Dua bulan telah berlalu, menandai berakhirnya liburan musim panas. Selama periode tersebut, Adam bekerja paruh waktu di toko Om Adi, menyelesaikan Misi Harian, dan menjalankan Misi Khusus seperti belajar, bersosialisasi dengan orang lain, serta membantu sesama sebisa mungkin. Dia juga memberikan perhatian dan merawat Shadow dengan baik. Karena dedikasinya, hubungannya dengan Om Adi dan Wita semakin erat, persepsi orang-orang terhadapnya mulai berubah, dan Shadow berkembang menjadi kucing hitam yang lucu dan manja di bawah perawatan Adam.
Namun, ada satu perubahan yang membuat Adam frustasi, yaitu hadiah dari Misi Harian sekarang hanya memberikan 1 poin pada setiap statusnya. Perubahan ini terjadi tepat pada hari kelima liburan musim panas, di mana statusnya hanya bertambah 1 poin setelah menyelesaikan Misi Harian. Saat itu, dia benar-benar merasa kesal dengan sistem, dan saat dia bertanya mengapa hanya bertambah 1 poin, sistem menjawab bahwa 5 poin status sebelumnya adalah bonus karena dia dianggap terlalu lemah. Penjelasan tersebut malah membuatnya semakin frustrasi.
Sekarang Adam berdiri di depan cermin di kamarnya. Dia terkejut melihat bahwa tubuhnya sedikit lebih berotot dan tinggi dari dua bulan yang lalu, namun wajahnya tetap sama. Tingginya sekitar 176 cm dan tubuhnya terlihat seperti atlet MMA, tetapi wajahnya tetap memiliki penampilan yang biasa.
"Mungkin ini karena statusku yang sekarang, tapi... aku tidak ingin menjadi terlalu berotot!" gumamnya, membayangkan sosok pria berotot yang terlalu berlebihan.
Ketika rasa khawatir melanda pikirannya, tiba-tiba layar sistem muncul di depannya.
[ Anda tidak perlu khawatir, master. Saya akan mengatur pertumbuhan otot Anda agar tidak berlebihan seperti mereka yang terobsesi dengan otot. Meskipun otot Anda ditekan, kekuatan Anda tidak akan berkurang sama sekali. ]
Setelah membaca pesan tersebut, kekhawatiran Adam mulai mereda.
"Haah, syukurlah," gumamnya dengan lega sambil tersenyum.
"Oh ya! Aku baru ingat! Sistem, apakah Misi Khusus sudah selesai?" lanjutnya dengan antusias.
Merespons pertanyaan Adam, layar sistem muncul dengan sejumlah notifikasi.
[ Anda telah menyelesaikan Misi Khusus. ]
[ Anda mendapatkan Hadiah. ]
[ Terima? Ya/Tidak. ]
Melihat semua pemberitahuan tersebut, Adam merasa semangat dan dengan antusias berkata, "Aku telah menantikannya! Tentu saja, aku menerima hadiahnya dengan senang hati!"
[ Selamat! Karisma Anda bertambah 10. ]
[ Selamat! Kecerdasan Anda bertambah 20. ]
Adam merasakan sensasi hangat di dalam kepalanya, khususnya di otaknya. Namun, beberapa saat kemudian, sensasi itu hilang dan digantikan dengan rasa sakit yang melanda seluruh wajahnya. Seperti wajahnya sedang diperlakukan dengan berbagai alat, dia jatuh ke lantai dan meringis kesakitan.
"Aghhh!! Sial! Sial! Sial! Sial! Sialaaannn! Ini benar-benar sakit!! Akhhhh!!" Teriaknya kesakitan.
Dan setelah beberapa detik, rasa sakit itu berhenti. Adam terengah-engah dengan nafas yang berat, ekspresinya sekarang benar-benar seperti orang yang habis disiksa.
"Haah... Haah... Apa-apaan tadi itu?"
Karena dia sudah tidak merasakan rasa sakit itu lagi, dia mengatur posisinya dan kemudian bangkit berdiri. Tiba-tiba, dia terkejut dengan apa yang dilihatnya di cermin.
"Apa-apaan ini?!" Katanya dengan sangat terkejut.
Wajar saja dia sangat terkejut. Wajahnya berubah, itu lebih rapi dan modis dari sebelumnya.
"Apa ini benar-benar wajahku?" Dia bertanya melihat ke arah cermin sembari meraba wajahnya.
[ Itu benar-benar wajah Anda, master. Rasa sakit yang Anda rasakan di seluruh wajah Anda tadi adalah efek dari perubahan struktur wajah Anda. Dan seperti yang Anda lihat pada wajah Anda sekarang, ini adalah hasil rekonstruksi ulang wajah Anda setelah menerima 10 poin Karisma. ]
Melihat notifikasi yang tiba-tiba muncul di depannya, Adam merasa sangat kesal dan ingin mengutuk sistem sialannya ini, tapi dia berubah pikiran setelah melihat pantulan wajahnya di cermin.
"Karena aku mengatakan aku akan menerimanya dengan senang hati, jadi aku akan diam saja" gumamnya sembari mengagumi wajahnya.
"Dan juga, aku akan lebih bersiap-siap jika aku mendapat hadiah poin karisma lagi!" Lanjutnya lagi dengan menguatkan tekad.
