Athena baru saja masuk ke rumah dan langsung disuguhi drama murahan Nasya. Athena memutar bola matanya malas. Menjengkelkan. Athena memilih untuk pergi saja. Namun, panggilan dari Feby lagi-lagi menghentikan langkahnya.
"Athena. Kenapa kamu nggak ngalah aja? Nasya lagi sakit, dan sekarang peringkatnya menurun. Coba aja kamu ngalah, Nasya pasti peringkat satu dan sekarang lagi happy." Kata Feby sembari mengelus surai Nasya lembut.
Athena melongo mendengar itu. Apa-apaan itu? Waktu itu dirinya di bilang bodoh dan mencontoh Nasya. Apakah dirinya sekarang harus menangis dan memohon maaf begitu? Seperti yang biasanya Nasya lakukan.
"Udah, Mah. Ini bukan salah Kak Athena kok. Salah Nasya juga yang terlalu maksain diri buat belajar dan akhirnya malah sakit dan nggak fokus waktu ulangan."
"Sakit? Perasaan sebelum ulangan mulai dia masih sehat-sehat aja tuh."
"Anak mamah baik banget sih. Gak papa kok kamu peringkat 2. Kamu tetap kebanggaan mamah."
Athena jengah menonton drama di depannya. Gadis itu memilih pergi tanpa menghiraukan tatapan Theo yang selalu mengarah ke dirinya.
"Theo ke kamar dulu mah, Sya."
Feby mengangguk. "Kalo udah makan malam, turun ya."
Theo mengangguk dan pergi ke kamarnya. Baru saja Theo membaringkan tubuhnya, suara ketokan pintu membuatnya beranjak kembali.
"Eon!"
"Apa-apaan lo manggil gue gitu?"
Entah mengapa, hatinya sedikit perih mendengar panggilan itu. Namun disisi lain, ia merasa senang di panggil begitu. Theo juga tidak paham dengan dirinya sendiri.
Gadis di depan Theo langsung nyelonong masuk dan berbaring di kasur Theo.
"Oi! Jangan main masuk aja lo. Keluar sana!"
Gadis itu menghiraukannya. "Gue mau minta izin buat ke pantai, sekaligus nginap di penginapan kakeknya Abel."
"Kenapa harus izin ke gue? Nggak penting tau nggak, Na."
Athena menatap Theo dan duduk. "Gue mau izinnya sama lo. Bukan mereka. Kalo gitu, gue ke kamar dulu. Bye bang."
Setelah Athena pergi dari kamar Theo, Theo langsung mendudukkan dirinya di ujung kasur sembari memegang kepalanya.
"Panggilannya kayak nggak asing. Padahal, seingat gue baru pertama kali ada yang manggil gitu."
Theo mengacak rambutnya frustasi.
"Sebenarnya apa yang terjadi sebelumnya?"
°•°•°•
"Ayam! Lempar bolanya sini!"
"Nama gue Liam, pe'a!"
"Lebih cocok Ayam!"
Disinilah mereka berada sekarang. Pantai yang luas nan panas meskipun hari sudah sore. Athena sungguh sangat ingin kembali ke penginapan. Di sebelahnya, ada Silla yang ikut serta dalam liburan mereka sedang belajar.
Perihal penyakit Silla, Liam sudah memberi tahu mereka. Hanya untuk berjaga-jaga, jika sewaktu-waktu penyakitnya muncul dan Liam tidak ada.
Gadis dengan kaos putih polos itu mendekat ke arah Silla yang sedang kebingungan.
"Persamaan nilai mutlak, ya?" gumam Athena. Silla sontak menoleh.
"Hm, kenapa tertarik sama pelajaran kelas tinggi?" lanjut Athena.
Silla kembali fokus ke buku di depannya. "Nggak juga."
Athena mengangguk. "Btw, yang itu salah."
"Yang mana?"
"Ini. Seharusnya—"
Jadilah Silla dan Athena belajar bersama. Atau lebih tepatnya, Athena yang mengajari Silla.
Ares datang dengan 5 minuman dingin di tangannya. Ares duduk dan menatap hamparan air laut yang sangat luas itu.
Abel dan Liam kembali dengan wajah lelahnya dan duduk di dekat mereka. Ares memberikan 2 minuman dingin ke arah mereka.
"Na. Mau ikut berenang gak?" tawar Liam.
Athena menggeleng cepat. "Nanti gue hilang di telan laut."
Ares tertawa pelan. "Beneran gak mau ikut?"
Athena menoleh ke arah Silla. "Lo ikut?"
Silla menggeleng, "Takut tiba-tiba sakit di tengah laut."
"Kalo gitu, gue nemenin Silla di sini aja."
"Ikut dong, Na. Masa gue cewek sendiri." Kata Abel cemberut.
