriak khawatir, "Shadow, apakah kamu baik-baik saja?!"

"Miaw?" Shadow yang sedang bermain di atas kasur bingung dengan tingkah majikannya.

Melihat kucing atau teman kecilnya dalam keadaan baik, rasa khawatir Adam langsung hilang, "Syukurlah, aku kira kamu sakit atau apa, karena aku tidak memberimu makan pagi ini," katanya sambil mendekati Shadow.

Dia kemudian memeluknya dan berkata lagi, "Baiklah, karena kamu belum makan apapun, aku akan membuatkanmu makanan spesial dengan porsi jumbo untuk makan malammu."

Shadow, seakan mengerti dengan ucapan Adam, membalas dengan antusias, "Miaaw!"

Adam langsung turun ke lantai satu dengan Shadow di pelukannya. Tiba di dapur, dia meletakkan Shadow di lantai dan mulai mempersiapkan makanan untuk keduanya. Beberapa menit kemudian, Adam mempersiapkan hidangan untuk dirinya sendiri di atas meja. Untuk Shadow, karena tempat makan kucing tidak cukup untuk porsi jumbo yang dia buat, Adam akhirnya menaruh makanan porsi jumbo itu di mangkuk besar dan meletakkannya di lantai, lalu menyuruh Shadow untuk mulai makan.

Shadow langsung menyantap makanan itu dengan lahapnya. Adam juga mulai berdoa dan menyantap makanannya. Beberapa saat kemudian, dia selesai duluan sementara Shadow masih terus menikmati makanannya dengan lahap. Adam lalu mandi untuk membersihkan tubuhnya yang bau keringat. Setelah itu, dia membuat segelas susu hangat, dan karena Shadow juga telah selesai makan, dia juga menuangkan susu ke mangkuk kucing itu.

Baru saja meneguk susunya, Adam teringat tentang Hadiah dari Sistem. Dia meletakkan gelas di atas meja dan bergumam, "Hadiah dari sistem..."

[ Anda mendapatkan Hadiah. ]

[ Terima? Ya/Tidak. ]

"Tentu saja, dengan senang hati aku terima," kata Adam sambil menekan 'Ya' pada layar mengambang di depannya.

[ Selamat, Kekuatan Anda bertambah 4. ]

[ Selamat, Kelincahan Anda bertambah 4. ]

[ Selamat, Ketahanan Anda bertambah 4. ]

Melihat semua pemberitahuan itu, dia hampir menyemburkan susu yang diminumnya. Untung saja dia langsung menelan susu itu. Adam kemudian bertanya dengan heran dan sedikit kesal, "Hei, sistem, kenapa sekarang hanya bertambah empat poin?!"

Menanggapi pertanyaan Adam, Sistem pun memberikan penjelasan.

[ Ini untuk menjaga keseimbangan dan menyesuaikan diri dengan tubuh Anda, Master. ]

Melihat jawaban dari Sistem, Adam mengangguk mengerti sambil berkata, "Begitu, ya..."

Sambil meminum susunya, dia melanjutkan, "Jadi, maksudmu baik, rupanya," dan tersenyum.

[ Tentu saja, Master. Dan perlu diingat, Hadiah ini akan berkurang seiring meningkatnya status Anda. ]

Lagi-lagi, Adam hampir saja menyemburkan susu karena terkejut. Dia bertanya dengan emosi, "Jadi, apakah itu berarti quest harian tidak memiliki manfaat?"

[ Tentu ada manfaatnya, Master. Yaitu, untuk menghindari Hukuman. ]

"Aghhh, terserah kamu saja, Sistem!" katanya dengan kesal sambil mengacak-acak rambutnya.

Shadow, yang sedang menikmati minuman susunya dengan nikmat, terkejut melihat tingkah majikannya. Namun, karena Adam tampak baik-baik saja, Shadow melanjutkan minum susunya tanpa khawatir. Dia tidak tahu bahwa majikannya sedang tidak dalam keadaan yang baik secara mental.

"Haah... Sudahlah, lupakan saja sistem sialan ini. Aku harus belajar sekarang. Ayo, Shadow, kita ke kamar," kata Adam dengan helaan nafas panjang.

Shadow, yang sudah kenyang, mendekati majikannya. Adam memeluk Shadow dan bersama-sama mereka kembali ke kamar dengan ekspresi yang murung. Melihat majikannya dalam keadaan seperti itu, Shadow mencoba menghiburnya dengan menjilati pipi Adam.

Adam sedikit terkejut dan bertanya, "Ada apa, Shadow?" sambil mengelus kepala Shadow yang menjilatinya.

"Ah, kau ingin mainan baru, ya? Baiklah, aku akan memesan dan membelikannya untukmu besok!" lanjutnya sambil mengangkat Shadow ke atas.

"Miaw!" Shadow sangat senang karena majikannya kembali ceria dan juga akan mendapat mainan baru.

