Pantulan gadis dengan dandanan tipis dan dress sederhana berwarna biru malam itu membuat gadis di belakangnya kagum.
Abel yang sudah siap dengan dress maroon miliknya itu menatap Athena takjub. Sedangkan Athena menatap pantulan dirinya aneh. Yah, bisa ia akui bahwa saat ini wajah Athena terlihat sangat perfect. Namun yang berada di dalam raga ini adalah Alea, gadis yang hampir tidak pernah menggunakan riasan, terkecuali bedak dan pelembab bibir.
Athena menghela nafas pasrah. Ini semua adalah ide Abel. Bahkan, Abel sampai membawakannya dress biru malam itu.
Athena terdiam, melamun. Otaknya tiba-tiba berfikir jauh ke depan. Bagaimana kedepannya jika ia berhasil menggagalkan pertunangan Ares? Ini adalah raga Athena, bukan raga aslinya. Bahkan, ia saja tidak mengetahui bagaimana kabar raga miliknya.
"Oh, iya. Kalo misi gue udah berhasil, gue bakal kembali ke raga asli gue. Kalo begitu, gimana dengan Ares?" gumam Athena, namun masih bisa di dengar oleh Abel.
Abel menatap Athena bingung. "Apa maksud lo?"
Athena membalikkan tubuhnya, menghadap Abel dan menatap gadis itu serius. "Lo percaya dengan perpindahan jiwa?"
Abel berjongkok, mengsejajarkan tingginya dengan Athena yang sedang duduk. Ia bergumam singkat, "Gue percaya."
"Lo, percaya? Secepat itu? Seriusan?"
"Sebenarnya, seminggu yang lalu gue nggak sengaja kebawa buku diary lo."
Athena menatap Abel bingung, "Oh, yang waktu buku diary gue ketinggalan. Tapi, besoknya buku diary gue ada di bawah meja. Gue rasa gue ninggalinnya di bawah meja."
"Tentang itu, gue datang pagi-pagi banget buat naroh di laci meja lo. Dan tentang kenapa buku diary lo bisa ada di gue karena, waktu itu gue iseng ngambil buku lo, buat gue jahilin. Tapi, ternyata isinya tentang itu, jadi gue balikin tanpa ketahuan lo." Jelas Abel menampilkan deretan giginya.
Athena menghela nafas, pasrah dengan kelakuan random Abel.
"Gue percaya sama lo, Alea."
Athena menatap Abel dan tersenyum, "Terima kasih. Tapi, apa yang harus gue lakuin kalo pertunangan mereka batal, tapi misi gue selesai? Gue harus kembali ke raga gue. Yah, itupun jika raga gue masih ada."
"Lo nggak bisa diam di raga ini aja, Na?"
"Maaf, gue nggak bisa. Sebenarnya, Athena juga menyuruh gue buat ada di raga ini selama yang gue mau. Tapi, Athena juga harus ngerasain kebahagiaan berada di antara kalian."
Abel terdiam melihat senyum tulus dari Alea atau Athena. Abel ikut tersenyum, "Lo orang baik. Tapi...misi kali ini tetap kita lakuin! Kita harus tetap ngebatalin pertunangan mereka!"
"Lah bisa gitu?"
"Pokoknya harus! Lo juga cinta sama Ares sebagai Alea, bukan sebagai Athena. Begitu, kan?" Tanpa memberikan waktu untuk Athena menjawab, Abel kembali melanjutkan kata-katanya. "Kalo begitu, lo harus perjuangin cinta lo!"
"Yah, tapi....."
"Lo mau Ares terpaksa tunangan, terus nikah sama tu cewe?"
°•°•°•
"Jadi, lo kesini cuman mau minta usulan gue yang nyatanya lebih bodoh dari lo ini?"
Laki-laki didepannya menghela nafas panjang. "Bantuin gue, Liam. Gue nggak tau harus gimana."
Liam duduk di sebelah temannya—Ares, yang sedang gelisah. Mereka saat ini sedang berada di rooftop rumah sakit.
