Athena sedang duduk lesehan di lantai dengan stik PS di tangannya. Di sebelahnya, ada Chilo yang juga sedang bermain bersamanya.
"Oi, Na! Jelasin napa. Gue penasaran banget nih!" pinta Abel.
"Chilo, tolongin gue sini."
Tanpa menjawab, Chilo mengikuti perkataan Athena.
"Sejak kapan lo bisa main PS?" tanya Liam.
"Sejak gue jadi mageran."
"Na. Jelasin!"
"Anjir, gue mau mati nih. Sabar dikit napa!"
Bara mengambil stik di tangan Athena dan menatap Athena datar. "Jelasin."
Athena menghela nafas pasrah, "Iya." Permainan di pause oleh Chilo. Athena mengambil alih album kecil itu dan membuka lembar pertama.
"Ini Theo, ini gue, dan ini Bara." Kata Athena menunjuk satu persatu orang di foto itu.
"Gue nggak pernah ingat tentang foto itu." Gumam Theo, namun yang lain masih bisa mendengarnya. Bara ikut mengangguk setuju.
Athena mengeluarkan foto itu dari album dan membalik fotonya. Di sana, terdapat tulis tangan khas anak SD.
"Athena, gue boleh bongkar tentang ini, 'kan?" batin Athena pasrah di kala ia dihujani pertanyaan yang bertubi-tubi.
"Boleh, Alea."
Athena menoleh. Tidak ada siapa-siapa. Namun, Alea yakin jika tadi ia mendengar suara Athena.
"Kenapa Na?" tanya Abel melihat tingkah Athena yang aneh.
"Gak papa."
"3 April 2009?" beo Bara. Tanggal itu tiba-tiba saja melintas di otaknya.
Athena tersenyum tipis. "Sudah mulai ingat, ya?"
Mereka menatap Athena bingung.
"Foto ini di ambil pada tanggal 3 April 2009, pada musim semi di Amsterdam."
Theo mengerutkan keningnya. "Seharusnya, Nasya juga ada kan?"
Athena berfikir sejenak. "Nasya bukan bagian dari kita."
"Maksudnya?"
Suara mobil yang memasuki perkarangan rumah membuat Athena mengurungkan niatnya untuk kembali bercerita.
"Maaf, gue nggak bisa ceritain lebih jauh lagi. Lain kali saja. Kalo gue cerita sekarang, gue yang kena imbas."
Athena berdiri. "Kalian kembali ke kamar Theo aja. Nanti mereka salah paham, lagi."
Bara berjalan keluar lebih dulu dari kamar Athena, disusul Theo dan teman-temannya.
"Gue nitip ps-nya." Kata Theo. Setelahnya, pintu kamar Athena tertutup. Terdengar suara Ferry, Feby, dan Nasya di luar sana.
"Dari pada diam-diam baek gini, mending jalan, yuk!"
•°•°•°
"Hoam." Ini sudah kelima kalinya Ares mendengar suara Athena. Mulut itu berulangkali terbuka hingga membuat sudut mata Athena berair.
"Ares, gue ngantuk."
Ares menghela nafas dikala kalimat itu berulangkali ia dengar. "Jawab soalnya, baru boleh pulang."
"Kan bisa di rumah." Sahut Athena malas.
Ares melirik Athena sekilas dan kembali menatap buku di depannya. "Lo kalo ngerjain tugas di rumah nggak bisa di percaya. Tugas minggu kemarin aja nggak Lo kerjain."
Athena menatap Ares memelas, "Ayolah, Res. Gue mau lanjut nonton. Nanti kalo udah selesai nonton, gue kerjain deh."
"Emang lo biasanya selesai nonton jam berapa, hm?"
Athena menghindari kontak mata dengan Ares. "Jam....9."
"Kalo boong, donatnya hangus."
"JANGAN!"
"Makanya kerjain."
Athena kembali memegang pulpennya dan berucap pasrah, "Iya."
Demi donat!