Setelah berkata seperti itu, dia kemudian berdiri dan berkata dengan santai "Status Window"
[ Status Window
Nama : Adam Kirana
Pekerjaan : Murid Kelas 12-B SMA Negeri 01 Meykarta
Kekuatan : 89 (Di atas rata-rata)
Kelincahan : 88 (Di atas rata-rata)
Ketahanan : 89 (Di atas rata-rata)
Karisma : 11 (Rata-rata)
Pikiran : 22 (Lumayan)
Keterampilan : Gamer lvMAX (Anda akan langsung menguasai game yang Anda mainkan dalam sekali coba), Memasak lv3, Belajar lv4, Binaraga lv1, Merawat lv2, Boxing lv1 ]
"Dua bulan saja sudah seperti ini, apa yang akan terjadi jika setahun, ya?" katanya sambil memikirkan bagaimana dirinya akan berubah dalam setahun.
Mungkin dia akan benar-benar menjadi manusia dengan fisik yang lebih kuat, meskipun dia tetap rentan terhadap senjata tajam dan senjata api. Seberapa kuat pun fisiknya, kulitnya tetap dapat tergores atau tembus oleh senjata tajam dan senjata api. Namun, jika manusia tersebut memiliki ilmu kebal atau ilmu-ilmu supranatural lainnya, apakah peluru masih bisa menembusnya? Tidak ada yang tahu dengan pasti.
Adam sekarang sudah mengenakan seragam sekolahnya. Ini adalah seragam baru yang dia pesan dari sekolah jauh-jauh hari karena dia sudah meramalkan bahwa tubuhnya akan berubah, dan seragam lama tidak akan muat lagi. Meskipun seragam ini cukup mahal, tetapi dia membutuhkannya, jadi dia memesannya. Melihat jam tangannya, dia melihat bahwa sudah pukul 07:16 dini hari.
"Karena sekolah dimulai jam delapan, aku akan sarapan di kantin sekolah saja. Tapi untuk Shadow, aku harus memberinya makan," katanya setelah melihat jam tangannya.
Dia kemudian mengambil makanan kucing dari lemari dan meletakkannya di mangkuk makanan Shadow. Setelah itu, dia memanggil Shadow.
"Shadow, waktunya makan!" teriaknya dengan sedikit keras.
Mendengar panggilan dari majikannya, Shadow yang sedang bermain bola benang di ruang tamu langsung berlari menuju dapur.
"Miaw!"
Melihat Shadow berlari pelan ke arahnya, Adam meletakkan mangkuk makanan itu di lantai. Kemudian, Shadow mulai memakan makanan itu. Adam kemudian mengelusnya dan berpamitan.
"Aku mau pergi sekolah dulu. Kamu jangan nakal-nakal dan jaga rumah baik-baik, oke?" kata Adam sambil mengelus Shadow yang sedang makan.
"Miaw!"
Shadow yang sedang makan dengan lahap memberikan respon sebentar dan melanjutkan makan lagi. Karena Shadow sudah memberikan tanggapan, Adam kemudian mengenakan sepatunya, membuka pintu, memberi salam, dan berjalan menuju halte bus.
Sampai di halte bus terdekat dari rumahnya, Adam mulai menunggu bus tujuan MEYKARTA. Tidak lama kemudian, bus langganan Adam tiba. Dia naik ke dalam bus dan melihat beberapa murid lain mengenakan seragam yang sama dengannya, serta beberapa yang mengenakan seragam yang berbeda.
Setelah melihat Adam masuk, supir bus, Pak Ocel, yang sudah kenal lama dengan Adam, terkejut dan berkata, "Hm? Kok bukan Adam yang naik?"
Mendengar pertanyaan dari supir paruh baya tersebut, Adam menjawab dengan santai, "Saya Adam, Pak Ocel."
Pak Ocel, supir yang sudah lama mengantarkan Adam, terdiam sejenak dan memperhatikan wajah Adam dengan seksama. Setelah beberapa saat, Pak Ocel yakin bahwa dia benar-benar Adam.
"Beneran Adam ya, kirain murid baru," katanya terkejut.
"Hahaha, iya Pak, ini saya, Adam," balas Adam sambil tersenyum.
"Tapi kamu benar-benar berbeda dari yang dulu, dek Adam," kata Pak Ocel sambil melihat Adam dari atas ke bawah.
"Hanya berubah sedikit, Pak, hehe," jawab Adam sambil tertawa kecil.
"Baiklah, duduklah di sana, nanti saya terlalu asyik ngobrol denganmu lagi," kata Pak Ocel sambil mengarahkan Adam ke tempat duduk.
Adam mengikuti petunjuk Pak Ocel dan duduk di tempat yang telah ditunjuk sambil berkata, "Hahaha, baik Pak, saya siap."
Dengan bunyi knalpot yang berderu, bus pun berangkat menuju SMA Negeri 01 MEYKARTA. Ini adalah awal dari petualangan baru bagi Adam.
______________________________________________
Indesia merupakan negara berkembang yang terletak di satu benua kecil di bagian Tenggara. Negara ini memiliki sembilan kota, termasuk dua kota kecil, yaitu Etana dan Dupa. Selain itu, ada tiga kota berkembang, yaitu Koralo, Doama, dan Kincir. Terdapat juga empat kota metropolis, yaitu Meykarta, Nandung, Gegasi, dan Kanado. Meykarta merupakan ibu kota negara ini. Pemilihan Meykarta sebagai ibu kota didasarkan pada faktor ketimpangan ekonomi, infrastruktur, dan populasi yang relatif seimbang di kota tersebut.
Saat ini, Adam sedang dalam perjalanan menuju sekolahnya di ibu kota, Meykarta. Karena jarak antara Dupa dan Meykarta cukup jauh, dan bus yang Adam tumpangi melaju dengan kecepatan 40 km/jam, perjalanan tersebut akan memakan waktu yang cukup lama, sekitar satu jam.
Adam duduk di kursi belakang bus dan melihat keluar jendela. Di sekitar bus, ada beberapa penumpang lain yang juga menuju Meykarta.
