Cerita ini berlatar di planet fiksi yang bernama Earth, terdapat 5 benua yang ditempati oleh masing-masing 1 negara.
Benua Pertama - Amerkia:
Amerkia berada di benua terbesar dan mungkin terletak di bagian tengah atau sebelah barat dari planet Earth. Benua ini merupakan benua terbesar dan dihuni oleh negara adidaya terbesar, Amerkia. Orang-orang di negara ini memiliki ciri khas tinggi rata-rata 180 cm, rambut pirang keemasan, dan iris mata biru. Amerkia dikenal sebagai kekuatan ekonomi dan militer utama di planet ini.
Benua Kedua - Ruissa:
Ruissa berada di benua terbesar kedua dan mungkin terletak di bagian utara atau timur dari Amerkia. Benua ini merupakan benua terbesar kedua dan dihuni oleh negara adidaya terbesar kedua, Ruissa. Orang-orang di negara ini memiliki ciri khas serupa dengan Amerkia, namun terdapat persaingan yang kuat antara kedua negara ini. Ruissa juga memiliki kekuatan ekonomi dan militer yang signifikan.
Benua Ketiga - Koera dan Cani:
Koera dan Cani berada di benua yang terletak di sebelah timur atau tenggara dari Ruissa. Kemungkinan Koera terletak di bagian barat benua ini, sedangkan Cani terletak di bagian timur. Benua ini terbagi menjadi dua negara yang
saling bermusuhan, Koera dan Cani. Koera berpihak pada Amerkia, sementara Cani berpihak pada Ruissa. Orang-orang di negara ini memiliki tinggi rata-rata 170 cm, dengan rambut hitam atau coklat dan iris mata coklat atau hitam.
Benua Keempat - Nihong:
Nihong berada di benua yang mungkin terletak di sebelah selatan atau tenggara dari Koera dan Cani. Benua ini dihuni oleh satu negara maju bernama Nihong. Orang-orang di negara ini memiliki ciri khas yang mirip dengan negara-negara sebelumnya. Nihong adalah negara yang netral dan cenderung tertutup, namun tetap memiliki kemajuan dalam berbagai bidang.
Benua Kelima - Indesia:
Indesia berada di benua yang mungkin terletak di sebelah barat daya atau tenggara dari Nihong. Benua ini dihuni oleh satu negara berkembang bernama Indesia, yang juga menjadi tempat kelahiran tokoh utama kita. Orang-orang di negara ini memiliki ciri khas yang beragam, namun mereka memiliki semangat juang yang kuat untuk menghadapi tantangan. Indesia sedang berusaha untuk memperbaiki dan mengembangkan dirinya sebagai negara yang maju.
Di dunia ini, orang dewasa umumnya memiliki status rata-rata sekitar 20. Namun, para profesional seperti atlet, tentara, dan individu dengan latihan khusus memiliki status yang lebih tinggi, berkisar antara 40 hingga 50. Status ini mencerminkan Kekuatan, Kelincahan, Ketahanan, Kecerdasan, dan Karisma yang dimiliki oleh individu tersebut.
______________________________________________
Di salah satu benua, tepatnya di negara Indesia, terdapat sebuah ibu kota yang membanggakan sekolah elitnya. Sekolah tersebut dihuni oleh para remaja yang berasal dari keluarga berkecukupan. Namun, di tengah lingkungan yang penuh dengan kemewahan, tokoh utama kita, Adam Kirana, berhasil mendapatkan kesempatan masuk ke sekolah elit tersebut melalui jalur beasiswa yang sangat kompetitif.
Seorang pemuda duduk termenung di dalam kelas, kebingungan terpancar dari matanya saat dia melihat sekelilingnya. Namun, tak seorang pun menyadari bahwa ada yang berbeda dalam pandangannya.
Dia melihat sebuah layar transparan tepat di hadapannya, menampilkan informasi yang jelas tentang dirinya sendiri. Sensasi ini tidak asing baginya, karena ia sering melihat layar serupa di dalam game yang kerap dimainkannya.
Menggelengkan kepalanya dengan ragu, pemuda itu perlahan menekan layar tersebut, berharap untuk memastikan bahwa ini bukanlah ilusi semata.
Dengan setiap tekanan jemarinya, sebuah simbol [!] muncul di layar, dan seketika sejumlah kata-kata muncul di depan matanya.
Pemuda itu tercengang dan teriak histeris dalam batinnya, "Ini nyata!"
Ia membaca dengan seksama kata-kata yang terpampang di layar transparan tersebut.
[Quest: Memperbaiki Hidup Pecundang]
Sit Up: 100 kali
Push Up: 100 kali
Pull Up: 100 kali
Scout Jump: 100 kali
Lari: 10 Km
"Ini adalah Quest Harian yang harus diselesaikan setiap hari, jika tidak akan ada 'Hukuman' yang diberikan," begitu tertulis dalam batin pemuda tersebut.
Setelah membaca dengan seksama, raut wajahnya mengkerut, "Apakah aku harus benar-benar menyelesaikan Quest ini? Terdengar mustahil. Aku bahkan kesulitan melakukan Push Up sepuluh kali, apalagi seratus kali!"
Ya, tampaknya mustahil bagi Adam untuk menyelesaikan Quest ini dengan tubuh yang kurus dan stamina yang selemah ini. Namun, ketika melihat kata "Hukuman", ia merasa ngeri dan terlintas pemikiran tentang kemungkinan hukuman yang kejam, seperti yang sering ia baca dalam webnovel. Apakah mungkin hukumannya akan berupa kebiri atau hal-hal brutal lainnya? Pikiran negatif itu membuatnya berkeringat dingin.
Namun, Adam mengusir pemikiran negatif tersebut dan berkata dalam hati, "Apa salahnya mencoba!" dengan semangat yang baru. Namun, semangatnya langsung luntur ketika mendengar seseorang memanggilnya dengan nada yang familiar. "Hei Adam sungut!" teriak orang tersebut.
