Athena datang pagi-pagi sekali. Sesekali, mulutnya terbuka hingga sudut matanya mengeluarkan air. Pagi ini, ia sangat malas untuk bertemu dengan Feby dan Nasya. Dengan alasan itu, ia berangkat ke sekolah pagi-pagi sekali.
Bahkan, ia terpilih untuk mengikuti olimpiade, dan hal itu bisa saja membuat ia kembali di marahi karena tuduhan waktu itu. Menyebalkan.
Athena menaruh tasnya dan berniat untuk berkeliling sebentar. Athena melewati kelas 12 IPA 5, kelas Abel dan Liam. Athena mengintip ke dalam kelas, siapa tau Liam atau Abel sudah berada di sekolah.
Dan ternyata, dugaannya benar. Meskipun hanya ada Abel di sana. Setidaknya ia memiliki teman mengobrol.
Namun, Abel nampak sedang menghubungi seseorang. Athena tidak jadi masuk....dan menguping. Tidak sopan emang:v
"Halo mah."
"....."
Athena tidak dapat mendengar suara dari seseorang yang berbicara dengan Abel karena jaraknya yang lumayan jauh. Bahkan, Athena bersembunyi dibalik tembok agar tidak ketahuan.
"Abel mau minta waktu mamah dikit, boleh?"
"....."
"Masih 25 menit lagi kan, mah? Aku mau cerita bentar."
"....."
"Tap---"
"....."
"Tung--"
Tut Tut
Abel menjauhkan handphonenya dari telinga dengan lemas. Gadis itu menelungkupkan kepalanya.....dan menangis dalam diam.
Athena menghampiri Abel yang sepertinya butuh sandaran (?)
Abel mengangkat kepalanya dan menatap Athena kaget. Ia dengan cepat menghapus air mata itu dan tersenyum simpul.
"Maaf, tadi gue kelilipan. Kenapa, Na?"
Athena duduk di sebelah Abel dan langsung memeluk gadis itu. Abel terdiam.
"Bukannya dengan cerita dan nangis bisa ngurangin semua beban lo? Lo bisa cerita masalah lo ke gue, dan gue bakal berusaha jadi pendengar yang baik. Lo bisa ngebuat gue jadi sandaran di saat lo sedih. Jangan di pendam sendiri, sakit."
Abel memeluk Athena balik, dan kembali menangis.
"Na, apa gue nggak pantas dapat kasih sayang? Kenapa mama sama papa selalu sibuk sama pekerjaannya? Apa lebih penting uang dari pada gue, anaknya?" Hal yang selama ini selalu ia pendam mulai meluap, dan siap meledak.
"Gue nggak boleh egois. Tapi gue juga pengen dapat kasih sayang. Gue tau gue egois, padahal mereka cari uang buat gue."
Athena mengelus pundak rapuh itu dan tersenyum tipis. Ia senang, akhirnya Abel bercerita dan tidak memendamnya sendirian lagi.
"Dengar, ya. Lo nggak egois. Seorang anak pantas mendapat kasih sayang."
Abel melepas pelukannya dan menatap Athena dengan secercah harapan di matanya.
"Gimana caranya supaya gue dapat kasih sayang?"
Athena tersenyum.
"Ledakkan perasaan lo."
°•°•°•°•
Abel menatap pintu rumahnya dan berharap kedua orang yang sangat ia tunggu segera datang. Abel memberikan kabar palsu kepada orang tuanya melalui Bi Lilis. Meskipun Abel tau ia sangat egois, namun ia juga tidak ingin selalu mengalah dengan kertas-kertas yang nyatanya hanya benda mati itu.
Pintu terbuka, dan nampaklah kedua orang sangat ia tunggu. Kedua orang itu menatap Abel kaget.
"Abel, bukannya..."
Abel berdiri dan tersenyum menyambut kedua orang itu.
"Maaf mah, pah, Abel bohong."
Naura-sang ibu menatap putrinya tidak percaya. Bahkan, suaminya juga sama terkejutnya dengan istrinya.
"Kamu kenapa bohong? Kamu tau, mamah sama papah lagi sibuk. Kabar tentang kamu yang lagi sakit lumayan parah itu ngebuat mamah nggak tenang."
Abel meremas celana pendeknya sembari menunduk.
"Mah. Abel bukan sakit fisik, namun batin." Kata Abel pelan. Namun, di ruangan sepi ini suaranya pasti terdengar jelas sampai telinga kedua orangtuanya.
"Langsung ke intinya saja, Abel." Kata Hendrik-sang Papah.
Air mata yang sedari tadi berusaha ia tahan akhirnya luruh. Abel menunduk semakin dalam dan menutup matanya erat. Ia tidak sanggup melihat ekspresi kedua orangtuanya. Ia akan mengikuti saran dari Athena.
Ledakkan perasaan lo.
"Mah! Pah!"
Kedua orang itu terkejut dikala Abel mendadak berteriak.
"A-apakah pekerjaan mamah dan papah lebih penting dari Abel? Abel sedih mah, pah. Mamah sama papah selalu mentingin pekerjaan daripada Abel. Abel juga pengen jadi prioritas. Abel juga pengen kayak anak-anak lain yang bisa cerita tentang kesehariannya kepada orang tuanya. Abel butuh kasih sayang mamah sama papah."
Abel tersenyum tipis. "Kesannya kayak ngemis ya, mah, Pah?"
"Mah, mamah mau nggak belhentikejja. Eh, anjir, kok belibet."
Abel tersadar dan menatap kedua orangtuanya dengan malu. Di situasi serius begini, bicaranya malah belibet. Abel mengutuk dirinya sendiri yang menghancurkan suasana. Mungkin tadi lidahnya tergelincir.
Naura mendadak tertawa pelan. Abel menatap kesal mamahnya yang malah tertawa. Ayolah, dirinya sangat malu, di tambah lagi ia menangis di depan mereka. Ia tidak ingin di bilang cengeng!
"Mamah." Rengek Abel.
Naura mendekat dan memeluk Abel. Abel terdiam. Ada sedikit perasaan lega di hatinya.
"Mamah akan bicara sama papah tentang ini. Maaf sayang, mamah selalu sibuk. Makasih udah nyadarin mamah sama papah."
Abel menatap sang papah yang tersenyum menatap mereka. Senyum Abel merekah dan membalas pelukan hangat itu.
"Makasih mah, Pah. Abel senang. Tapi kalo mamah nggak bisa berhenti kerja, setidaknya luangin waktu buat Abel. Boleh?"
Naura tersenyum manis dan mengangguk. "Iya. Mamah akan berusaha."
"Makasih!"
"Makasih juga, Athena."
===========♧==========