Ares yang sedang tertidur pulas itu terbangun karena bunyi dering teleponnya. Dengan setengah sadar, Ares menggeser tombol hijau dan menempelkan handphonenya di telinga.
"Halo?"
"Gue takut."
Mata Ares langsung terbuka lebar dikala mendengar suara serak dan lirih gadis di sebrang sana.
"Jangan takut. Gue kesana sekarang."
Sedangkan gadis di sebrang sana terdengar terisak pelan. Ares tidak mematikan sambungan telepon mereka dan memakai jaket dengan cepat. Ares mengunci pintu apartemennya dengan tergesa-gesa dan berlari memasuki lift.
"Lo dimana?"
"Kamar."
"Lo tenang, ya?"
Ares berlari keluar dari lift dan menyusuri jalanan yang sepi. Tujuannya saat ini adalah Athena, gadis yang menghubungi dirinya.
"Na? Lo masih di sana?" tanya Ares dengan nafas tersengal-sengal.
Athena bergumam serak. "Manjat lewat belakang."
"Oke."
Ares dengan cepat menuruti Athena. Laki-laki itu dengan lancar masuk dan memanjat pohon yang terhubung dengan jendela Athena. Ares mengetahui letak kamar Athena karena cerita dari Athena sendiri.
"Gue di pohon. Buka jendelanya."
Athena yang sedang meringkuk di kasur itu dengan tertatih membuka jendela.
"Lo mundur." Bisik Ares melalui telepon.
Athena menurutinya. Ares dengan lihai melompat dan masuk melalui jendela. Athena langsung memeluk Ares erat.
Ares yang tidak tau apa-apa itu langsung memeluk balik Athena dengan ragu. Namun, Athena malah meringis.
Ares melepas dekapannya dan dengan berandalkan cahaya bulan, Ares bisa melihat luka samar di tangan Athena.
"Lo kenapa?"
Athena menggeleng pelan. Ares menuntun Athena duduk di kasur. Laki-laki itu mencari saklar lampu dan ia menemukannya.
Setelah kamar menjadi terang, Ares menatap Athena yang penuh dengan luka. Athena juga sedari tadi terisak pelan.
Ares langsung memeluk Athena pelan, dan Athena menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Ares.
"Udah, ya? Jangan nangis."
Athena memeluk Ares dan menumpahkan tangisnya di sana. Ares berusaha menenangkan Athena tanpa memintanya bercerita. Athena saat ini hanya butuh ketenangan, bukan pertanyaan.
Setelah merasa membaik, Athena melepas pelukannya dan menghapus air di hidungnya dengan tangan.
"Jorok, Na!"
Athena terkekeh serak dan pelan. Ares menyodorkan tisu kepada Athena.
"Kotak P3K dimana?"
Athena menunjuk ke bawah.
"Bawah kasur?" tebak Ares dan dibalas anggukan oleh Athena.
Ares mengambil kotak P3K dan menuangkan obat merah. Ia dengan telaten membersihkan luka Athena. Ares menduga, itu adalah luka pukulan. Terbukti dari garis-garis lurus yang tercetak jelas di tangan Athena.
"Ada yang luka lagi?"
Athena menunjuk kakinya. Ares terbelalak karena melihat luka Athena sangat banyak. Ia sebenarnya tadi tidak menyadari luka di kaki Athena.
Ares kembali mengobati Athena sembari mengoceh.
"Kalo ada apa-apa, langsung hubungin gue. Gue nggak suka liat lo luka-luka dan nangis kayak tadi."
Athena tersenyum tipis.
Setelah selesai membersihkan luka, Ares kemudian membalut bagian lengan Athena yang paling parah dengan perban.
"Lo ganti baju dulu. Masa tidur pakai seragam?"
Athena menggeleng.
Ares menghela nafas panjang. Ia kemudian berdiri dan menepuk pelan puncak kepala Athena.
"Ya udah. Kalo gitu, gue pulang dulu ya? Kalo lo udah siap cerita, cerita aja ke gue. Udah malam, mending lo tidur."
Athena menggenggam tangan Ares yang menepuk kepalanya.
"Jangan pergi."
Ares menatap Athena yang sedang menunduk.
"Gue, udah siap cerita semuanya."