Athena mengerjakan soal rumit di depannya sambil sesekali melamun. Begitu juga dengan Ares yang dengan sabar menegur gadis itu. Athena tidak ingin mengikuti olimpiade! Ini semua adalah karena dirinya yang menempati peringkat pertama. Athena di minta untuk mengikuti seleksi olimpiade matematika dan kertas di depannya saat ini harus di kumpul besok.
Sadis emang.
Ada 5 murid yang mengikuti seleksi matematika, termasuk Athena, Bara, dan Nasya. Ares berada di perpus bersama Athena hanya untuk menemani gadis itu.
Setelah 20 menit di lalui dengan keheningan, akhirnya semua soal itu sudah terjawab. Athena menghela nafas lelah.
"Res, udah."
Ares mengecek kertas itu sebentar dan mengangguk. "Oke, beli donat+eskrim kan?"
Athena mengangguk semangat.
Mereka berdua keluar dari perpus dan mengembalikan kunci perpus ke kantor. Setelah 5 menit menempuh perjalanan, akhirnya mereka sampai di tempat biasa mereka membeli donat.
Tangan Athena kini penuh. Di sebelah kiri terdapat sebox donat, dan di sebelah kanannya terdapat eskrim yang saat ini sedang ia makan. Athena menolak bantuan Ares agar tidak terlalu merepotkan laki-laki itu.
Setelah selesai berbelanja, Athena mengajak Ares untuk ke rumah sakit. Athena khawatir dengan kondisi Silla. Bahkan, Liam hari ini tidak masuk demi menemani adiknya yang kembali merasakan sakit. Silla sangat tidak betah berada di rumah sakit, oleh karena itu dia selalu merengek untuk tidak lama-lama berada di ruangan yang berbau obat-obatan itu.
Athena mengetok pintu ruangan Silla dan pintu terbuka, menampilkan Abel yang ternyata sudah di sana.
Athena dan Ares masuk. Athena meletakkan buah-buahan yang ia beli ke atas nakas dan menaruh donat tadi di tengah-tengah mereka. Silla sedang tidur di kasurnya dengan wajah yang pucat.
"Gimana keadaan Silla?" tanya Athena memelankan suaranya agar tidak mengganggu tidur Silla.
Liam tersenyum pahit, "Makin parah, Na."
Ares menepuk pundak Liam mencoba menguatkan.
"Kanker jantung Silla udah sampai stadium empat, yang mana penyakit sialan itu bakal sulit di obati." Kata Liam kesal bercampur sedih.
Athena berfikir sejenak. "Kalo gitu, nanti gue bantu cariin pendonor jantung, gimana?"
"Emang ada orang yang mau donorin jantungnya?" tanya Liam lesu.
"Kalo nggak ada yang donorin, nanti gue donor jantung gue aja!" timpal Abel.
Liam menyentil kening Abel, "Jangan ngadi-ngadi lu."
Abel memalingkan wajahnya. "Gu-gue serius."
Athena menahan tawa melihat interaksi kedua insan itu. Tiba-tiba, Silla terbangun dan memanggil Liam dengan suara yang serak. Liam dengan sigap menghampiri Silla.
"Sakit."
Liam dengan cepat menekan tombol di dekat kasur Silla. Liam mengelus lembut rambut Silla. "Yang mana yang sakit? Biar gue makan yang buat lo sakit."
"Lo mau makan tulang rusuk gue?" kesal Silla.
Liam terkekeh pelan dan mencium kening Silla. Silla dengan kesal memukul lengan Liam. Meskipun pukulan itu tidak kuat seperti biasanya, Liam tetap merintih seperti yang biasa ia lakukan di kala Silla memukulnya.
Athena tersenyum tipis. Liam adalah orang baik. Pantas saja Abel tertarik dengan Liam yang memiliki pacar tak terhitung itu.
"Gue juga bakal berjuang!" kata Abel pelan, namun Athena dapat mendengarnya.
"Berjuang untuk apa?"
Abel mendekap mulut Athena. Ares menatap heran kedua perempuan itu. Abel mendekatkan mulutnya ke telinga Athena.
"Berjuang buat bisa dapatin hati Liam juga."
=============♡===========