Dua orang berbeda gender itu sedang berjalan beriringan di tengah-tengah ramainya pengunjung mal. Mereka adalah Abel dan Liam, yang menyempatkan diri mengajak Abel untuk membeli boneka untuk Silla.
Gadis bertubuh lebih pendek dari Liam itu melihat sekeliling dengan riang. Setidaknya, ia bisa melupakan kejadian di sekolah tadi.
Seseorang tidak sengaja menyenggol Abel, dan Abel hampir saja terjatuh jika saja Liam tidak menahannya.
"Maaf kak." Kata gadis yang terlihat lebih muda dari Abel. Sepertinya, ia memainkan handphone sambil berjalan.
"Ah, nggak. Gue juga salah karena nggak liat depan."
Gadis itu tersenyum tipis, "Iya kak, aku permisi dulu." Lalu, ia pergi dari sana sambil mengulum senyum.
Abel baru sadar, Liam masih menahannya. Abel dengan cepat sedikit menjauh dari Liam, salting.
"Maaf,"
Liam menggaruk tengkuknya dan mengangguk canggung. Liam melihat ke arah Abel yang sedang memalingkan wajahnya yang terlihat merah, sedikit...imut?
Liam menggenggam tangan Abel dan langsung mengajaknya untuk kembali berjalan. "Kalo nggak di pegang, nanti lo ilang."
Abel tersenyum tertahan dan mengangguk pelan. Dengan ragu, Abel menggenggam balik tangan yang lebih besar dari tangannya itu.
Tanpa Abel ketahui, Liam merasa senang sekaligus beruntung karena bisa bersama Abel, untuk saat ini.
°•°•°•°•
Athena dan Bara sedang berada di halaman belakang rumah yang sepi, hanya ada mereka berdua. Mereka duduk di ayunan yang berhadapan, dengan Athena yang sedang menatap langit dengan pikiran yang berkecamuk, dan Bara yang sedang menatap Athena yang terlihat sangat cantik di bawah cahaya bulan.
Athena kembali mengingat ancaman Feby sebelum ia dan Bara ke taman, "ingat, ya. Jangan sampai kamu menceritakan kejadian itu kepada Bara dan Theo. Kalau tidak, kamu tau konsekuensinya. Paham?"
Athena menghela nafas lelah. Ia tidak peduli dengan ancaman Feby. Athena menatap Bara malas, "Gue mau lo dengerin cerita gue, jangan di potong."
Bara hanya mengangguk ragu, mengapa sangat mendadak?
Athena menarik nafasnya, "Tapi sebelum itu, minjam handphone." Athena menadahkan tangannya.
Bara hanya menurut. Athena terlihat menghubungi seseorang, "Cepetan ke sini. Jangan sampai ketahuan, oke?"
Setelahnya, Athena mengembalikan ponsel itu kepada sang pemilik. Bara melihat panggilan terakhir, 'Theo'.
Tidak berapa lama, Theo datang. Athena mengajak mereka untuk duduk di bangku panjang saja agar lebih mudah bercerita. Athena menarik nafas dalam-dalam.
"Gue mau kasih tau kalian tentang masa lalu. Kalian pasti lupa kan tentang masa lalu kalian?"
Bara dan Theo mengangguk saja. Mereka hanya bertanya dalam hati. Kenapa Athena tau?
"Kalian tau alasan kenapa kalian lupa?"
Theo menggeleng. Bara nampak berfikir, "Gue cuman ingat, dulu kita liburan bersama, dan persis kayak di foto waktu itu. Itu aja sih."
Athena tersenyum tipis dan mengangguk, "Kalian tau? Sewaktu kita baru aja pulang liburan di hari itu, terjadi kecelakaan beruntun yang menewaskan 5 orang, termasuk orang tua gue dan Theo."
Bara dan Theo menatap Athena tidak percaya.
"Pastinya, kalian nggak bakal percaya. Selama ini Feby dan Ferry adalah orang tua gue dan Theo, yah begitulah yang kalian tau. Tapi, mereka bukan orang tua kandung."
"Na, jangan ngada-ngada lo." Kata Theo.