"Aku benar-benar terlambat," batin Adam sembari melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 07:32 dini hari.
"Kenapa aku memilih sekolah yang jauh seperti ini? Haish... Mudah-mudahan aku tidak dihukum," gumamnya.
Adam menutup matanya sejenak, sementara bus terus melaju. Setelah empat puluh menit, bus akhirnya tiba di halte yang dekat dengan sekolahnya.
Merasa bus berhenti, Adam membuka matanya dan segera turun setelah membayar ongkos kepada Om Ocel. Setelah berjalan sebentar dari halte bus, dia tiba di depan gerbang sekolah.
Karena tidak ada murid yang terlihat di luar, dia yakin bahwa dia benar-benar terlambat. Tanpa memiliki pilihan lain selain masuk, dia mulai melangkah menuju pintu gerbang. Namun, sebelum dia bisa melangkah satu langkah pun, dia dihentikan oleh dua orang satpam.
"Berhenti di situ, nak," kata salah satu satpam itu.
Melihat wajah yang menghentikannya, Adam langsung tahu bahwa itu adalah Pak Dino, dan di sebelahnya ada Pak Sauno, "Aku benar-benar akan di hukum" pikirnya.
Namun, setelah keduanya melihat wajah Adam yang belum pernah mereka lihat sebelumnya, Pak Dino dan Pak Sauno menjadi bingung.
"Apa kamu mengenalnya, Pak Dino?" tanya Pak Sauno dengan bingung.
"Tidak, saya belum pernah melihat murid ini sebelumnya." Jawab Pak Dino mencoba mengingat.
"Hm... Tapi jika dia murid baru, seharusnya mereka memberitahukan hal itu kepada kita." lanjut Pak Sauno.
"Ya... Dan jika saya perhatikan dengan lebih seksama, wajahnya terlihat akrab." lanjut Pak Dino juga dengan memperhatikan wajah Adam.
Kedua satpam itu mulai memperhatikan wajah Adam dengan seksama. Adam merasa sedikit tidak nyaman saat dia diamat-amati seperti itu.
Setelah beberapa saat memperhatikan, akhirnya kedua satpam itu tahu siapa murid ini, dimulai dari Pak Dino yang berkata, "Kamu Adam! Murid yang sering pulang dengan luka-luka!"
"Iya, iya, itu dia!" kata Pak Sauno membenarkan.
Pak Dino berkata lagi dengan tidak percaya, "Kamu benar-benar berubah ya, kami bahkan tidak menyadari. Hahaha!"
Sedangkan Pak Sauno terus membenarkan, "Iya, dulu dia kurus dan lemah, sekarang sudah tidak lagi."
Melihat kedua satpam yang berkomentar tentang perubahannya, Adam merasa sedikit malu dan menggaruk bagian belakang kepalanya, "Apakah aku benar-benar berubah sebanyak itu?"
Ekspresi Pak Dino kemudian menjadi serius dan dia berkata, "Ya, walaupun kamu sudah berubah, aturan tetap aturan."
"Sekarang ikut kami ke ruang BK!" kata kedua satpam itu dengan kompak.
Setelah mendengar perkataan kedua satpam itu, Adam hanya bisa menurut dengan ekspresi muram di wajahnya sembari bergumam pelan, "Aku kira aku akan dilepaskan"
Pak Dino mendengar gumaman Adam itu dan bertanya untuk memastikan, "Apa kau mengatakan sesuatu, nak?"
Adam panik dan langsung menjawab dengan melambaikan kedua tangannya ke depan, "Tidak, pak! Saya tidak mengatakan apapun, ahahaha"
Pak Dino menatapnya beberapa detik, kemudian memalingkan pandangannya lagi ke depan. Mereka bertiga terus berjalan ke Ruang BK. Dan beberapa saat kemudian, mereka bertiga pun tiba, kedua satpam itu melaporkan pada Guru BK bahwa ada satu siswa yang terlambat. Guru BK itu langsung menyuruh Adam masuk dan dia pun dimarahi dan dinasehati habis-habisan oleh guru itu. Sedangkan Pak Dino dan Pak Sauno menunggu diluar ruangan sambil terus mendengarkan nasehat-nasehat Guru BK pada Adam itu. Sesi 'Pelajaran dari Guru BK itu terus berlanjut.
Setelah menerima "pelajaran" dari Guru BK, Adam sekarang sedang berjalan menuju kelasnya. Dia baru saja diberi teguran dan nasihat oleh Guru BK agar tidak terlambat lagi keesokan harinya, dan jika dia masih terlambat, dia akan diusir dari sekolah. Karena sekolah ini merupakan sekolah elit.
"Aku harus bangun lebih pagi besok," dia berjanji pada dirinya sendiri.
Beberapa saat kemudian, dia tiba di kelasnya. Dia mendengar suara guru wanita yang sedang memberikan penjelasan dari balik pintu. Karena dia mengenali suara itu dan tidak ingin dimarahi oleh guru wanita tersebut, dia langsung masuk sambil mengucapkan salam.
Para murid dan guru wanita itu menjadi terdiam sejenak, sambil menatap ke arah Adam. Kemudian, guru wanita itu bertanya, "Apakah kamu murid baru?"
Melihat pertanyaan tersebut ditujukan padanya, Adam melihat seorang wanita berusia sekitar 20-an tahun dengan mengenakan setelan dinas khas guru, rambut hitam panjang yang diikat kuncir kuda, dan tatapan yang tajam dengan iris mata coklat yang sedang menatap ke arahnya. Di papan namanya tertulis 'Rina Alamri' dan dia adalah guru matematika.