Adam menoleh dan melihat wajah yang memanggilnya, membuatnya merasa ngeri. Itu adalah Kule, sosok yang sering membullynya. Adam langsung merasa gelisah. "Apakah dia ingin membullyku lagi?" batin Adam sambil keringat dingin mulai membasahi dahinya.
Kule, dengan senyum sinis, mendekatinya sambil berkata, "Beliin gue roti dong, gue lapar nih."
"Wah, si Kule mulai lagi," kata teman Kule.
"Kekeke, nitip dong, Le," tambah yang lain.
"Gue juga dong," sambung yang lainnya.
Para murid yang melihat situasi itu hanya mencibir dan tidak ada niatan untuk membantu. Adam dan beberapa siswa lain yang sering menjadi bulan-bulanan mereka memang sering di jadikan kacung seperti ini.
Adam menjawab dengan nada gemetar, "I-iya" sambil menunduk sejenak. Kemudian, dengan sedikit keberanian, ia menambahkan, "U-uangnya mana?" suara Adam terdengar gemetar.
"Hah?! Uangnya di lo lah, monyet! Masa pake uang gue!" bentak Kule.
Mendengar bentakan Kule, Adam merasa ketakutan, tetapi dengan sedikit keberanian, ia menjawab, "A-aku cuma bawa uang buat bayar ongkos pulang."
Wajah Kule semakin memerah dan urat terlihat menonjol di dahinya. Ia menarik kerah Adam dan menatap wajahnya sambil berkata, "Terus?! Itu bukan urusan gue! Lo udah mulai berani ya ngelawan gue!"
Dengan kuat, Kule melemparkan Adam ke lantai, kemudian duduk di atas perut Adam dan memulai "aksi"nya.
"Wahh, udah mulai nih, kekeke."
"Eww, pasti bakal sakit tuh."
"Ya iyalah, njir, kalian gak lihat badan si Kule itu segede Gaban."
"..."
Suara pukulan dan tamparan bergema di dalam kelas. Kule terus memukul dan menampar Adam, sementara Adam tidak mampu melawan dan hanya menggertak kesakitan. Meski kesakitan, Adam tetap terdiam karena ia sudah terbiasa dipukuli oleh Kule.
Setelah puas dengan "aksi"nya, Kule bangkit berdiri, menarik rambut Adam, dan menatap wajah Adam yang terlihat menyedihkan sambil mengancam.
"Lo mau beliin gue pake uang lo atau beliin gue pake uang gue tapi satu jari lo gw patahin."
Mendengar ancaman itu, Adam merasa ketakutan dan langsung mengangguk sambil menjawab, "B-baik, aku akan pakai uangku."
Kule menyeringai, melepaskan cengkramannya dari rambut Adam, dan dengan nada brengseknya ia membentak Adam untuk segera pergi.
"Cepetan pergi sana! Waktu lo sepuluh menit," kata Kule sambil tersenyum dengan brengseknya.
Adam langsung bangkit berdiri dan berlari dengan terburu-buru.
Di lorong, Adam sedang berlari ketika tiba-tiba dihentikan oleh seorang perempuan.
"Hei! Berhenti!" kata perempuan itu dengan nada tegas.
Adam berhenti dan melihat perempuan yang menghentikannya. Perempuan itu memakai papan nama di atas kantung pakaiannya yang bertuliskan 'Ketua Osis'. Adam terdiam sejenak saat membaca papan nama tersebut.
Namanya Sely Sintiya, Ketua Osis sekaligus primadona sekolah ini. Setiap laki-laki di sekolah ini pasti memiliki impian setidaknya sekali berkencan dengannya.
Namun, Sely terkenal dengan sikap tegas dan disiplinnya, sehingga dia sering memberikan jawaban yang sama ketika menolak para laki-laki yang mencoba mendekatinya, yaitu "Siswa dilarang berpacaran." Tiga kata itu membuat para laki-laki harus mundur dalam mendekatinya.
Adam menatap Sely. 'Ini pertama kalinya aku melihatnya secara langsung, tapi dia... sungguh cantik.' Adam terdiam sejenak sebelum berkata, "A-aku sedang buru-buru, kenapa kau menghentikanku?" dengan sedikit kesal.
Mendengar Adam yang sedikit kesal, Sely juga merasa kesal.
"Kamu ini siswa sekolah mana sih?! Kamu tidak tahu kalau berlari di lorong dilarang! Aku menghentikanmu karena kamu melanggar aturan itu!" kata Sely dengan kesal dan tegas.
'Sialan! Aku lupa kalau ada aturan seperti itu di sekolah ini,' Adam mengumpat dalam hati.
Adam kemudian membungkuk dan meminta maaf. "Maafkan aku, aku lupa dengan aturan itu karena sedang buru-buru."
"Aku memaafkanmu kali ini, jadi jangan diulangi lagi!" Sely berkata dengan tegas.
Adam tetap membungkuk dan mengucapkan terima kasih. "Terima kasih!"
"Iya, iya, jadi... Kamu sedang buru-buru, mau ke mana?" tanya Sely.
Ekspresi Adam menjadi masam. "Aku disuruh seseorang pergi ke kantin untuk membeli roti."
Sely mengangguk, menatap Adam, dan terkejut melihat wajah laki-laki itu memar dan hidungnya sedikit berdarah. Dengan ekspresi serius, dia bertanya, "Apakah kamu sedang dibully?"
Mendengar pertanyaan Sely, Adam langsung menjawab dengan sedikit kebohongan. "T-tidak kok, ini tadi... Aku hanya terjatuh, haha."
"Kamu tidak bisa menipuku, aku sudah sering menangani masalah seperti ini, jadi aku tahu kamu pasti dibully," kata Sely dengan serius.
Adam hanya diam dan tidak bisa berkata-kata.
Melihat pemuda di depannya hanya diam, Sely menghela nafas dan berkata lagi, "Kenapa kamu tidak melaporkannya?"
