"Apakah anda yakin dengan pilihan ini?"
Laki-laki dengan kaos hitam itu menatap dokter muda di sebelahnya dengan malas.
"Kan udah gue bilang, gak usah formal gitu sama gue, John."
Dokter muda yang bernama John itu duduk di sofa yang berada tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Lalu, ia bertanya kembali. "Lo yakin dengan pilihan ini?"
Laki-laki yang di tanya itu tersenyum tipis. Ia mengelus surai gadis yang sedang terbaring lemah di atas tempat tidur rumah sakit.
"Lagi pula, sisa hidup gue udah nggak lama."
John mengalihkan pandangannya ke arah jendela yang menampilkan langit malam. Dia mengingat kembali pertemuannya dengan laki-laki itu, laki-laki yang memberikan kesan pertama menyebalkan.
John tersenyum miris dikala otaknya kembali mengingat tentang penyakit dan kondisi keluarga kedua saudara yang sama-sama memiliki penyakit mematikan di depannya itu.
"Meskipun gue cuman dokter konsultasi lo, tapi lo udah gue anggap sebagai teman. Gue senang pernah kenal sama lo," John menggantung ucapannya dan mengalihkan pandangannya, kembali ke laki-laki berkaos hitam tadi.
"Liam."
°•°•°•
Taman belakang yang di hiasi dengan lampu kelap-kelip berwarna kuning itu kini menjadi tempat Athena dan Nenek Ares berbicara. Jangan lupakan ibu Ares yang sedang berdiri di belakang kursi roda nenek Ares.
Athena berdehem singkat sebelum memulai pembicaraannya. "Saya akan memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama saya Athena, Athena Charlotte Lunch. Saya adalah salah satu teman dekat Ares, meskipun masih belum lama."
Nenek Ares mengangguk sembari tersenyum hangat. "Salam kenal, Athena."
Athena membalas senyum nenek Ares. "Langsung saja, saya ingin bertanya kepada nenek. Apakah nenek benar-benar merestui pertunangan ini?"
Nenek Ares mengangguk. "Tentu saja. Nenek juga yang menyuruhnya untuk bertunangan dengan Stella."
Athena berjongkok, mengajarkan tingginya. "Nenek tidak perlu berbohong. Saya akan membantu nenek jika memang dugaan saya benar."
Nenek Ares membeku di tempat. Lily, ibu dari Ares kebingungan melihat reaksi ibunya.
"Athena, kamu jangan macam-macam, ya!"
Athena menatap Lily serius, "Saya hanya ingin meluruskan kesalahpahaman. Untuk itu, saya membutuhkan kejujuran nenek." Athena mengalihkan pandangannya, "Saya mohon, jujur kepada saya."
Nenek Ares terdiam sejenak. "Sebenarnya, nenek diancam."
"Diancam?!" Beo Lily
"Sudah gue duga." Gumam Athena.
"Siapa yang mengancam bunda?" tanya Lily emosi.
Wanita yang bernama Ela itu menunduk. Ia menggeleng pelan, "Maaf, bunda tidak bisa memberi tau tentang itu."
Lily menatap Ela tidak percaya. Athena tersenyum tipis, ia lalu mengeluarkan dua lembar kertas dari dalam tasnya.
"Apakah ancamannya tentang ini?"
Ela terbelalak. Ia menatap Athena khawatir, "Bagaimana kamu bisa tau?"
"Sebelum itu, bisakah nenek memberi tahu saya, bagaimana cara Stella mengancam nenek?"
Lagi-lagi, wanita itu terkejut dengan ucapan Athena. "Bagaimana kamu bisa tau?"
Sedangkan Lily, ia menatap bingung kedua orang di depannya.
"Saya akan menceritakannya jika nenek menjawab pertanyaan saya dengan jujur. Yang pertama, apakah Stella yang mengancam nenek? Kemudian yang kedua, apakah ia mengancam nenek dengan kertas ini?" tanya Athena sembari menunjuk kertas yang sedang ia pegang.
Ela berfikir sejenak, kemudian mengangguk. Ia berucap formal dan yakin. "Ya, Stella mengancam saya. Dia bilang, dia dan keluarganya adalah korban kecelakaan yang terjadi karena kelalaian saya dan suami saya. Kecelakaan beruntun pada tahun 2010, di Amsterdam."
Athena tersenyum tipis. Ternyata, dugaannya benar.
