Chereads / Transmigrasi ll 2 Jiwa dalam 1 Raga / Chapter 34 - Chapter 34. Ketenangan

Chapter 34 - Chapter 34. Ketenangan

Laki-laki dengan baju yang sudah mulai kusut itu menyenderkan kepalanya yang sedikit pening. Posisi duduknya saat ini terlihat sangat berbahaya, tetapi ia tidak peduli. Salah satu tangannya menutup kedua matanya. Dalam diam, laki-laki itu menggigit sedikit bibirnya.

Angin malam yang dingin berhembus pelan. Laki-laki yang sedang duduk di atas pembatas rooftop rumah sakit itu mencengkram erat ujung kertas di tangannya yang bebas di udara.

Rooftop ini sepertinya sudah tidak terpakai lagi. Dapat di lihat dari dindingnya yang terlihat sedikit retak dan pembatas yang hanya menggunakan semen, tanpa ada pagar. Untungnya, cahaya di situ tidak minim, sehingga masih layak pakai.

Perlahan, laki-laki itu menurunkan tangannya dari wajah. Ia menatap langit malam di atasnya. Tanpa bisa di tahan, air matanya keluar dengan sendirinya.

" 'Ketika sedang bersedih, mereka akan menghadap ke atas untuk menghalau air matanya', ya?" ia terkekeh pelan setelah bergumam begitu. "Gue dengar kalimat itu di mana, ya?"

"Lo ngomongin tontonan gue?"

Laki-laki itu sontak menoleh, matanya langsung di sambut dengan gadis yang masih mengenakan dress sedang berdiri di depan pintu rooftop. Hanya 3 detik ia melihat ke arah Athena, setelah itu dia langsung menghadap ke arah yang berlawanan.

"Jangan liat gue, Na. Gue lagi payah hari ini."

Athena tidak peduli. Ia mendekat ke arah Ares, laki-laki yang sedang menutupi kesedihannya itu. Athena berdiri sembari melihat ke arah kota di bawahnya.

"Gue kesini cuman buat mastiin, lo masih waras apa nggak."

Ares melirik ke arah Athena sekilas. Gadis itu tidak melihat ke arahnya. Dengan cepat, Ares menghapus jejak air matanya.

"Gue masih waras. By the way, Abel sama siapa?"

"Di bawah ada Bara, Atlas, Chilo, dan Theo. Yang satunya lagi, lagi sibuk katanya. Sebenarnya, gue cuman ngehubungin Theo, tapi nggak tau kenapa, temannya pada ikutan." Jelas Athena.

Ares mengangguk paham. "Jadi, kenapa lo kesini? Di sini dingin."

Sebelum menjawab, Athena malah ikut duduk di pembatas rooftop sembari membiarkan kakinya yang tanpa alas menjuntai bebas. Ares terbelalak, terkejut. "Hati-hati, Na!"

Athena menoleh sembari tersenyum pepsodent. Ares menggeleng pelan.

Setelahnya, mereka berdua terhanyut dalam pikirannya masing-masing. Sepertinya, Ares melupakan pertanyaannya tadi.

"Gue gak suka sama rumah sakit." Kata Athena, tiba-tiba.

Ares sontak menoleh, menatap wajah Athena dari samping. Athena menoleh, sembari melanjutkan ucapannya.

"Habisnya, disini banyak kesedihan. Jadinya, gue butuh udara segar"

Athena tersenyum, namun matanya mengatakan yang sebaliknya. Gadis itu menangis. Ares membuang wajah, menghadap ke arah kota di bawahnya.

"Jangan nangis, wibu."

Athena tersenyum tipis, mengikuti arah pandang Ares. "Lo juga nangis, bodoh."

"Maaf, gue pintar."

Athena masih tersenyum tipis. Ia menadahkan tangannya, tanpa menoleh. "Gue mau baca suratnya."

Ares menoleh. Laki-laki itu menyodorkan kertas yang sedikit kusut itu.

Athena menerimanya. Kemudian, gadis itu mulai membaca surat yang di tulis oleh Liam sembari menguatkan hatinya.

Minggu, 28 November 202*

To : Ares dan Athena

Hai dua sejoli yang sama-sama ga peka sama perasaan sendiri. Maaf nih punya kalian gue gabung, soalnya gue malas nulis banyak. Capek tau. Kayak ngejar dia, asek!

Athena terkekeh pelan, namun matanya tidak benar-benar tertawa. "Dasar playboy cap badak."

Kalian itu serasi, tau. Tapi, jiwa Alea mah sesat. Untung cuman beda negara, bukan dimensi. Yah, gue harap kalian makin peka aja sama perasaan masing-masing.

Maaf ya, gue nutupin tentang penyakit gue. Kalo kalian belum tau, gue punya penyakit kanker darah stadium akhir. Kalo surat ini udah kalian terima, kemungkinan besar gue sekarang lagi ngejalanin operasi transplantasi jantung, buat Silla.

Gue cuman mau minta tolong, gue mohon, jagain Silla. Kalo bisa, ngasih suratnya pas dia udah baikan, ya? Gue nggak mau dia kenapa-kenapa pasca operasi. Gue harap operasi ini berhasil.

Gue udah siap nerima konsekuensi dari operasi ini. Kemungkinan yang paling parah adalah, gue pergi. Maaf kalo gue banyak salah sama kalian semua. Maaf juga karena gue nggak bisa ngomong langsung sama kalian.

Intinya, gue senang kenal dan ngehabisin waktu bareng kalian. Terima kasih, dan maaf.

Udah, segini dulu, ya?

Keren banget gue yang pemalas ini mau nulis surat panjang gini, wkwk. Demi kalian wahai para kacung-kacungku! Yah, karena ini surat untung berdua, gapapa lah ya di panjangin.

Hahaha, kebanyakan bercanda, mana receh lagi. Ya udah. Gue pamit undur diri, bye guys! Jangan kangen!

Liam Agaskara

Athena tersenyum pedih. Meskipun ia belum lama kenal dengan Liam, namun ia juga takut kehilangan sosok teman. Liam Agaskara, laki-laki kuat yang selalu menutupi segala kesedihan dan kesakitan fisik maupun batin.

"Tuhan sayang sama lo, jadi dia mengakhiri semua penderitaan yang selama ini lo tanggung dan jalani sendiri. Tapi, gue harap lo masih ada kesempatan hidup." Athena menunduk, ia meremas ujung kertas di tangannya. Suaranya yang lirih membuat Ares tidak tega.

Ares turun, ia mendekat ke arah Athena. Laki-laki itu memeluk Athena lembut. Athena berbalik, membalas pelukan Ares. Ia menangis dalam diam.

Tanpa sepenglihatan Athena, Ares kembali mengangkat wajahnya, menghadap ke langit. Ia juga tidak rela jika di tinggal sahabat terdekatnya.

Dengan sabar, Ares mengelus surai Athena. Di rasa suara isakan pelan gadis di pelukannya tidak terdengar, Ares melonggarkan pelukannya. Mata indah itu sudah tertutup sempurna. Ares menghapus jejak air mata di sana. Athena tertidur. Laki-laki itu tersenyum gemas.

"Gue tau, lo pasti trauma dengan kematian orang terdekat. Lo juga pasti capek, kan? Gara-gara gue, waktu santai lo berkurang."

Ares merapikan rambut Athena yang sedikit berantakan karena angin. Laki-laki itu tersenyum, menatap wajah tenang Athena. Dadanya yang sebelumnya terasa sesak kini menjadi sedikit lebih tenang.

"Good Night, darling."

=============♡============