Adam menggigit bibirnya dan menjawab, "Melaporkannya tidak ada gunanya, para guru juga mungkin tidak akan peduli. Mereka tahu konsekuensi apa yang akan mereka dapat jika mereka mengusik murid itu, terutama jika orangtuanya memiliki koneksi dengan kepala sekolah."
Mendengar jawaban Adam, Sely hanya bisa terdiam. Dia juga tahu akan ada konsekuensi jika ia ikut campur dalam masalah ini, tetapi Sely merasa ini tidak benar dan dia juga bertanggung jawab untuk mengurus masalah ini sebagai Ketua Osis.
Melihat Sely yang hanya diam, Adam berkata, "Permisi, aku harus pergi." Lalu ia berbalik dan pergi.
Sely menatap Adam yang pergi, kemudian dengan ekspresi tegas di wajahnya, dia berbalik dan berjalan menuju Ruang Guru. Dia membatin, 'Pembully itu harus dihukum.'
Adam tiba di kantin sekolah dan melihat hanya ada beberapa murid di sana. Dia berjalan ke arah ibu-ibu yang sedang melayani murid.
"Bu, rotinya lima," kata Adam sambil menyerahkan uang sebesar 10.000Rp.
"Itu saja, Nak?" jawab ibu kantin sambil tersenyum.
"Iya, Bu," jawab Adam.
Berjalan kembali ke kelas, Adam melihat jam di tangannya menunjukkan pukul 12:36. Ini adalah istirahat kedua dan Kule memberinya waktu 10 menit.
"Aku terlambat 1 menit," gumam Adam, lalu dia melanjutkan, "Ya, tidak apa-apa hanya terlambat 1 menit, apa bedanya?"
Membuka pintu kelas, Adam melihat Kule sedang mengobrol dengan teman-teman pembullynya. Seketika itu juga, Kule menyadari kehadiran Adam dan mendekatinya dengan senyuman brengsek di wajahnya.
"Lo terlambat 1 menit, nih," kata Kule dengan senyuman, lalu ia melanjutkan, "Hukuman apa ya... Yang cocok buat si pembangkang kayak Lo ini?" Senyumannya yang brengsek semakin melebar saat ia mengucapkan kata-kata itu.
Adam melihat Kule yang menyeringai di depannya, dan ia gemetar ketakutan sambil berpikir, 'Hukuman?! Apakah aku akan dipukul lagi oleh Si Brengsek ini?!' Menggertakkan gigi, Adam mencoba membela diri, "A-aku kan hanya terlambat 1 menit, kenapa aku mendapat hukuman?!"
Kule mendengar itu dan terkekeh. "Lo tanya kenapa?" Kule mengangkat tangannya, menepuk bahu Adam, dan berbisik, "Karena lo ngebangkang, anjing!"
Adam langsung bergidik ketakutan, mundur beberapa langkah, namun terjatuh karena salah satu teman pembully Kule menggait kakinya sambil terkekeh.
Melihat Adam yang ketakutan di lantai, Kule langsung mengangkat kakinya, bersiap-siap untuk memberikan 'hantaman kaki ke perut' sebagai hukuman.
Namun, sebelum Kule sempat menghantam perut Adam dengan kakinya, tiba-tiba terdengar suara seseorang, "Jadi kau ya, si Pembully itu?" Kata Sely dengan nada serius.
Melirik ke arah suara, Kule mengerutkan kening dan ekspresinya menjadi masam. Ia melihat Sely dan beberapa guru yang menatapnya dengan tatapan marah. Kule segera mengubah ekspresinya, bangkit, dan tersenyum.
"Kami hanya sedang bercanda kok, biasa lah, bercandaan anak laki-laki," kata Kule sambil tersenyum dengan mencoba mengalihkan perhatian, namun tampaknya tatapan tajam Sely dan guru-guru tidak terpengaruh oleh penjelasan Kule.
Sely mengerutkan kening. Sebelum ia mengatakan sesuatu, tiba-tiba salah seorang guru yang berperut buncit dan terlihat tidak menyenangkan berkata, "Begitu ya, kalau begitu tidak usah dipermasalahkan, Sely sepertinya kamu hanya salah paham."
Guru tersebut terengah-engah.
Sely melihat guru itu dan berkata dalam hati, 'Jadi ini maksud dari perkataan pemuda tadi yang bilang jika orang tua orang itu memiliki koneksi dengan kepala sekolah.' Memang begitulah kenyataannya.
Guru berperut buncit yang tidak menyenangkan ini adalah Kepala Sekolah mereka, jadi wajar saja Kule tidak dihukum karena orang tua Kule sering mendonasikan dana ke sekolah ini. Walaupun donasi itu dilakukan secara sukarela, tapi Kepala Sekolah ini tahu maksud dari donasi tersebut.
Sely menghela nafas, menatap para guru yang hanya diam saja. 'Menyedihkan,' kata Sely dalam hati.
"Pak Glystard, biarkan saya dan osis saja yang mengurus masalah ini. Bapak tidak perlu turun tangan secara langsung hanya untuk masalah 'kecil' seperti ini," kata Sely sambil menatap Pak Glystard berperut buncit dengan menekankan kata 'kecil' pada kalimatnya.
Sely juga menatap para guru dengan tatapan serius. Para guru yang melihat tatapan Sely mengerti maksud gadis itu, mereka mengangguk dan berkata, "Benar Pak, Anda tidak harus turun tangan. Biar Osis saja yang menangani masalah ini."
"Ya, ya, itu benar pak."
"Jika Anda turun tangan, bukankah hanya akan membuang-buang tenaga saja?"
"..."
Pak Glystard terdiam sejenak, lalu berkata, "Ehem, saya tahu maksud kalian baik, tapi tidak perlu."
Ia memegang kedua pinggulnya dengan ekspresi bangga dan melanjutkan, "Karena saya adalah pemilik sekolah ini, maka saya yang harus menangani masalah ini."
Para guru dan Sely yang melihat itu mengetahui betul maksud dari Kepala Sekolah Ugly Bastard ini. Mereka sadar bahwa ia hanya membuat alasan untuk membantu Kule. Jika tidak, ia tidak akan terburu-buru datang setelah melihat kedatangan Sely dan para guru.