Namun, karena Shadow adalah kucing, Adam tidak menyadari kebahagiaan yang dirasakannya. Adam terus menggendong Shadow saat mereka masuk ke dalam kamar. Setelah itu, dia meletakkan Shadow di atas kasur dan membiarkannya tidur. Sementara itu, Adam pergi ke meja belajarnya dan mulai belajar hingga larut malam, tepatnya jam 00:23 dini hari.

Melihat jam menunjukkan pukul 00:23, Adam berkata, "Sudah selarut ini? Aku harus segera tidur."

Dia bangkit dari kursi, melemparkan tubuhnya ke atas kasur, dan menutup matanya. Karena dia sangat lelah, Adam akhirnya tertidur hanya dalam beberapa saat.

______________________________________________

Keesokan harinya, Adam terbangun tepat pukul sembilan pagi. Dia bergegas menuju kamar mandi untuk membasuh wajah dan menyikat giginya. Setelah itu, dia mulai menyiapkan sarapan pagi untuk dirinya dan Shadow. Setelah beberapa saat, sarapan sudah siap. Adam kembali ke kamarnya untuk membangunkan Shadow yang sedang tidur nyenyak di atas kasur. Meskipun merasa sedikit enggan mengganggu Shadow yang terlihat begitu nyaman tidur, Adam tetap membangunkannya.

"Bangunlah, Shadow. Sudah waktunya sarapan," kata Adam sambil menepuk lembut tubuh Shadow.

Merasakan sentuhan Adam, Shadow terbangun dan meregangkan tubuhnya sebelum turun dari kasur. Mereka berdua kemudian turun ke lantai satu. Adam menuntun Shadow ke tempat makanannya, sementara Shadow mulai menyantap makanannya, Adam berdoa sejenak sebelum ikut menyantap sarapannya. Setelah beberapa saat, mereka selesai makan. Adam kemudian menyeduh secangkir kopi untuk dirinya sendiri. Untuk Shadow, dia mengambil susu dari kulkas, menghangatkannya kemudian menuangkannya ke dalam mangkuk.

Sambil menikmati kopi, Adam juga menggunakan ponselnya untuk menjelajahi toko online yang menyediakan mainan kucing dan mangkuk makanan kucing. Setelah beberapa saat mencari, dia menemukan mainan yang cocok untuk Shadow, yaitu bola benang berwarna hitam, serta mangkuk makanan kucing berwarna hitam dengan corak bintang. Kedua barang tersebut dihargai sebesar 132.000 rupiah. Setelah memesan semua itu, Adam meletakkan kembali ponselnya dan kembali menikmati sisa kopi dengan kedamaian.

Setelah menikmati ketenangan itu dan melihat bahwa cangkirnya sudah kosong, Adam mulai membersihkan rumah. Dia membersihkan ruang tamu, dapur, kamar mandi, dan kamar tidur. Dia juga mencuci piring, gelas, dan cangkir yang kotor, serta mencuci pakaian kotor dengan mesin cuci dan menjemurnya. Seluruh pekerjaan tersebut memakan waktu tiga jam. Setelah semuanya selesai, Adam bersiap-siap untuk menyelesaikan quest harian. Dia mengenakan seragam olahraga yang sama seperti kemarin, memakai sepatunya, mengucapkan salam, dan akhirnya keluar dari rumah. Sebelum pergi, dia berpamitan pada Shadow, kucing kecilnya.

Diluar rumah, Adam mulai berlari dengan kecepatan yang biasa, sementara sinar matahari bersinar terik di atasnya. Merasakan panasnya cuaca, dia berkata sambil terus berlari dan meminum air dari botol yang dia bawa, "Wah, hari ini benar-benar panas ya."

"Beruntung aku membawa air ini," lanjutnya sambil melihat botol minuman yang ada di tangannya.

Dia terus berlari, mengelilingi kompleks perumahan. Melewati gang-gang, rumah-rumah, dan akhirnya dia tiba di area pantai. Di sana, dia melihat beberapa nelayan yang sedang berlayar dan menaikkan kotak-kotak ikan ke dalam kapal mereka. Melihat pemandangan tersebut, Adam tersenyum dan teringat saat dia berumur 10 tahun, ketika dia berlayar bersama ayahnya. Dia benar-benar merindukan saat-saat itu. Kembali dari kenangannya, Adam berbalik dan melanjutkan larinya.

Dia sekarang menuju taman kecil yang biasanya menjadi tempatnya menyelesaikan quest harian. Sebelum tiba di taman itu, dia menerima pemberitahuan dari sistem bahwa dia telah menyelesaikan jarak lari 10 kilometer.

[ 15 km / 10 km ]

"Huff, aku melebihi batas lagi kali ini," gumamnya setelah melihat pemberitahuan yang muncul di depannya.

"Beruntung tidak terjadi apa-apa pada diriku setiap kali aku melewati batas quest ini," lanjutnya sambil tersenyum kecil.