Liam nampak berfikir sambil menatap langit malam di atasnya. Masih ada waktu 1 jam untuk berfikir, sebelum acara pertunangan Ares di mulai.
"Kenapa lo nggak bilang kalo nggak mau aja?"
Terdengar Ares kembali menghela nafas. "Gue nggak bisa nentang keinginan omma."
Hening. Mereka sama-sama terlarut dalam pikirannya sendiri.
"Lo tau? Sesuatu yang dipaksakan itu tidak baik. Contohnya, orang tua gue. Mereka menikah karena paksaan, dan anak mereka yang terkena imbasnya. Gue nggak mau hal yang sama terjadi kepada lo, ataupun anak-anak lo. Gue nggak mau ada Liam ke dua."
Ares menatap Liam yang sedang menatap langit sembari terkekeh kecil karena ucapannya barusan. Ares tersenyum dan ikut menatap ke atas.
"Gue nggak salah milih temen. Maaf, gue udah ngingetin lo tentang orangtua kalian."
"Don't mind."
"Thanks, bro."
•°•°•°
Athena sedang duduk di depan sebuah ruangan. Ruangan Silla.
Abel sedang berada di dalam. Katanya, dia ingin mengajak Liam untuk pergi bersama ke acara Ares. Abel jua menceritakan niat mereka yang ingin menggagalkan pertunangan Ares bagaimana pun caranya. Terdengar jahat emang.
Athena dengan gabut membuka akun sosial media miliknya. Gadis itu tidak ikut masuk, dengan alasan mempersilahkan Abel untuk melepas rindu kepada Liam yang belakangan ini jarang masuk sekolah.
Tiba-tiba, sebuah pesan masuk. Tertera nama Ares di sana. Refleks, Athena menekan notif itu. Sudah satu hari mereka tidak saling mengirim pesan. Tapi kali ini, Ares mengirimkannya pesan yang panjang dan terlihat sangat serius.
Ares
Sebenarnya, gue menentang pertunangan gue dan Stella. Tapi, Stella mendapat dukungan dari omma. Gue nggak tau kenapa omma mendukung Stella, padahal sepengatahuan gue, mereka nggak pernah ketemu. Gue jadi sedikit curiga. Tapi, gue nggak bisa apa-apa. Oleh karena itu, gue mohon. Bantu gue!
Athena meneruskan pesan itu ke nomor Abel. Abel yang merasa ponselnya bergetar dengan cepat mengeluarkannya dari tas. Gadis itu tersenyum dan langsung pamit kepada Liam.
"Maaf, gue nggak bisa bantu banyak."
"Jangan di pikirin. Kami juga minta maaf karena sampai sekarang belum ngedapatin pendonor buat Silla. Maaf banget."
"Sans. Liam yang tamvan ini kan baik hati."
Abel terdiam sejenak. Liam yang merasa Abel tidak seperti biasanya itu menatap gadis di depannya bingung.
"Lo kenapa? Numbenan nggak ngejek ke-pedean gue."
"Sebenarnya, gue mau bilang sesuatu. Gue--" Abel menggantung ucapannya. Dia sudah tidak tahan menahan cemburu dikala Liam memamerkan pacarnya.
"Lo? Kenapa?"
Abel menatap tepat di mata Liam. "Gue suka sama lo!"
Setelah mengucapkan kalimat barusan, Abel langsung menutup mulutnya menggunakan tangan. Wajahnya merah padam. Liam juga nampak tak bergeming dari tempatnya. Bahkan, laki-laki itu terlihat sedikit...tersipu?
"Gue pergi dulu! Dah!"
Gadis itu langsung mengambil langkah seribu dan pergi dari sana. Melihat Abel yang baru saja keluar ruangan dengan wajah merah, Athena menahan tawanya.
"Apa lo ketawa?! Ayo kita pergi, wibu!"
Athena melotot. Abel langsung ngacir, meskipun sendalnya yang sedikit tinggi menganggu.
"Bacot lu, bucin!"
===============[♤]==============