Namun, mereka hanya bisa diam dan tidak berkata apa-apa.
Adam melihat Sely, para guru, termasuk Pak Glystard, berada di depannya dan semuanya hanya diam. Suasana di kelas tegang karena masalah ini. Sely dan para guru berusaha membela Adam, sementara Pak Glystard mencoba membela Kule.
Adam menyadari bahwa Pak Glystard ingin melindungi Kule, karena jika Kule dihukum, Pak Glystard akan menghadapi masalah keuangan.
Setelah meredakan pikirannya, Adam mencoba menghilangkan ketegangan di kelas. "Saya tidak apa-apa kok, seperti yang dikatakan Kule tadi, kami hanya sedang bercanda, haha."
Para guru dan Sely terkejut mendengar ucapan Adam dan bertanya-tanya dalam hati, 'Mengapa dia tidak membela dirinya sendiri? Dan apanya yang tidak apa-apa! Kau babak belur begitu!'
"Hei! Mengapa kau malah membenarkan kata-katanya?!" kata Sely dengan marah.
Para guru juga ingin mengungkapkan pendapat mereka, namun sebelum mereka sempat bicara...
"Sudahlah, Sely. Dia sendiri mengatakan bahwa mereka hanya bercanda. Jadi, masalah ini sudah selesai, sekarang semua keluar dari kelas!" ucap Pak Glystard dengan sok memerintah.
Para guru, yang takut, segera meninggalkan kelas. Mereka tidak lagi peduli dengan pemuda yang tampak menyedihkan itu, yang bahkan tidak mau membela dirinya sendiri.
Sebelum pergi, Kepala Sekolah berkata pada Kule, "Kule, ikut saya sebentar."
Kule hanya menyeringai dan mengikuti si Ugly Bastard itu.
Yang tersisa di kelas hanyalah murid-murid dari kelas itu, para pecundang dan teman-teman pembuly Kule. Setelah sepi sejenak, mereka langsung mencibir Adam.
"Goblok banget, dah dibela-belain sama Osis, eh dia malah ngomong gitu, ekekeke."
"Pecundang tetaplah pecundang, kekeke."
"Aghh, sialan, gw iri banget. Gw juga mau dibela sama primadona sekolah."
"Gahahahaha."
Sely menatap Adam dengan wajah yang memerah. Sely berpikir bahwa pemuda di depannya ini benar-benar sangat menyedihkan.
"Kau benar-benar lelaki yang menyedihkan," kata Sely dengan dingin. Kemudian, dia berbalik pergi meninggalkan Adam yang hanya termenung dan menundukkan kepalanya.
Adam menggertakkan gigi, mengambil tasnya, dan buru-buru meninggalkan kelas. Dia merasa sangat malu dianggap "menyedihkan" oleh seorang gadis.
Mengabaikan semua tatapan menghina dari murid-murid lain, dia berlari dan sempat melewati Sely yang melihatnya dengan tatapan dingin.
Sampai di gerbang sekolah, dia melihat bangunan sekolah yang menjadi tempat penghinaan baginya. Adam menggertakkan gigi. "Tunggu saja kalian! Baik itu Kule, ataupun kepala sekolah! Aku akan berubah dan membalas kalian suatu hari nanti!"
Ketika berlari keluar, dia sempat di hentikan oleh dua satpam yang menjaga gerbang. Namun, dia tetap berlari, menerobos kedua satpam itu sembari berkata, "Aku mau pulang!"
Karena sempat melihat wajah Adam yang babak belur, kedua satpam membiarkan dia berlari keluar gerbang. Mereka merasa simpati dengan Adam yang bertingkah seperti anak kecil yang habis di olok-olok oleh temannya.
Ketika berlari keluar, Adam sempat dihentikan oleh dua satpam yang menjaga gerbang. Namun, dia tetap berlari dan menerobos kedua satpam tersebut sembari berkata, "Aku mau pulang!"
Melihat wajah Adam yang babak belur, kedua satpam merasa simpati. Mereka memahami bahwa Adam sedang dalam kondisi yang sulit setelah melihat wajahnya yang babak belur. Dengan hati yang tergerak, kedua satpam itu membiarkan Adam berlari keluar gerbang. Mereka memilih untuk tidak menghalangi dan memberinya kesempatan untuk pulang, menghormati keinginannya.
______________________________________________
Di ruangan Kepala Sekolah, suasana tegang terasa ketika Kepala Sekolah menatap Kule yang menyeringai di depannya.
"Sudah berulang kali bapak mengingatkanmu untuk tidak membuat masalah, tetapi kau tetap saja...!" tegur Kepala Sekolah dengan suara sedikit keras.
Kule hanya diam tanpa memberikan respons.
Pak Glystard melanjutkan dengan serius, "Jika kau terus berperilaku seperti ini, bapak tidak akan bisa lagi melindungimu. Bagaimana jika anak itu melapor ke polisi?!"
Kule menjawab dengan sedikit tidak sopan, "Ya, ya, aku juga tahu. Tapi dia tidak akan melapor. Dan jika dia memang melapor ke polisi, aku punya orang tuaku, hehehe."
Pak Glystard merasa marah dan frustrasi, "Nak, jangan mengandalkan status dan kekayaan orang tuamu untuk berbuat semaumu di sekolahku. Jika aku mengeluarkanmu, itu akan merugikan diriku sendiri!"
Kepala Sekolah menghela nafas, mencoba menenangkan dirinya sendiri, dan kemudian berkata, "Baiklah, itu saja yang bapak ingin katakan, kau boleh pergi!"
Kule berbalik dan meninggalkan ruangan Kepala Sekolah.
Sambil berjalan di lorong sekolah, Kule mengumpat dalam hati, "Sialan! Aku tidak puas belum menghukum Adam Sungut itu! Tunggu saja setelah liburan musim panas, aku akan membuatmu menderita hingga kau memohon untuk mati!"