"Tidak, bu. Saya adalah murid dari sekolah ini," Adam menjawab dengan sopan.
"Hm..."
Bu Rina masih terlihat ragu. Namun, setelah melihat papan nama di seragam Adam yang tertulis 'Adam Kirana', dia menghilangkan keraguannya.
"Jadi, kamu adalah Adam. Silakan duduk di tempatmu. Namun, karena kamu terlambat, buatlah lima soal matematika beserta jawabannya," Bu Rina tampak tidak terlalu tertarik dengan perubahan yang terjadi pada Adam.
Mendengar jawaban Bu Rina yang terdengar seakan tidak peduli padanya, Adam merasa lega dan menjawab, "Baik, bu!"
Adam menerima hukuman tersebut dengan lapang dada. Baginya, lebih baik mendapat hukuman daripada harus diomeli oleh guru dengan tatapan tajam seperti Bu Rina.
'Dia cantik, sangat cantik malah, tapi aku tetap takut diomeli olehnya,' pikirnya sembari berjalan menuju tempat duduknya.
Setelah dia duduk, para murid yang sebelumnya hanya diam dan mendengarkan mulai bersuara.
"Eh, itu benar-benar Adam?!"
"Dia benar-benar berbeda!"
"Sulit dipercaya dia mengalami perubahan sebesar ini dalam waktu dua bulan!"
"Mungkin dia melakukan operasi plastik, ahahaha."
Mendengar perkataan dari "teman sekelas" itu, Adam hanya diam dengan ekspresi santai. 'Terserah kalian mau memikirkan apa, aku sama sekali tidak peduli. Aku berubah bukan untuk kalian,' pikirnya dalam hati.
Karena suasana kelas mulai berisik, Bu Rina segera melihat ke arah para murid dengan tatapan tajamnya dan memerintahkan mereka untuk diam. Para murid yang takut mendapatkan marah segera kembali menjadi diam.
"Baiklah, kita akan melanjutkan pelajarannya." Kata Bu Rina setelah suasan kelas menjadi tenang.
Pelajaran pun dilanjutkan oleh Bu Rina. Namun, saat pelajaran sedang berlangsung, ada satu murid yang tidak terfokus.
"Itu benar-benar si Adam Sungut?!" batin Kule tidak percaya.
"Bagaimana dia bisa berubah menjadi seperti itu?! Apakah si sungut itu operasi plastik?"
Kule berpikir keras, tetapi dengan pikirannya yang terbatas, dia tidak bisa menemukan jawaban lain selain itu.
Kemudian, Kule melihat Adam yang sedang fokus mendengarkan penjelasan Bu Rina di depan dan bergumam pelan dengan senyuman jahatnya sambil tertawa.
"Fisik lo mungkin berubah, tapi lo itu tetaplah pecundang. Dan gue akan merasa lebih bahagia jika bisa ngehajar lo dengan penampilan seperti itu, kekekekeke."
"Aku bisa mendengarmu, bodoh!" pikir Adam dalam hati.
Kini telinga Adam sedikit lebih sensitif, sehingga dia bisa mendengar gumaman Kule meskipun itu terdengar agak jauh. Ini berkat kekuatannya yang berada di atas rata-rata manusia biasa.
Adam kemudian berpikir, "Aku akan menggertaknya sedikit."
Ia tersenyum dan melihat ke arah Kule. Melihat Adam tersenyum ke arahnya, wajah Kule memerah dan urat di dahinya terlihat menonjol.
Berhasil memprovokasi Kule, Adam tertawa kecil lalu kembali fokus pada pelajaran.
"Tunggu saja, kau bajingan!" batinnya sambil mengingat semua perlakuan Kule terhadapnya.
Jika ditanya siapa yang lebih kuat sekarang antara Adam dan Kule, jawabannya sudah jelas.
______________________________________________
Jam pelajaran telah berubah menjadi jam kedua. Adam duduk dengan penuh perhatian, mengamati guru yang sedang mengajar di depan kelas. Beberapa saat kemudian, bel istirahat berbunyi, menyebabkan kegembiraan di antara para murid di kelasnya. Mereka dengan cepat meninggalkan kelas, berbondong-bondong menuju kantin untuk makan dan mengisi kembali energi mereka.
Karena sebelumnya dia mendapatkan tugas dari Bu Rina untuk membuat lima soal matematika beserta jawabannya, Adam memutuskan untuk tinggal di kelas dan fokus mengerjakan tugasnya. Dia mulai mencatat soal-soal yang pernah dipelajarinya selama liburan musim panas, dan dengan semangat menjawab satu per satu. Sementara itu, ia tidak terlalu memikirkan Kule. Dia yakin Kule akan segera mengganggunya seperti biasanya.
"Baiklah, aku akan menunggu sampai dia mulai beraksi," gumam Adam dengan suara pelan sambil tersenyum santai.
Sepuluh menit berlalu dengan Adam terfokus mengerjakan tugasnya. Dia terlalu terfokus sehingga berhasil menyelesaikan delapan soal dan jawabannya, melebihi jumlah yang diminta oleh Bu Rina. Karena sudah terlanjur, Adam memutuskan untuk menambahkan dua soal dan jawabannya lagi agar totalnya menjadi sepuluh. Setelah selesai, dia bangkit dari tempat duduknya dan meninggalkan kelas menuju Ruang Guru untuk menyerahkan tugasnya yang telah selesai kepada Bu Rina.
