Laki-laki dengan seragam yang sudah melekat ditubuhnya itu berjalan menuruni tangga. Rasa penasaran muncul di kala suara gertakan sang ibu terdengar. Apa lagi yang terjadi sekarang? Apakah adiknya kembali berulah?
"Mau kamu apa sih, hah?! Pakai segala ngebasahin kertas punya Nasya. Kamu takut kalah ya sama Nasya?"
Theo, laki-laki itu bersender pada dinding pembatas antara ruang makan dan ruang tamu. Ia sedang menyimak perdebatan itu dengan seksama, meskipun dalam hatinya ada rasa ingin menolong Athena, adik kembarnya.
"Buat apa takut? Orang saya lebih pintar dari pada dia."
Saya? Sejak kapan Athena menggunakan panggilan 'saya', bahkan kepada ibunya sendiri. Tanpa Theo ketahui, Alea sudah terlalu kesal dengan kedua orangtua itu sehingga ia berbicara formal.
"Kamu jangan berani-beraninya mengatai anak saya, ya?!"
"Anak anda hanya dia?" Athena tampak pura-pura berfikir, "Hm, benar juga. Saya kan bukan anak anda."
PLAK
Athena memegang pipinya yang terasa panas dan tersenyum miring. Athena memuji drama murahan Nasya yang menurutnya sangat-sangat tidak berguna. Athena yang dulu selalu dijadikan antagonis, padahal dia hanya korban dari sang antagonis sebenarnya.
Theo yang tadinya hendak beranjak, mendadak tidak jadi dan kembali bersender. Ia gengsi.
Athena mengambil tasnya yang berada di kursi dan menaruhnya di bahu sebelah kanan. Athena menatap sinis Nasya dan pergi. Athena melirik sekilas ke arah Theo dengan tatapan datarnya. Feby hendak menyusul Athena yang menurutnya tidak sopan. Namun, langkahnya di halangi oleh Theo yang berdiri di depannya.
"Mah, aku lapar."
"E-eh anak mama. Mau makan apa?"
"Roti aja ma."
"Ya udah, kamu duduk dulu ya?"
Theo menuruti perintah Feby dan duduk di sebelah Nasya. "Tadi Athena kenapa?" tanya Theo pura-pura tidak tau.
"Oh, itu. Kak Athena ngerusak kertas jawaban seleksi olimpiade punya Nasya." Jelas Nasya.
Theo mengangguk, "Terus tadi dia pergi, kenapa? Dia nggak ngedengerin nasehat mama lagi, ya?"
Feby yang sedang menaruh sepiring roti milik Theo itu tersenyum paksa, "Iya. Padahal sudah mama coba tegur baik-baik, tapi dianya batu banget. Nanti kamu coba tegur dia ya? Mama nggak mau marahin Athena lebih jauh, nanti Athena benci sama mama. Mau bagaimanapun, dia masih remaja labil."
Theo tersenyum. "Iya mah. Mama tenang aja, nanti Theo marahin aja sekalian Athena-nya."
"Jangan sayang, nanti Athena-nya benci sama kamu, lho."
Theo kembali tersenyum, dengan paksaan. "Iya mah."
"Syukurlah Theo nggak tau yang sebenarnya."
°•°•°•°•
Athena menatap malas ke arah tanaman bunga di dekatnya. Di depannya, ada Theo yang bersidekap dada sembari bersender di batang pohon.
Athena memutar bola matanya malas dan menatap Theo jengah. "Kalo nggak ada yang di omongin, ngapain ngajak gue ketemuan? Gabut banget hidup lo."
"Pipi lo masih sakit?"
Athena refleks memegang bekas pukulan Feby tadi pagi. "Nggak juga."
"Gue cuman mau nanya, apa benar lo yang ngerusak kertas punya Nasya?"
Athena menatap Theo malas, sangat malas. "Kalo gue jujur, lo tetap nggak bakal percaya."
"Gue percaya sama lo."
"Ck, Bullshit." Desis Athena.
Athena jengah. Moodnya sedang tidak baik saat ini. Hari ini, Ares izin tidak masuk sekolah karena katanya ada acara keluarga. Begitu pula dengan Abel yang merupakan keluarga Ares. Sedangkan Liam, dia masih menjaga Silla di rumah sakit. Tidak ada yang bisa mengembalikan moodnya sedari tadi. Di tambah lagi, tadi pagi dirinya harus kembali berdebat dan berakhir cap lima jari. Dan human didepannya ini mau apa lagi? Mau menambah ke badmood-an nya?
"Kalo lo nggak mau cerita, gue tunggu lanjutan cerita lo waktu itu."
Athena terdiam. Tiba-tiba saja, jiwa Alea serasa di tarik ke dalam secara paksa. Tubuh Athena ambruk, dan untungnya di tahan oleh Theo yang tidak jadi pergi.
"Oi, Na! Lo kenapa? Bangun."
Athena kembali membuka matanya dan memeluk Theo erat. Badan gadis itu bergetar dan bahu Theo terasa basah. Theo bingung. Athena kenapa?
"Na. Lepasin gue, bisa?" kata Theo ingin mendorong bahu Athena. Namun, Athena mengeratkan pelukannya, "Gue mohon. Sebentar aja begini. Gue rindu lo, Eon."
Akhirnya Theo membiarkan Athena memeluknya. Dengan ragu, tangannya memeluk tubuh rapuh itu. Hatinya terasa sakit mendengar isakan Athena.
Tiba-tiba saja Athena melepas pelukannya dan menghapus kasar air matanya. Athena menunduk.
"Gue nggak boleh terlalu dekat dengan Theo. Nanti Papa marah dan mukulin gue lagi."
"Maaf,"
Tiba-tiba saja, Theo mendekap Athena erat. Athena yang terkejut dan hampir terjungkal itu mencoba mendorong Theo.
"Theo, lepasin. Nanti ada yang liat."
"Camkan ini. Jangan pernah lo tunjukkin air mata lo itu lagi di depan gue. Lo tau, gue nggak suka liat lo nangis."
Athena terdiam. Theo menyembunyikan wajahnya di bahu Athena.
"Lo tau? Setiap gue nyakitin dan buat lo nangis, hati gue selalu sakit. Tapi gue gengsi minta maaf sama lo. Gue nggak tau kita di masa lalu seperti apa dan sedekat apa. Gue selalu marah pada diri gue sendiri yang selalu nyakitin lo. Tapi bodohnya, gue ngulangin kesalahan yang sama dan penyesalan yang sama. Oleh karena itu, gue mohon, marahin gue kalo gue salah. Maaf."
Athena kembali menangis. Gadis itu memeluk Theo dan mengelus surai hitam lebat yang sedari dulu selalu ia sukai.
"Ana senang. Makasih, Eon."
==============♢=============