Dengan seringai yang menyeramkan, Kule terus berjalan, memikirkan berbagai cara untuk menghukum Adam yang ada dalam benaknya.
Adam, di sisi lain, sedang menunggu bus di halte yang agak jauh dari sekolah. Dia tidak ingin menunggu di halte sekolah karena ia tidak tahan dengan cemoohan dari teman-temannya, jadi dia memilih halte yang agak jauh dari sekolah dan menunggu bus menuju daerah tempat tinggalnya.
Setelah menunggu sekitar 20 menit, akhirnya bus dengan tulisan "MEYKARTA - DUPA" tiba. Adam naik ke dalam bus dan melihat beberapa penumpang lainnya. Setelah memberitahu tujuannya ke daerah DUPA kepada sopir bus, Adam duduk di kursi paling belakang dan menutup matanya. Dia sangat lelah hari ini, jadi dia memutuskan untuk tidur sejenak.
Baru saja Adam tertidur sejenak dia harus dipaksa membuka mata, ketika tiba-tiba ia teringat sesuatu.
"Hoaam~ Dimana layar transparan yang aku lihat tadi?" gumamnya bingung, mencari-cari layar transparan yang muncul sewaktu dia berada di kelas tadi.
Karena tidak menemukan layar tersebut di mana pun, ia merasa semakin bingung dan menggaruk kepalanya. "Apakah yang aku lihat di kelas tadi hanya sebuah halusinasi?"
"Aku mungkin benar-benar gila, bagaimana mungkin Status Window yang biasanya hanya ada dalam game bisa ada di dunia nyata," lanjutnya sambil tersenyum dengan ekspresi kecut.
Setelah mengatakan itu, tiba-tiba layar transparan yang dicarinya muncul tepat di depannya. Karena muncul begitu cepat, Adam kaget dan hampir berteriak. Dia kemudian menenangkan dirinya dan menggerutu kesal dengan suara pelan, "Jangan muncul tiba-tiba seperti itu, sialan!"
"Haah, sudahlah, kau juga tidak akan mengerti maksudku," lanjutnya setelah rasa kesalnya mereda.
[Saya mengerti maksud Anda, Master.]
Melihat panel transparan yang memberikan balasan, Adam terheran-heran dan bertanya, "Hah? Kau mengerti?" dengan wajah bingung.
[Iya, Master.]
"Hebat! Benar-benar seperti novel online yang sering aku baca!" serunya dengan histeris dan ekspresi cerah.
Pada saat itu, para penumpang lain memandanginya dengan rasa penasaran dan kebingungan. Namun, karena wajahnya tampak babak belur, para penumpang mengalihkan pandangan mereka sambil berpikir, "Kasihan sekali anak itu, mungkin kepalanya terbentur."
Karena dia menyadari bahwa perilakunya sebelumnya mengganggu penumpang lain, dia meminta maaf, dan para penumpang mengatakan bahwa tidak apa-apa sambil berpikir, "Dia masih waras ternyata."
Adam menundukkan kepalanya kepada mereka dan kembali duduk dengan tenang, sambil menikmati pemandangan dari jendela bus. Beberapa menit kemudian, dia akhirnya menutup matanya dan tertidur sepenuhnya. Ekspreksi dan napasnya menunjukkan bahwa dia benar-benar lelah.
Hingga saat ini, Adam masih bertanya-tanya mengapa selalu dia yang menjadi target Kule, padahal ada banyak murid yang lemah dan mudah ditindas di kelas tersebut. Setiap hari, Adam selalu menjadi target buli dan diperintah seperti seorang budak. Apakah ini karena Kule iri terhadap prestasi Adam yang berhasil mencapai peringkat tiga di kelas? Adam sendiri tidak tahu.
Bus terus melaju dengan kecepatan sedang menuju kota DUPA, tempat tinggal Adam. Adam tidur sambil menikmati angin sejuk yang masuk melalui celah jendela bus.
______________________________________________
Bus tiba di daerah DUPA.
DUPA merupakan salah satu kota kecil di Indonesia yang memiliki ekonomi menengah. Meskipun disebut sebagai kota, DUPA masih memiliki daerah pedesaan di dalamnya.
Karena lokasinya yang dekat dengan laut, kota ini terkenal dengan industri perikanannya. Sebagian besar penduduknya mencari nafkah dari laut.
Ciiittttt
Adam terbangun dari tidurnya oleh suara decitan ban. Dalam keadaan masih setengah sadar, ia mengusap air liur yang menetes dari mulutnya, lalu berdiri dan mendekati sopir bus untuk membayar.
Dengan ragu, Adam bertanya, "Harganya sepuluh ribu ya, Pak?"
Melihat pemuda di depannya yang terlihat ragu, sopir bus berkumis tipis itu mengerti. Pemuda ini khawatir bahwa tarifnya mungkin berbeda dari biasanya, karena ini kali pertama ia mengantar pemuda ini.
"Iya, Dek," kata sopir kumis tipis dengan senyuman ramah.
Adam merasa lega. "Terima kasih, Pak. Saya permisi ya."
Sopir kumis tipis hanya membalas dengan senyuman ramah, lalu melanjutkan perjalanan busnya. "Aku prihatin dengan pemuda itu. Wajahnya babak belur dan ada bekas darah di hidungnya. Ia juga terlihat kelelahan. Tapi itu bukan urusanku," pikir sopir tersebut sambil mengendarai busnya dengan sedikit lebih cepat.
Adam melihat bus menjauh, kemudian berbalik dan berjalan melintasi gang yang terletak di dekatnya. Dalam waktu singkat, ia sampai di rumahnya.
Rumahnya dikelilingi pagar beton, memiliki tampilan modern seperti kebanyakan rumah lainnya. Terdiri dari dua lantai dengan ukuran sekitar 50 meter persegi. Lantai dua memiliki dua kamar tidur, sedangkan lantai satu terdapat ruang tamu, dapur, dan kamar mandi.