Berjalan di lorong menuju Ruang Guru, Adam melihat beberapa murid berbincang-bincang di sepanjang lorong. Dia terus berjalan dengan langkah mantap, namun tiba-tiba dia dihadang oleh seseorang yang sangat dikenalnya. Itu Kule beserta gengnya, berdiri di depannya dengan senyuman sinis yang tak menyenangkan. Dulu, Adam mungkin akan merasa takut melihat senyuman tersebut, tetapi kali ini semuanya berbeda.
"Wah, wah, lihat si pecundang ini," ujar Kule sambil menyeringai, dengan maksud memprovokasi Adam. "Lo berubah hanya dalam waktu dua bulan, ya? Tinggi lo bahkan udah sama kek gue sekarang. Mungkin lo operasi plastik, hahaha!"
Karena Adam tahu Kule sedang memprovokasinya, dia memilih untuk tetap diam dengan ekspresi datar. Melihat Adam tidak merespons, Kule menjadi sangat marah, menggertakkan gigi, dan mengangkat tangan kanannya dengan niat memukul Adam.
"Kenapa lo diam aja, Adam Sungut!" Kule sangat marah.
Kule mengayunkan tangannya ke arah wajah Adam dengan cepat, meskipun gerakannya terlihat lambat bagi Adam. Adam tetap diam dan tersenyum tipis, yakin bahwa dia bisa menghindarinya. Namun, sebelum tangan besar Kule bisa menyentuh wajah Adam, terdengar suara seorang perempuan. Itu adalah suara Sely, Ketua OSIS.
"Hentikan itu, Kule!" katanya dengan tegas.
Pukulan Kule terhenti tepat sebelum menyentuh wajah Adam. Melihat Sely, Kule merasa sangat kesal dan tergoda untuk memaki-maki Sely, namun dia berhasil menahannya. Sementara itu, Adam tetap diam, tetapi ekspresinya berubah menjadi dingin. Kemudian, Sely mendekati mereka.
"Apakah kamu tidak puas hanya dengan membuli Adam? Sekarang kamu malah membuli orang lain! Apa kamu ingin aku melaporkanmu ke pihak berwajib?!" ucapnya dengan nada tegas, mengancam Kule.
"Maksud lo apa membuli orang lain? Pecundang di depan gue ini Adam!" balas Kule sambil menunjuk Adam. "Cih, dasar penggangu. Ayo kita pergi dari sini, teman-teman!" lanjutnya, dan mereka pergi meninggalkan Adam dan Sely yang terkejut dengan jawaban Kule.
'Apa maksudnya dengan mengatakan bahwa pemuda ini Adam?' batin Sely berpikir.
Sementara dia merenung, tiba-tiba Adam berkata, "Terima kasih atas bantuanmu, Ketua Osis," dengan suara yang dingin. "Aku permisi dulu."
Sely, kembali sadar dari lamunannya, melihat Adam akan pergi dan langsung bertanya dengan penuh rasa penasaran, "Hei, tunggu! Apa yang dikatakan Kule tadi... Apakah itu benar? Apakah kamu benar-benar Adam?!"
Adam terdiam sejenak, lalu dengan senyum penuh makna ia menjawab, "Ya, ini aku, Adam Si Pengecut," dan pergi meninggalkan Sely yang terpana dengan wajah yang penuh keheranan.
'Itu Adam?! Apa yang dia lakukan selama dua bulan ini sampai berubah sedrastis itu? Dan juga kenapa dengan sikap nya itu?! Padahal aku ingin minta maaf tentang perkataanku padanya saat itu...'
Sely hanya bisa diam termenung memikirkan ini, sementara Adam sudah menghilang dari pandangan nya.
Beberapa saat kemudian, Adam tiba di Ruang Guru sambil membawa tugas yang baru saja dia selesaikan. Ketika memasuki ruangan itu, matanya terpesona oleh suasana yang begitu teratur dan elegan. Meja-meja dan kursi-kursi teratur tersusun dengan rapi di sepanjang ruangan, lengkap dengan papan nama di setiap meja. Suasana di dalam ruangan ini benar-benar mencerminkan kesan elit. Buku-buku tersusun rapi di rak, dokumen-dokumen tertata dengan rapi di meja-meja, dan bahkan ada lemari khusus berisi penghargaan-penghargaan yang diberikan kepada para guru dan murid.
Setelah melihat-lihat sekeliling, Adam akhirnya menemukan Bu Rina yang sedang sibuk mengetik di laptop di mejanya. Dengan penuh hormat, Adam mendekati Bu Rina yang terlihat begitu cantik namun tegas. Dia berusaha tidak mengganggu konsentrasi Bu Guru tersebut dan memilih untuk menunggu hingga Bu Rina selesai.
Setelah beberapa saat menunggu, Bu Rina akhirnya menghentikan aktivitasnya dan langsung menyapa, "Jadi, tugas yang saya berikan sudah kamu selesaikan?"
Adam dengan cepat menjawab, "Sudah, Bu. Tapi... saya agak terlalu antusias saat mengerjakannya, hehe," sambil menggaruk kepalanya.
Bu Rina menunjukkan ketertarikannya dan berkata, "Baiklah, biarkan saya lihat hasilnya." Adam kemudian menyerahkan dua lembar kertas yang berisi lima soal yang telah dijawabnya, sambil berkata, "Ini, Bu. Mohon diperiksa."
Setelah memeriksanya dengan cermat, Bu Rina terlihat sedikit terkejut. Dia menatap Adam dengan penuh perhatian dan berkata, "Saya tahu bahwa Anda adalah murid yang pintar dan menduduki peringkat tiga di kelas, tetapi soal ini jauh melampaui itu." Dia melihat soal itu sekali lagi, lalu melanjutkan, "Soal ini selevel dengan soal-soal universitas." Wajahnya terlihat serius saat mengatakannya.