Ares tertegun dan kembali duduk di samping Athena. "Kalo lo nggak sanggup, jangan di paksa."
Athena tersenyum menatap Ares, "Lo percaya dengan yang namanya transmigrasi?"
Ares nampak berfikir sejenak. "Kalo itu, gue nggak tau. Kedengarannya nggak masuk akal."
Athena mengangguk, "Gue juga dulu mikir gitu. Gue pikir, semua itu cuman ada di dunia fiksi. Tapi, gue merasa tertampar dengan kenyataan. Gue bertransmigrasi. Jiwa yang ada di tubuh ini bukan Athena, namun Alea."
Ares terkejut. "Lo, nggak bercanda kan, Na?"
Athena menggeleng pelan, "Gue Berlian Alea. Orang yang gue kunjungi di makan waktu itu ibu kandung gue, Alea. Gue salah satu mahasiswi di Jepang karena mendapatkan beasiswa. Gue terlibat kecelakaan lalulintas dan jiwa gue berpindah ke sini. Gue bahkan nggak tau keadaan tubuh asli gue. Jiwa Athena yang asli lagi tidur di tubuh ini."
"Sejak kapan?" tanya Ares setengah tidak percaya.
"Sejak dua hari sebelum gue ketemu lo."
Ares terdiam, tidak tau ingin mengatakan apa. Mendadak, otak pintarnya ngeblank.
"Gue tau ini nggak masuk akal. Maka dari itu, gue selalu nyimpan rahasia ini rapat-rapat. Dan lo orang pertama yang gue beri tau."
Terjadi keheningan beberapa saat. Athena tau, Ares pasti susah untuk mempercayai tentang hal yang menimpa Alea. Alea juga awalnya tidak percaya tentang perpindahan jiwa. Itu adalah kejadian di luar nalar.
"Gue percaya." Kata Ares yakin.
"Eh?"
"Gue percaya sama lo."
Athena hampir saja menangis kembali. Ia kira setelah Ares mengetahui tentang dirinya, Ares akan menjauh.
"Jadi, gue harus manggil lo apa?"
Athena tersenyum tulus, "Seperti biasa aja. Dan lagi, jangan pernah berubah ya?" Ares mengangguk sembari tersenyum.
"Em, kalo gue boleh tau, kenapa lo bisa luka-luka gitu?" tanya Ares ragu.
"Ah, tapi kalo lo nggak mau cerita, gue nggak maksa." Kata Ares cepat.
Athena menggeleng. "Nggak papa, kok. Gue percaya sama lo. Gue harap, lo nggak ngekhianatin kepercayaan gue."
Ares mengangguk, "Pasti."
Athena dengan dada yang sedikit sesak menceritakan tentang kejadian itu. Kejadian dimana dirinya difitnah oleh Nasya. Athena juga menceritakan mimpi buruk yang ia alami. Mimpi itu bukan mimpi buruk biasa. Namun, itu adalah masa lalu kelam Athena dan Alea. Athena menangis bukan karena luka di tubuhnya, namun karena mimpi tentang masa lalu yang datang secara tiba-tiba dan berhasil mengobrak-abrik kenangan kelam yang mereka kubur.
Ares mengangguk paham dan berjanji tidak akan mengatakan rahasia itu kepada orang lain tanpa izin dari Athena.
Ares melihat jam dinding Athena yang sudah menunjukkan pukul 2 pagi. Dengan kata lain, ia sudah hampir satu jam berada di sana.
"Na, Gue pulang dulu ya?"
"Maaf, gue jadi ngerepotin lo."
"Nggak papa. Lo boleh ngerepotin gue sebanyak yang lo mau. Asalkan nggak aneh-aneh aja sih."
Athena tersenyum tipis.
"Ternyata gue emang nggak bisa ngebohongin perasaan gue. Entah kenapa setiap dekat sama Lo, gue ngerasa aneh dan nyaman secara bersamaan. Mungkin--"
Ares menatap Athena heran dan penasaran. Jantungnya mendadak berdetak tak karuan. Apa yang dimaksud Athena dengan perasaan?
Athena tersenyum tulus dan melanjutkan ucapannya. "--gue suka sama lo."
Eh?
==============♧==============