Adam memasuki rumahnya, memberikan salam meski tidak ada yang menjawab. Sambil melepas sepatunya, ia langsung menuju lantai dua.
Hari ini ia merasa sangat lelah dan menginginkan untuk segera berbaring di kasur empuknya. Namun, sebelum mencapai kamar tidurnya, ia melewati satu pintu.
Itu adalah kamar orangtuanya.
Adam membuka pintu tersebut dan melihat hanya ada kasur, lemari, dan meja dengan bingkai foto. Ruangan itu bersih dan bebas debu karena Adam rajin membersihkannya setiap saat.
Meskipun tidak ada yang menempati kamar itu lagi, Adam tidak ingin kamar orangtuanya kotor dan dipenuhi sarang laba-laba.
Adam berjalan menuju meja, mengambil bingkai foto yang ada di sana. Tiba-tiba, air matanya mulai jatuh.
"Aku merindukan kalian, Ayah... Ibu..." gumamnya sambil teringat kenangan indah bersama keluarganya.
Orangtuanya meninggal saat ia masih berusia 12 tahun.
Ayah Adam adalah seorang nelayan yang sangat mencintainya karena Adam adalah anak tunggal. Ayahnya meninggal dalam kecelakaan mobil yang tragis.
Sementara itu, Ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang juga memberikan cinta sepenuh hati pada Adam.
Setelah kepergian Ayah, Ibunya sangat terpukul dan jatuh sakit. Melalui perawatan di rumah sakit, Adam mengetahui bahwa Ibunya menderita penyakit jantung.
Meskipun mendapat perawatan selama beberapa bulan, penyakit Ibunya tidak kunjung sembuh, dan akhirnya Ibunya juga meninggal, menyusul Ayahnya.
Adam, yang saat itu masih berusia 12 tahun, merasa terpukul dan tidak berdaya saat kehilangan dua orang yang sangat dicintainya, meninggalkannya seorang diri. Meski mereka meninggalkan semua uang mereka padanya, bagi Adam itu tidaklah penting. Yang ia inginkan hanyalah kasih sayang orangtuanya dan keinginan agar mereka melihatnya sukses.
Namun sekarang, semua itu hanya tinggal angan-angan belaka.
Adam keluar dari kamar tersebut dan menguncinya, dia tidak ingin terlalu lama bersedih karena nanti orangtuanya tidak akan tenang di alam sana. Jadi, dia langsung menuju kamar tidurnya, melemparkan tubuhnya ke kasur, menguap, dan hampir tertidur. Namun, tiba-tiba dia teringat akan Sistem.
Adam duduk bersila di atas kasur dan bergumam, "Status Window," dengan rasa ragu.
Layar biru transparan muncul di depannya dan menampilkan informasinya...
'Ternyata sistem ini juga memiliki fungsi suara,' pikir Adam.
[ Status Window
Nama: Adam Kirana
Pekerjaan: Murid Kelas 12-B SMA 1 Meykarta
Kekuatan: 4 (Di bawah rata-rata)
Kelincahan: 3 (Di bawah rata-rata)
Ketahanan: 4 (Di bawah rata-rata)
Karisma: 1 (Di bawah rata-rata)
Kecerdasan: 5 (Rata-rata)
Skill: Gamer lvMAX (Pemahaman Anda tentang permainan meningkat 100%), Memasak lv3, Belajar lv1...]
Adam hanya bisa tertawa pada dirinya sendiri setelah melihat statusnya yang semuanya di bawah rata-rata.
"Haha, Aku benar-benar pecundang," gumamnya dengan ekspresi sedih.
Dia bergumam lagi, "Quest," dan layar biru transparan yang ia lihat sebelumnya di kelas muncul.
[ Quest: Memperbaiki Hidup Seorang Pecundang
Sit Up: 100×
Push Up: 100×
Pull Up: 100×
Scout Jump: 100×
Lari: 10 Km
Ini adalah Quest Harian, jadi harus diselesaikan setiap hari. Jika tidak, Anda akan mendapatkan 'Hukuman'.]
Dia ingin menyelesaikannya hari ini, tapi dia terlalu lelah, dan waktu sudah menunjukkan pukul 17:56, jadi dia tidak punya waktu.
Setelah berpikir sejenak, Adam memutuskan untuk beristirahat dan akan menyelesaikan Quest-nya besok. 'Ya, besok adalah hari pertama libur musim panas, jadi aku tidak perlu khawatir tentang ini.'
Namun, Adam tidak menyadari timer yang terus berjalan di panel sistemnya.
[ 00:02:43
'Hukuman' akan dimulai setelah hitungan mundur selesai.]
Beberapa saat kemudian...
[Hitungan mundur selesai, Anda akan menerima 'Hukuman' dalam hitungan... 3... 2... 1]
Adam merasa ada yang tidak beres, ia membuka matanya dan terkejut melihat kata 'Hukuman' dan angka hitungan mundur yang terpampang di layar biru transparan di depannya.
"Sialan..." Adam hampir saja melanjutkan kata-katanya ketika tiba-tiba ia merasakan sakit yang menusuk di kepalanya, seolah-olah ribuan jarum menusuknya.
"Arggghhh!!" Adam berteriak kesakitan, wajahnya memerah dan urat-urat mulai terlihat di dahinya.
Rasa sakit di kepala itu terus berlanjut selama sekitar satu jam, dan setelah rasa sakit itu mereda, Adam terengah-engah dan tidak dapat bergerak. Ia tahu bahwa ia akan mati jika rasa sakit itu terus berlanjut.
"Sistem... Sialan..." Adam mengucapkan kata-kata tersebut sebelum kehilangan kesadaran.
Dia tidak sadarkan diri sekitar dua belas jam.
Keesokan harinya, Adam sadar dari pingsannya setelah mendengar kokokan ayam dan sinar matahari pagi yang menerpa wajahnya. Meskipun masih merasakan sakit di kepalanya, dia mencoba bangkit.
"Ughh... Sistem sialan! Hukumannya lebih mengerikan daripada yang kuduga!" Adam mengutuk sistem dengan kesal.