Adam sangat terkejut mendengar pernyataan Bu Rina. Pikirannya penuh keheranan, 'Eh? Apa yang sedang terjadi?' Dia mengungkapkan keheranannya, "B-Bu Rina bercanda, kan?"
Bu Rina menatap Adam dengan tatapan tajam dan menjawab dengan serius, "Tidak, saya tidak sedang bercanda."
"Eh??" Adam terkejut sekali lagi.
Beralih ke Kule dan anggota gengnya.
Sekarang, Kule dan tujuh anggota gengnya berada di kawasan pembuangan sampah sekolah. Mereka sedang merokok dan sedang membicarakan sesuatu. Di sekitar mereka, terdapat juga preman-preman sekolah lainnya.
Salah satu anggota geng yang gemuk bertanya, "Apa yang akan kau lakukan selanjutnya, Bos?"
Mendengar pertanyaan tersebut, Kule menghisap rokoknya sejenak, lalu menghembuskan asapnya. Dengan ekspresi kesal, dia menjawab, "Apa maksudmu dengan apa yang akan aku lakukan, huh?! Sudah jelas aku akan menghukum si Adam Sungut itu sampai dia memohon ampun dan menjilat kakiku!" Kule mengambil helaian asap rokoknya lagi dan melanjutkan, "Dan mengenai si Jalang Ketua Osis, aku sudah tahu cara untuk mengurusinya. Kehkehkeh," dia tersenyum dengan niat jahat.
Melihat senyuman jahat itu, anggota gengnya mulai merasa ngeri. Mereka dapat membayangkan apa yang akan dilakukan oleh bos mereka terhadap Ketua Osis tersebut. "Dia memang pantas menjadi penjahat," pikir mereka. Kemudian, mereka ikut tertawa bersama dengan bos mereka.
Pada awalnya, mereka bukanlah pembully. Namun, setelah mendapatkan perintah dari bos mereka untuk membully dan memeras beberapa murid lemah dan culun, termasuk Adam, mereka merasa senang. Stress mereka yang selama ini menumpuk tiba-tiba hilang, digantikan dengan kegembiraan yang berasal dari menindas mereka yang lemah. Dan sebentar lagi, mereka akan melaksanakan rencana bos mereka untuk 'mengurus' Ketua Osis.
______________________________________________
Adam sekarang sedang bingung dengan situasi yang dihadapinya. Dia sedang memikirkan apa yang harus dilakukan menghadapi masalah ini. Semuanya berawal dari permintaan Bu Rina agar Adam ikut dalam olimpiade matematika dengan Bu Rina sebagai pembimbingnya. Dia juga diminta untuk datang ke apartemen Bu Rina untuk belajar beberapa materi yang akan dilombakan. Adam merasa menyesal sekarang, jika dia tahu hal ini akan terjadi, dia tidak akan membuat soal-soal tersebut.
"Ini semua salahku sendiri. Ya, ini salahku, tapi bagaimana aku harus menghadapinya?" gumamnya dengan frustrasi.
"Haruskah aku menerimanya? Atau..." pikirannya terputus oleh suara yang dikenalnya.
"Hei, Adam," suara itu memanggilnya dari belakang.
Adam menoleh ke arah suara itu dan melihat Sely berjalan menuju ke arahnya. "Apa lagi yang dia inginkan dariku?! Apakah dia akan menghinaku lagi?" pikirnya kesal sambil melihat Sely. Meskipun demikian, dia tidak menampakkan rasa kesal tersebut.
Adam kemudian bertanya dengan sopan, "Ada apa, Ketua OSIS?"
Sely, yang telah sampai di depannya, kemudian membalas, "Aku ingin minta maaf atas perkataanku sebelumnya," dengan ekspresi menyesal.
Adam sedikit terkejut, tetapi tetap menjaga sikapnya dan bertanya lagi, "Perkataanmu sebelumnya? Lebih tepatnya kapan dan apa yang kau katakan padaku?"
Adam sebenarnya ingat dengan perkataan Sely tersebut. Namun, dia tetap bertanya agar Sely sedikit merasa terbebani.
"Ugh... Lebih tepatnya, dua bulan yang lalu, saat aku mengatakan bahwa kamu lelaki yang menyedihkan," jelas Sely dengan nada penyesalan, mencengkram roknya dengan kedua tangannya, dan sedikit menunduk.
"Aku benar-benar minta maaf! Saat itu, aku tidak bermaksud merendahkanmu," lanjutnya lagi sambil menundukkan kepalanya 40 derajat.
Adam terkejut melihat Sely, Ketua OSIS yang biasanya tegas, menundukkan kepala padanya. Dia panik dan segera merespon, "Tolong angkat kepalamu, Ketua! Aku sudah tidak ingat apa yang kamu katakan waktu itu, jadi aku tidak mempermasalahkannya sama sekali!"
Sely mengangkat kepalanya dan bertanya dengan harapan, "Benarkah? Apakah kamu memaafkanku?"
Adam menjawab sambil melihat murid-murid lain yang menatap mereka, "Ya, ya, jadi tolong jangan bersikap seperti ini. Bisa membuat orang lain salah paham!"
Sebenarnya, Adam masih ingat dengan jelas perkataan Sely tersebut. Namun, melihat ketulusan Sely, Adam akhirnya memutuskan untuk memaafkannya.
Sely, menyadari bahwa orang-orang memperhatikan mereka, mulai menenangkan diri dan berkata dengan senyum cerah, "Terima kasih sudah mau memaafkanku."
Adam menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Ya, aku juga tidak terlalu memikirkannya," sambil tersenyum.