Athena menggeleng sembari membuka sebuah artikel. Bara dan Theo membaca dengan seksama setiap tulisan rapi di dalam benda canggih itu. Artikel yang membahas tentang kecelakaan beruntun 12 tahun yang lalu.
Bara menatap lekat foto di artikel itu, ia merasa tidak asing. Tiba-tiba, beberapa kejadian bagaikan memori itu memasuki otaknya secara paksa. Bara memegang kepalanya yang sangat pening. Karena tidak kuat, ia menyenderkan kepalanya di bahu Athena.
Bara menutup matanya, berusaha meredam rasa sakit. Athena hanya diam sambil meminta maaf dalam hati karena sudah membuka kenangan yang hilang.
Sedangkan Theo, hanya menatap Bara bingung.
"Na."
Athena berdehem singkat.
"Berarti, kita juga terlibat dalam kecelakaan itu? Dan Bara juga?"
Athena mengangguk pelan, "Lo pasti sudah menyimpulkan satu hal."
Theo berfikir sejenak, "Bara, hilang ingatan sementara?"
"Benar. Dan lo, hilang ingatan permanen."
Theo membelalakkan matanya. Jadi, selama ini dirinya tidak mengingat satupun kejadian di masa lalu karena hal itu?
"Kenapa nggak ada yang ngasih tau gue?"
"Karena, mama dan papa butuh harta warisan. Kalo lo tau tentang fakta itu, pasti lo gak bakal mau tinggal sama mereka, 'kan?"
Theo mengepalkan tangannya, emosi. Jadi, selama ini dirinya telah di bohongi?
"Tapi, kenapa lo baru ngasih tau sekarang?"
Athena tersenyum tipis, "Karena gue di ancam bakal di usir kalo ngasih tau tentang itu."
"Gue harus ngasih mereka pelajaran."
Theo ingin pergi, namun tangannya di tahan oleh Athena. Athena menyeringai, "Kalo Lo mau ngasih mereka pelajaran, Lo cukup ikuti rencana gue."
Theo berfikir sejenak, tidak buruk.
"Boleh aja. Lo gimana, Bar?"
Bara yang sudah tidak merasakan sakit lagi di kepalanya itu mengangguk saja, dan mengambil kesempatan untuk bersender lebih lama di bahu Athena.
"Bara, bisa jauh-jauh dari gue? Pasti pusing lo udah hilang dari tadi. Jangan nyari kesempatan dalam kesempitan lo."
"Nggak ada salahnya kan? Bentar lagi kita tunangan."
Athena terdiam beberapa saat. Mata itu perlahan tertutup dan tubuhnya ambruk. Untungnya, Theo yang sadar dengan cepat menahan Athena.
Mereka berusaha membangunkan Athena. Dan Athena kembali sadar. Namun, tatapannya sendu.
Athena kembali duduk, "Theo, bisa beri waktu gue dan Bara?"
Theo mengerjab bingung. Namun tak urung, ia mengangguk dan pergi dari sana. Setelah Theo hilang dari pandangannya, Athena menunduk.
"Na?" Bara menatap Athena cemas.
"Lo yakin mau tunangan sama gue?"
Bara mengangguk yakin. "Gue masih ingat janji kita dulu."
Athena tersenyum tipis. Ya, dia juga ingat. Janji dimana, jika Athena berhenti mengejar Bara, maka Bara yang akan mengejar Athena. Bukan tanpa sebab, Bara hanya tidak ingin melihat wanita mengejar pria. Seharusnya, wanita itu di kejar, bukan mengejar.
"Lo itu baik, tapi sifat yang lo tunjukkin kek Dajjal tau nggak."
Bara terkekeh, "Gue tau."
Athena kembali menunduk. "Gue tanya lagi, lo masih mau tunangan sama gue?"
"Gue masih sama jawaban yang tadi."
"Lo masih mau tunangan sama gue yang udah nggak suci ini?"
Bara menatap Athena tidak percaya. Athena tersenyum, walau matanya mengatakan yang sebaliknya. Ia menangis.
"Apa maksud lo? Jangan bercanda, Na!"
Athena menggeleng. "Gue nggak bercanda, Bar. Gue serius. Gue..."
Athena menatap Bara sendu, "...udah nggak perawan."
=============♡==============