"Bisakah nenek katakan, bagaimana dia mengancam nenek?"
"Dia berkata, "karena kecelakaan itu, orang tua saya meninggal. Meskipun masalah ini sudah di selesaikan baik-baik dan kalian sudah mengganti rugi, tetapi saya tetap tidak rela di tinggal orang tua saya." Yah, kurang-lebih begitulah kata Stella." Kata Ela, menirukan cara berbicara Stella.
Athena mengangguk paham. "Bisakah panggilkan Stella? Kita butuh pengakuan."
Setelah menunggu sekitar 5 menit, Stella dan Ares datang dengan Stella yang sedang mengaitkan lengannya di lengan Ares. Athena menatap kesal kepada tangan Stella.
"Ada apa nenek memanggil aku." Kata Stella, sok lembut.
Athena berdehem singkat, "Sebenarnya, saya yang memanggil anda kesini."
Stella membuat raut wajah berbinar. "Athena! Lama nggak ketemu."
Athena mengangguk malas. "Langsung saja, saya disini tidak untuk reunian. Stella,"
Stella menatap Athena dengan senyum palsunya, "Ada apa?"
"Bolehkah saya mengetahui tentang kecelakaan beruntun itu dan bagaimana kejadiannya?"
Stella nampak terkejut, namun ia pintar memainkan raut wajah. Wajahnya di buat sedih, ia mengangguk.
"Pada hari itu, aku sekeluarga sedang liburan. Aku satu mobil bersama kakak, ayah dan bunda. Kami liburan bersama. Tapi tiba-tiba, orang di depan kami rem mendadak. Mobil kami yang sedang kecepatan tinggi langsung menabrak mobil itu. Kemudian, mobil di belakang menabrak mobil kami. Di insiden itu, aku kehilangan orang tua dan kakak ku."
Setelah Stella mengakhiri ceritanya, Athena mengangguk sembari tersenyum tipis. "Pintar ngedongeng ternyata."
Athena kembali mengotak-atik handphonenya. Ia menunjukkan jumlah korban jiwa yang akurat di artikel itu kepada mereka yang berada di sana. Kemudian, gadis itu juga menunjukkan salah satu kertas yang merupakan koran mengenai kejadian itu. Di sana juga tertulis jumlah korban jiwanya.
"Dari dua sumber yang berbeda, jumlah korbannya tetap ada 5. Satu adalah suami nenek yang meninggal di perjalanan menuju rumah sakit, sedangkan duanya lagi adalah orang tua saya yang juga terlibat dalam kecelakaan itu. Mereka meninggal setelah di rawat beberapa hari di rumah sakit. Dengan begitu, korban jiwanya ada 3. Sedangkan anda mengatakan bahwa orang tua dan kakak anda meninggal, benar bukan? Jika begitu, berarti seharusnya dalam laporan ini ada 6 korban jiwa."
Stella mulai terlihat sedikit, panik?
"Apa maksud mu? Aku menceritakan yang sebenarnya."
"Maksud saya, cerita anda itu mengarang. Sebenarnya, kecelakaan itu tidak terjadi karena rem mendadak, tetapi karena rem blong. Mobil nenek dan suaminya datang dari arah berlawanan, dan menabrak mobil berwarna hitam. Kemudian, terjadilah kecelakaan beruntun di jalur itu. Bukankah begitu, nek?"
Ela tersenyum, wanita itu mengangguk. "Ceritamu benar sekali, Athena. Berarti, Stella sudah membuat laporan palsu. Dengan begitu, pertunangan ini saya batalkan!"
Stella kelabakan. Dia berusaha terlihat sedih. "Nek. Aku nggak bohong." Mohon Stella, bersimpuh di depan Ela.
"Dari awal, kamu nampaknya hanya terobsesi pada cucu saya."
"T-tapi--"
"Lily, umumkan tentang pembatalan ini."
Lily yang nampak bingung itu mengikuti perkataan Ela, sang ibu.
Sedangkan Ares menghela nafas lega. Ternyata, cara yang digunakan Athena sangat tidak terduga. Ares tersenyum ke arah Athena. Athena yang tidak sengaja bertatapan dengan Ares ikut tersenyum. Akhirnya, misi dadakan ini selesai.
"Akhirnya, gue bisa kembali ke kasur gue yang empuk."
Namun, sepertinya harapannya harus ia tunda sebentar.
"Athena, bisakah berbicara empat mata dengan nenek?"
=============♡=============