Sely mengangguk dan berkata lagi dengan malu-malu, "Baiklah, kalau begitu, bagaimana kalau kita berteman?" Sely mengulurkan tangannya.
Adam menjawab dengan senang hati, "Tentu saja, aku dengan senang hati menerimanya," sambil membalas uluran tangan Sely.
Sely terlihat bahagia, walaupun dia tidak tahu mengapa merasa senang bisa berteman dengan Adam, yang pada dasarnya hanya seorang pemuda biasa.
"Kalau begitu, sekali lagi, namaku Sely Sintiya. Kamu bisa memanggilku Sely," katanya dengan tersenyum.
"Aku Adam, Adam Kirana. Salam kenal, Sely," kata Adam sambil membalas senyum Sely.
Mereka berdua melepaskan tangan mereka setelah salaman dan kemudian Sely bertanya dengan rasa penasaran, "Ah, aku ingat, tadi Bu Rina mengatakan padaku bahwa kamu akan ikut olimpiade matematika, apakah itu benar, Adam?"
Adam kembali terkejut mendengar perkataan Sely, "Bahkan Sely sudah tahu! Jika sudah seperti ini, terpaksa aku harus ikut olimpiade itu!" batinnya.
"Ya, begitulah," jawab Adam tanpa menunjukkan keterkejutannya.
"Begitu ya... Kamu memang pintar, jadi wajar saja kamu terpilih," kata Sely sambil menganggukkan kepala.
"Dan juga, mohon kerja samanya!" lanjutnya sambil tersenyum.
Adam yang mendengar itu bingung dan bertanya, "Apa maksudmu?"
Sely menjawab dengan santai, "Aku juga terpilih dalam olimpiade itu, hahaha," sambil tertawa kecil.
Adam kemudian membalas, "Oh begitu, ya. Kalau begitu, mohon kerja samanya, Ketua OSIS," sambil tersenyum kecil.
"Ya, kalau begitu, aku pergi dulu ya, Adam. Dan terima kasih lagi karena sudah memaafkanku," kata Sely sambil melambaikan tangannya.
Adam hanya menjawab, "Ya," dan juga melambaikan tangannya.
Dia sempat bingung dengan kerja sama yang dimaksud oleh Sely tadi. Namun, setelah mendengar perkataan Sely, dia mengerti. Dia tidak kaget jika Sely menjadi salah satu kandidat dalam olimpiade matematika itu. Sely memang gadis pintar, dia selalu meraih peringkat satu di kelasnya, khususnya di kelas 12-A.
Akhirnya, Sely menjauh dan menghilang dari pandangannya. Bersamaan dengan itu, bunyi bel masuk terdengar. Adam kembali ke kelasnya dengan santai, mengabaikan tatapan murid-murid lain yang iri padanya.
______________________________________________
Sekolah telah usai, dan sekarang Adam berada di halte terdekat menunggu bus. Jam menunjukkan pukul 16:06 dini hari. Adam telah menyelesaikan masalah terkait Olimpiade Matematika pada jam istirahat kedua. Pada saat itu, Adam pergi ke Ruang Guru dan mendekati Bu Rina untuk memberitahukan bahwa dia siap mengikuti Olimpiade tersebut. Bu Rina terlihat senang mendengar kabar tersebut. Bu Rina juga memberitahu Adam bahwa mulai besok dia harus pergi ke apartemen Bu Rina untuk mempelajari materi yang akan dilombakan. Dan untuk soal yang telah dibuat oleh Adam tetap dirahasiakan oleh Bu Rina atas permintaan Adam sendiri.
"Beruntung Bu Rina menerimanya. Jika tidak, itu akan menjadi masalah tersendiri bagiku," gumam Adam sambil berdiri menunggu bus di halte tersebut.
Ciiittt. (Suara bus yang berhenti).
Tepat setelah Adam mengatakan itu, bus menuju kota Dupa tiba di halte. Adam masuk ke dalam bus, diikuti oleh beberapa penumpang lain yang juga memiliki tujuan yang sama. Dia mencari tempat duduk di kursi tengah bus. Setelah semua penumpang naik, bus tersebut memulai perjalanannya dengan tancap gas, mengantarkan mereka ke tujuan masing-masing.
Setelah beberapa jam perjalanan, bus akhirnya tiba di halte yang dekat dengan rumah Adam. Dia membayar ongkosnya dan turun dari bus. Adam berjalan dengan santai menuju rumahnya. Tiba-tiba, di tengah perjalanan, dia melihat Wita, seorang wanita yang dikenalnya. Namun, Wita tidak menyadari kehadiran Adam. Tanpa ragu, Adam memutuskan untuk menyapanya.
"Hei, Wita," sapa Adam dengan santai.
Mendengar seseorang memanggilnya, Wita menoleh ke arah suara itu dan melihat seorang pemuda yang tidak dikenalnya. Dengan keheranan dan sedikit rasa takut, dia bertanya, "Maaf, Anda siapa?"
Mendapat pertanyaan itu, Adam merasa terpukul dan menjawab dengan senyuman pahit, "Ini aku, Adam. Apa kau tidak mengingatku?"
Wita tampak terkejut, matanya melebar tidak percaya, "Hm? Adam? Adam yang mana?"
Adam merasa sedih melihat reaksi Wita, tetapi dia tetap tersenyum dan menjawab, "Ya, aku Adam. Sudah lama kita tidak bertemu."
Kemudian, Wita memperhatikan wajah Adam dengan seksama. Setelah beberapa saat, dia akhirnya yakin bahwa pemuda di depannya itu adalah Adam.
"Kau benar-benar Adam!" seru Wita dengan ekspresi tidak percaya, lalu mendekati Adam.