Adam memang mengetahui tentang 'Hukuman' dari sistem, tetapi dia tidak mengira bahwa hukuman itu akan datang begitu cepat. Dia berpikir sistem memberinya kesempatan untuk menyelesaikannya keesokan harinya, jadi dia memilih untuk istirahat terlebih dahulu. Namun, ternyata sistem ini sama sekali tidak mempedulikannya.
Adam bangun dari tempat tidurnya dengan kesulitan, berdiri, dan hampir terjatuh karena masih merasakan sakit dan pusing. Ia berjalan pelan menuju lantai pertama, memegangi pinggiran tangga, dan akhirnya mencapai depan pintu kamar mandi.
"Ughhh, rasanya ingin mati," umpat Adam sambil masuk ke dalam kamar mandi. Ia mencuci wajahnya dan ketika melihat cermin, dia melihat wajahnya yang pucat dan matanya yang merah.
Setelah keluar dari kamar mandi, Adam memutuskan untuk sarapan dengan roti dan susu saja, karena ia tidak memiliki energi untuk memasak. Ia merasa terlalu lemah karena masih merasakan sakit.
[Quest: Memperbaiki Hidup Seorang Pecundang
Sit Up: 100×
Push Up: 100×
Pull Up: 100×
Scout Jump: 100×
Lari: 10 Km
Ini adalah Quest Harian, jadi harus diselesaikan setiap hari. Jika tidak, Anda akan mendapatkan 'Hukuman'.]
Adam menatap layar Quest sambil makan sarapannya dan bergumam sendiri, "Setelah sarapan ini, aku akan menyelesaikan quest sialan ini!"
Setelah menyelesaikan sarapan sederhana, Adam membersihkan piring dan gelas, lalu meletakkannya kembali ke tempat semula. Ia melirik jam di dinding, dan waktu menunjukkan pukul 07:02 pagi.
Sambil berjalan menuju kamar, Adam bergumam dalam hati, "Apakah aku benar-benar mampu menyelesaikan tugas sialan ini?"
Ketika ia masuk ke dalam kamarnya, ia membuka lemari pakaian dan mengambil seragam olahraga sekolahnya. Pakaian itu sederhana: celana panjang hitam dengan dua garis putih di sampingnya, serta jaket hitam dengan lengan putih yang memiliki logo sekolah di bagian dada.
Setelah berganti pakaian, Adam turun ke lantai pertama, mengenakan sepatunya, dan memberi salam walaupun tidak ada yang menjawab. Ia melangkah keluar rumah.
Tiba-tiba, Adam berhenti dan bertanya pada dirinya sendiri, "Di mana sebaiknya aku menyelesaikan tugas ini?" Sambil memiringkan kepalanya, ia berusaha memikirkan tempat yang cocok.
Seketika itu pula, kenangan tentang taman yang sering ia kunjungi ketika masih kecil terlintas dalam pikirannya. Orangtuanya sering membawanya ke sana untuk bermain dan mencari teman, meski teman yang pernah ia temui hanya tinggal sebentar sebelum pindah.
Adam tersenyum pahit, mengingat momen-momen itu. Tempat itu mungkin akan menjadi tempat yang tepat untuk menyelesaikan tugasnya kali ini.
Setelah sekitar 10 menit perjalanan, Adam akhirnya tiba di taman yang dimaksud. Taman itu cukup luas, dilengkapi dengan beberapa permainan anak-anak seperti perosotan, ayunan, jungkat-jungkit, dan ban berwarna-warni dan wahana bergelantungan yang seperti tangga.
Adam merasa sedikit gugup, meskipun taman ini sepi. Ia merasa malu memikirkan kemungkinan ada orang yang melihatnya berolahraga di sana. Orang-orang di sekitar tahu bahwa Adam adalah anak yang jarang keluar rumah, apalagi berolahraga. Ia tidak pernah jogging atau beraktivitas fisik lainnya.
Namun, Adam menghela nafas dan mengusir pikiran negatif itu. Ia memperkuat tekadnya dan bergumam, "Quest." Seperti biasa, layar biru transparan muncul di depannya.
Adam membaca quest yang tertera:
[ Quest: Memperbaiki Hidup Pecundang
Sit Up: 100×
Push Up: 100×
Pull Up: 100×
Scout Jump: 100×
Lari: 10 Km
Ini adalah Quest Harian dan harus diselesaikan setiap hari. Jika tidak, Anda akan mendapatkan 'Hukuman'.]
Ia memikirkan urutan mana yang harus ia lakukan terlebih dahulu: sit up, push up, pull up, scout jump, atau lari 10 km. Setelah memikirkannya sejenak, Adam memutuskan, "Baiklah, aku akan mulai dengan lari 10 km terlebih dahulu."
Adam berdiri tegak dan mengambil posisi start seperti seorang atlet profesional yang akan memulai perlombaan lari. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Wajahnya dipenuhi kepercayaan diri yang memancar, dan ia tersenyum sebelum akhirnya memulai larinya.
______________________________________________
Adam baru saja menempuh jarak 100 meter, tetapi ia sudah terengah-engah dengan wajah pucat dan bibir yang kering serta pecah-pecah. Ia merasakan dahaga yang begitu menyiksa. Kegembiraannya untuk menyelesaikan Quest membuatnya lupa membawa minuman.
"Hahh... Hahhh... Air... Air..." Adam berjalan terhuyung-huyung, berjuang untuk tetap berdiri, namun rasa lemahnya semakin memuncak. Ia menyadari kemampuannya yang terbatas dan mengakui dirinya sebagai pecundang yang lemah.
Saat melihat sebuah toko kecil di depannya, Adam dengan perlahan berjalan menuju sana, sambil berusaha keras agar tidak pingsan. Ia menjadi lebih sadar akan kelemahannya. Kesadarannya membuatnya menyadari bahwa ia benar-benar lemah dan pecundang.