"Lagi pula, gue nggak bisa berenang. Nanti gue mati tenggelam."
Abel menghela nafas kecewa. "Kalo gitu, gue nggak ikut berenang deh."
Athena menyentil kening Abel. "Nggak usah ngebuat gue ngerasa bersalah deh."
"Habisnya--"
"Hai, kak!"
Abel, Liam, Silla, Athena, dan Ares sontak menoleh ke asal suara. Di sana, seorang gadis sedang melambaikan tangannya ke arah Athena. Di kanan dan kirinya, terdapat laki-laki yang nampak seperti pengawal. Siapa lagi jika bukan Nasya dengan 5 laki-laki yang selalu mengawalnya.
"Hai juga Abel, Ares dan Liam."
Abel berdecih tak suka. "Kenapa dia ada di sini sih?"
"Kebetulan banget kita ketemu disini! Mau berenang bareng nggak?" tawar Nasya dengan ceria.
"Nggak perlu!" sinis Abel.
"Wajah lo minta di hajar, ya?" kesal Atlas.
"Apa?! Hajar sini, ayo!" tantang Abel.
Chilo melempar kaleng kopi kosong ke kepala Atlas yang hendak meladeni Abel. "Jangan kayak banci."
Atlas mencak-mencak tidak jelas kepada Chilo. Sedangkan Chilo tidak peduli dan berlalu pergi dari sana.
"Oi! Lo dengerin gue nggak, hah?!"
"Nggak penting." Sahut Chilo yang sudah mulai menjauh.
Wajah Atlas menjadi masam. Laki-laki itu menatap tajam Abel. Athena mengalihkan perhatiannya ke arah Bara yang sedari tadi menatapnya. Athena menaikkan sebelah alisnya. Bara mendekat.
"Nanti malam tunggu gue di taman penginapan."
Athena berdecak kesal. "Penting?"
Bara terdiam. Athena berdiri, "Silla, mau ikut duluan ke penginapan?"
Silla mengangguk dan membereskan buku-bukunya.
"Eh? Udah mau ke penginapan, Na?" tanya Ares.
Athena mengangguk, "Mood gue udah anjlok. Kalo gitu, gue dan Silla duluan. Kalian kalo mau berenang, berenang aja. Lagian, udah mulai gelap. Gue mau mandi, gerah."
"Gue duluan."
°•°•°•
Malam semakin larut. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Abel dan Silla sudah tertidur pulas di atas kasurnya masing-masing. Mungkin kelelahan.
Athena keluar dari kamar dan berjalan menuju taman. Sewaktu sampai taman, seorang laki-laki tengah duduk di salah satu bangku di sana.
Athena hendak putar balik, namun laki-laki itu malah menahan tangan Athena. Athena terdiam. Tangan Bara terasa sangat dingin. Sudah berapa lama dia disana?
"Ada yang mau gue omongin."
"Ngomong aja." Kata Athena tanpa minat.
"Gue suka sama lo, Athena."
Athena merasa biasa saja, namun jantungnya tiba-tiba berdetak kencang. Apa-apaan ini?
"Maaf, gue nggak bisa balas perasaan lo. Soalnya gue nggak punya perasaan apapun lagi buat lo."
Entah kenapa, sewaktu Athena mengatakan itu dadanya tiba-tiba serasa sesak. Apakah ini respon murni dari tubuh Athena?
"Nggak mungkin lo secepat itu ngelupain gue." Kata Bara santai.
Athena tersenyum miris. "Kenapa baru sekarang?"
Bara terdiam dengan tatapan bertanya. Apa maksud Athena? Ia tidak paham.
"Kenapa nggak dari dulu? Sekarang semuanya udah berubah, lo tau? Athena kesepian tanpa lo. Tapi, dia berusaha tegar dan terlihat baik-baik aja."
Bara menatap Athena tidak paham. "Apa maksud lo?"
Athena tersenyum miris dan tanpa di minta, air matanya keluar. Itu respon murni dari tubuhnya. Sekarang, Alea yakin jika jiwa Athena masih di raga ini.
"Athena selalu sendiri, semua yang dia punya udah di ambil. Mulai dari kembaran, sampai lo pun di ambil oleh dia. Bahkan, tuhan udah ngambil orang tuanya."
"Apa maksud lo?! Orang tua lo masih ada, bego!"
Athena menatap Bara dengan tatapan dingin dan air mata yang masih keluar.
"Gak usah pura-pura bodoh, Al."
Athena menghempas tangan Bara yang sedari tadi memegang tangannya. Athena berlalu dari sana, meninggalkan Bara yang terdiam. Beberapa keping memori tiba-tiba bermunculan di otaknya.
Bara memegang kepalanya yang mendadak pening dan menatap punggung Athena yang mulai menjauh.
"Gue nggak asing sama panggilan itu."
==============♧=============