"Sungguh, bagaimana kau bisa berubah begitu banyak?" lanjutnya, memperhatikan penampilan Adam dari atas ke bawah.
Sementara Adam merasa sedikit malu dengan perhatian Wita yang intens, dia menggaruk belakang kepalanya dan menjawab, "Ya, aku memang Adam, dan mengenai perubahan yang begitu drastis ini..."
Adam mengangkat telunjuknya ke bibir dan melanjutkan sambil tersenyum, "Itu rahasia, hehehe."
Wita terdiam sejenak, lalu tersenyum dan bercanda, "Apakah kau melakukan operasi plastik?" dia mendekat lagi pada Adam.
Mereka sekarang berdiri cukup dekat satu sama lain, hanya beberapa sentimeter jarak antara mereka. Adam pun mendekatkan wajahnya hingga hampir bersentuhan dengan wajah Wita.
Dengan senyuman yang penuh arti, Adam berkata, "Apa maksudmu?"
Wita, yang merasa wajah mereka hampir bersentuhan, tersipu dan mundur beberapa langkah. Dia tidak percaya bahwa Adam begitu berani. "Bukan hanya penampilannya yang berubah, mentalnya juga berubah!" pikir Wita sambil tersipu.
"T-tidak apa-apa, aku hanya bercanda tadi, ahahaha," katanya pada Adam yang sedang berdiri menatapnya sambil tersenyum.
Setelah mengatakannya, Wita berpikir, "Ada apa dengan aku?! Kenapa aku merasa malu seperti ini?! Seharusnya dia yang malu, bukan aku!"
Adam kemudian mendekati Wita lagi dan berkata, "Kamu kenapa, Wita?"
Wita kembali tenang dan berkata dengan tersenyum, "Tidak apa-apa, aku hanya terkejut saja."
"Begitu, ya... Jadi kamu baru dari mana dan mau ke mana?" tanya Adam.
Mendengar Adam yang mengubah topik pembicaraan, dan Wita juga tidak ingin melanjutkan topik sebelumnya, dia akhirnya menjawab, "Aku baru saja dari rumah nenekku, dan sekarang aku mau pulang."
Adam berpikir sejenak, lalu berkata lagi, "Ini sudah malam, bagaimana kalau aku mengantarmu? Berbahaya, lho, perempuan jalan sendiri malam-malam begini."
Wita terdiam sejenak, perkataan Adam memang masuk akal, dan karena Wita tidak terbiasa pulang sendiri di malam hari seperti ini, akhirnya dia menyetujuinya, "Baiklah, tolong jaga aku ya," dengan sedikit menggoda.
Adam tersipu malu, tetapi tetap menjaga ketenangannya. Mereka pun langsung berjalan bersama menuju rumah Wita. Di tengah perjalanan, Wita banyak bertanya. Seperti bagaimana keseharian Adam di sekolah, apakah dia suka bersekolah di sana, dan sebagainya. Menjawab pertanyaan-pertanyaan Wita, Adam hanya menjawab sebisanya. Tidak lama kemudian, mereka tiba di Toko Om Adi, dan rumah Wita berada di belakang tokonya.
"Baiklah, aku pergi dulu," kata Adam yang hendak berbalik pergi.
"Tunggu, Adam. Aku ingin kamu menyapa ayahku dulu," jawab Wita sambil menarik tangan Adam.
Adam hanya bisa pasrah dengan permintaan Wita. Mereka pun masuk ke dalam toko, di mana terdapat banyak pelanggan dan Om Adi yang sedang berada di meja kasir. Om Adi kemudian melihat putrinya, namun terkejut saat melihat seorang pemuda yang tidak dikenal dipegang tangan oleh putrinya.
Karena Wita dan Adam semakin dekat, Om Adi langsung bertanya dengan nada serius, "Siapa dia, Nak?"
Wita yang sudah berada di meja kasir langsung menjawab, "Ini Adam, Ayah. Bagaimana? Ayah tidak mengenali Adam kan?" sambil tersenyum ke arah ayahnya.
"Hm?! Adam? Yang bekerja paruh waktu di sini?!" Tanya Om Adi lagi dengan ekspresi terkejut.
Mendengar keterkejutan Om Adi yang hampir sama dengan Wita, Adam berpikir, "Mereka memang mirip" sambil tersenyum hangat.
Dia kemudian berkata untuk membenarkan, "Iya, Om, saya Adam yang pernah bekerja sementara di sini" sambil mengangguk kecil.
"Astaga! Kau benar-benar berubah, ya, Adam. Apa kau operasi plastik? Hahaha," Om Adi membalas sambil menepuk pundak kiri Adam.
Adam yang mendengar perkataan Om Adi itu tahu bahwa ayah Wita sedang bercanda, tapi dia tetap merasa sedikit kesal, "Mereka memang sangat mirip!" pikirnya.
Kemudian dia hanya tertawa mengikuti arus, "Ahahaha," sambil menggaruk kepalanya.
Wita tiba-tiba berkata, "Dia tidak melakukan operasi plastik, Ayah!" dengan rasa kesal.
"Iya, Ayah tahu itu, sayang. Mana mungkin wajah natural seperti itu hasil dari operasi," balas Om Adi sambil menepuk pelan kepala Wita.
Mereka bertiga tidak menyadari bahwa para pelanggan memperhatikan mereka dengan ekspresi bertanya-tanya. Namun, setelah beberapa saat mereka pun sadar akan perhatian yang mereka timbulkan. Om Adi langsung kembali ke meja kasir, Wita langsung pergi ke rumah lewat pintu belakang toko. Sedangkan Adam hanya diam terpaku di tempat sambil melihat Ayah dan Anak itu.