Akhirnya, setelah beberapa saat berjalan, dia tiba di taman dan mulai melakukan push-up, sit-up, pull-up, dan lompatan scout, masing-masing sebanyak 100 kali. Setelah selesai, dia istirahat di bangku taman sambil meneguk air dari botol yang dibawanya. Namun, saat duduk di bangku tersebut, dia merasa pantatnya terasa panas karena bangku taman itu terbuat dari logam dan menyerap panas.

Dia langsung bangkit berdiri setelah merasakan panas di pantatnya, dan dengan agak kesal, dia menggerutu, "Wah, ini sungguh panas sekali!"

Adam menyadari tingkahnya dan segera melihat sekeliling dengan panik. Namun, setelah mengetahui bahwa tidak ada orang di sekitarnya, dia merasa lega dan berkata, "Syukurlah, jika ada yang melihatku seperti tadi, aku pasti akan sangat malu."

Setelah berkata demikian, dia melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 14:03. Adam mengambil keputusan untuk pulang, mengingat dia sudah berkeringat banyak karena cuaca yang panas.

Namun, sebelum dia melangkah, sebuah pemberitahuan dari sistem muncul di depannya.

[ Anda telah menyelesaikan Misi Harian. ]

[ Anda mendapatkan Hadiah. ]

[ Anda terima? Ya/Tidak. ]

Melihat pemberitahuan itu, ekspresi gembira muncul di wajah Adam. Dia dengan semangat menjawab, "Tentu saja, dengan senang hati!" dan menekan tombol 'Ya' pada layar pemberitahuan tersebut.

[ Selamat, Kekuatan Anda bertambah 3. ]

[ Selamat, Kelincahan Anda bertambah 3. ]

[ Selamat, Ketahanan Anda bertambah 3. ]

"Haah, seperti yang kuduga," gumamnya dengan sedikit kekecewaan melihat semua pemberitahuan hadiah tersebut.

[Saya sudah memberitahukan pada Anda sebelumnya bahwa hadiah dari Misi Harian akan berkurang seiring dengan peningkatan status Anda. Apakah Anda sudah melupakannya, Master?]

Melihat respons dari sistem, Adam tetap mempertahankan ekspresi diamnya tanpa mengatakan apapun. Dia melanjutkan perjalanan menuju rumahnya. Di tengah perjalanan, dia berbisik, "Status Window" dengan suara lemas.

[Status Window]

[Nama: Adam Kirana]

[Pekerjaan: Pelajar Kelas 12-B di Sekolah Menengah Atas Negeri 01 MEYKARTA]

[-Kekuatan: 32

-Kelincahan: 31

-Ketahanan: 32

-Karisma: 1

-Kecerdasan: 2]

[Skill: Gamer Lvl.MAX, Memasak Lvl.4, Belajar Lvl.2, Binaraga Lvl.1, Merawat Hewan Lvl.1, Bersih-bersih Lvl.1...]

"Aku tidak boleh mengeluh tentang ini. Pada akhirnya, pertumbuhanku pasti akan segera selesai," gumamnya dengan semangat setelah mengingat bahwa sistem ini benar-benar membantunya untuk berubah.

[Harus begitu, Master.]

Sistem memberikan respons lagi, dan Adam hanya menjawab singkat, "Ya, ya." Dia melanjutkan perjalanan kembali menuju rumahnya.

Beberapa saat kemudian, Adam tiba di rumahnya dan segera mengucapkan salam. Ia melepas sepatunya dan meletakkannya di rak sepatu sebelum menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuh yang terasa penuh dengan bau keringat. Setelah mandi selesai, ia berjalan menuju kamarnya di lantai dua. Di dalam kamar, ia melihat Shadow yang sedang rebahan di atas kasur. Sambil menggelengkan kepala karena menganggap Shadow pemalas, Adam berganti pakaian dengan mengenakan baju putih dengan gambar beruang hitam dan celana pendek abu-abu.

Setelah selesai berganti pakaian, Adam menggendong Shadow di pelukannya dan turun ke lantai satu menuju ruang tamu. Sesampainya di ruang tamu, ia duduk di sofa dan meletakkan Shadow di sampingnya. Kemudian, ia menyalakan televisi menggunakan remote yang terletak di atas meja kaca di depan sofa. Adam memilih menonton acara National Geographic dengan volume sedang. Ia menikmati menonton televisi bersama kucing kecilnya sampai jam enam malam. Dia benar-benar lupa waktu.

Setelah menyadari hari mulai gelap, Adam mematikan televisi dan menggendong Shadow di pelukannya. Dia menyiapkan sarapan sederhana untuk dirinya dan Shadow, dan setelah selesai makan, mereka berdua menuju kamar. Di kamar, Adam meletakkan Shadow kembali di atas kasur sementara dia berganti pakaian dengan mengenakan kemeja putih pendek dan celana jeans hitam. Adam berniat pergi ke toko Om Adi lagi untuk bekerja malam ini.

Setelah mengucapkan salam dan keluar dari rumah, dia berkata dengan semangat, "Baiklah, waktunya bertemu Wit- Maksudku, waktunya untuk bekerja" dengan ekspresi cerah di wajahnya.