Sampai di depan toko, pandangannya yang kabur mencoba mencari pemilik toko. Matanya tertuju pada siluet orang dengan pakaian putih dan celana jeans biru. Karena pandangannya kabur, ia tidak dapat melihat bahwa orang tersebut adalah seorang perempuan.
"Mas... Hah... Air... Hahh... Minumannya... Hah... Satu..." Adam berkata dengan susah payah, mengangkat tangannya dengan jari telunjuk mengacu ke arah mulutnya, sambil menundukkan kepalanya dan terengah-engah.
Perempuan tersebut, yang bernama Wita, terkejut sekaligus bingung melihat Adam masuk ke dalam toko dengan kondisi yang begitu lemah. Tiba-tiba saja pemuda itu datang dan berjalan terhuyung-huyung menuju ke arahnya. Wita sempat mengira bahwa pemuda tersebut mungkin seorang yang tidak waras.
Wita dengan tergesa-gesa berlari ke arah kulkas, mengambil sebuah botol Air Mineral, dan segera menyerahkannya kepada Adam tanpa berkata-kata. Ia melihat kepanikan pada pemuda itu yang tampak begitu pucat.
"Dia mungkin mengalami dehidrasi," gumam Wita dalam hati, khawatir dengan kondisi pemuda tersebut.
Adam segera meminum air mineral tersebut dengan cepat. "Ah... syukurlah. Aku pikir aku akan mati," ucapnya sambil merasa lega.
Kemudian, Adam buru-buru bangkit berdiri dan mengucapkan terima kasih sambil membungkukkan kepala. "Terima kasih! Jika bukan karenamu, mungkin aku sudah tak bernyawa!"
Wita menjawab dengan lembut, "Sama-sama."
Ketika mereka sedang berbicara, Adam mengangkat kepalanya dan melihat seorang wanita yang berdiri di depannya. Ia sedikit bingung dan melihat sekeliling sebelum berbicara.
"Ku-kupikir pemilik toko ini adalah seorang lelaki. Aku minta maaf telah memanggilmu 'Mas' tadi!" ujar Adam sambil kembali membungkukkan kepalanya.
Wita, yang melihat Adam sedikit panik, tersenyum ramah. "Tidak apa-apa. Pemilik toko ini memang ayahku. Aku hanya sedang membantunya, jadi tidak ada kesalahan."
Adam mengangkat kepala dan kembali melihat wanita di depannya. Wanita tersebut memiliki iris mata cokelat dengan rambut cokelat yang diikat kuncir dan bibir yang merah muda.
Postur tubuhnya yang ideal membuat orang berpikir bahwa dia adalah seorang model, ditambah dengan payudara berukuran G cup yang dimilikinya.
"Dia sangat cantik..." gumam Adam dengan wajah polosnya.
Wita mendengar perkataan Adam dan tertawa dengan pelan. "Haha, kau benar-benar tahu caranya memuji orang."
Sambil melambaikan tangannya, Wita bertanya, "Oh iya, mengapa kamu begitu lelah? Apakah ada yang mengejarmu?"
Adam kembali sadar, wajahnya memerah ketika mengingat perkataannya tadi, dan ia menjawab dengan sedikit gugup, "A-aku hanya sedang jogging, tapi..."
"Itu bagus, kamu sangat hebat!" Wita memotong perkataannya dengan senyuman manis.
Mendengar pujian itu, jantung Adam berdegup kencang. Ia mengira bahwa akan diejek karena kelemahannya, namun tidak disangka wanita yang baru ia temui ini memujinya. Ia merasa sangat senang dengan pujian itu.
"Ka-kalau boleh tahu, siapa namamu?" tanya Adam dengan malu, wajahnya semakin memerah.
"Namaku Roswita, tapi kamu bisa memanggilku Wita. Dan kamu?" jawab Wita sambil mengulurkan tangannya.
Adam melihat tangan Wita yang terulur di depannya. Dengan wajah yang semakin memerah dan rasa gugup, ia mengulurkan tangannya dan mereka berjabat tangan. "A-aku Adam, Adam Kirana."
"Salam kenal, Adam," ucap Wita sambil tersenyum manis.
Adam melamun dan tak bisa berkata-kata. Baginya, ini adalah hari keberuntungan di mana ia bisa bertemu dan berkenalan dengan wanita seindah dan seramah Wita.
Kemudian mereka melepaskan genggaman tangan mereka. Wita berdehem untuk mengingatkan Adam. "Ehem, ada yang salah?"
Adam tersadar dari lamunannya, tiba-tiba melihat layar sistemnya yang menunjukkan kemajuan Quest-nya.
[ 102 M/10 Km ]
Adam mengerutkan kening, lalu melihat Wita yang sedang bingung menatapnya. Ia buru-buru berbicara, ingin segera menyelesaikan urusannya.
"Terima kasih untuk airnya. Ini uangnya, dan bolehkah aku beli dua botol air mineral lagi? Permisi dulu ya," ucap Adam sambil menyerahkan uang dan mengambil dua botol air mineral. Lalu ia buru-buru keluar dari toko.
Wita melihat uang di tangannya, tersenyum dan bergumam pelan, "Dia lucu."
Setelah keluar dari toko, Adam segera melanjutkan larinya tanpa ragu. Dia tidak ingin dihukum lagi oleh sistem yang menyebalkan ini.
Setelah sekitar setengah jam berlari, Adam melihat perkembangan Quest-nya.
[ 793 M/10 Km ]
"Masih... Hah.... 9.207 meter lagi," gumam Adam dengan nafas terengah-engah.
Meskipun kelelahan melanda, pakaian Adam kini basah oleh keringat, dia tidak berhenti. Dalam keadaan terengah-engah, dia terus berlari, memikirkan kata-kata wanita cantik yang baru saja dia kenal tadi. Kata-kata itu memberinya motivasi tambahan untuk menyelesaikan Quest yang menyebalkan ini.
"Ayo! Kamu pasti bisa, Adam Kirana! Semua ini untuk perubahanmu!" Dia berseru pada dirinya sendiri dengan semangat, seperti orang gila.