Eloise yang sudah masuk ke rumah, segera membersihkan diri dari bau anyir darah buaya.
Lama dia berada di kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Ia sangat menjaga sekali kebersihan, apalagi dengan bau anyir darah.
"Kenapa baunya masih amis, begini," gerutunya, padahal dia sudah menyabun tubuhnya tiga kali.
Pada akhirnya satu jam lamanya Eloise ada di kamar mandi dan baru keluar setelah menyabun tubuhnya sebanyak tujuh kali.
"Akhirnya bersih juga," desaunya, menutup pintu kamar mandi.
Ia lalu menuju ke dapur karena perutnya sudah tak bisa diajak berkompromi lagi.
Mengolah ikan bukanlah hal yang sulit baginya, mengingat Jenia dulu terbiasa hidup mandiri dan tentu saja bisa masak sendiri.
Siang bergulir, Eloise melihat banyak tumpukan buku yang belum dia selesaikan.
Maka ia pun segera duduk di depan buku tadi dan melahapnya.
"Aku jadi mengerti berbagai jenis senjata dan cara penggunaannya," gumamnya selesai membaca buku panduan penggunaan senjata.
Ia lalu beralih membaca buku tentang pengoptimalan tubuh manusia. Di mana di sana tak hanya dijelaskan cara mengoptimalkan kekuatan, tapi juga diterangkan berbagai titik kelemahan manusia.
Tak terasa tiga jam sudah lamanya, ia membaca buku yang ada di sana.
"Sebaiknya, aku berhenti dulu. Mataku terasa pedih."
Eloise berdiri sembari mengusap air matanya. beberapa saat setelahnya, ia malah sudah berganti kostum dengan pakaian untuk latihan fisik.
Ia memakai celana dan baju berbahan ketat untuk mempermudahkan geraknya.
"Aku sedikit bosan berlatih dengan samsak," gumamnya, lalu masuk ke sebuah ruangan di mana di sana tersimpan banyak senjata sebelumnya.
"Ada senjata apa saja di sini?"
Eloise menemukan banyak senjata di sana, mulai dari pedang, samurai, hammer dan lain sebagainya. Namun tatapannya terkunci pada suatu benda.
Busur panah...
"Aku selama ini belum berlatih menggunakan busur panah." gumamnya, meskipun sebenarnya ia juga belum menguasai bermain pedang dan senjata lain.
Namun saat ini, ia tertarik untuk bermain panah. Baginya itu terlihat istimewa Jika seorang wanita bisa bermain panah.
"Baiklah, aku tak sabar untuk segera berlatih."
Eloise kemudian keluar dari kamar itu dengan membawa sebuah busur panah beserta anak panahnya.
Ia menmbawa busur panahnya itu ke belakang rumah.
"Aku akan mencobanya sekarang," gumamnya, segera mengangkat busur panah dan menariknya.
Sebelumnya ia memang membaca buku panduan teknik memanah sampai selesai, ada lima buku yang dibacanya tentang teknik tersebut.
"Aku tidak tahu, apakah ini benar atau salah." Eloise sebenarnya sedikit ragu karena belajar tanpa guru dan hanya membacanya dari buku saja.
Ia mengangkat busur panah sejajar dengan bahu kemudian menariknya dengan kuat dan cepat.
Jleb! Satu anak panah meluncur, melesat ke sebuah pohon, menancap di sana.
"Tak buruk juga." ucapnya, memuji dirinya sendiri.
Ini pertama kalinya dia menggunakan senjata panah. Meskipun panah yang dibidiknya tidak tepat sasaran, tapi setidaknya panah itu masih menanjak di pohon tidak jatuh ke tanah.
Sampai sore, gadis itu terus berlatih meskipun keringat membasahi baju yang dikenakannya.
Bahkan suara latihannya sampai terdengar keluar meskipun ia menutup pintu rumah.
"Menurut mu apa yang dilakukan oleh Eloise di dalam sana?" tanya Miel, tetangga depan rumah pada suaminya.
"Aku juga tidak tahu apa yang dilakukannya. Suara itu seperti suara seseorang sedang berlatih kekuatan fisik."
"Tapi, apa mungkin Eloise berlatih? Sampai saat ini dia hanya mahir menggunakan tombak untuk berburu ikan." jawab Miel.
Selama ini yang mereka ketahui tentang sosok Eloise memang gadis itu merupakan sosok wanita mandiri. Berjuang keras untuk hidupnya dari usia 12 tahun setelah ditinggal kedua orang tuanya.
Tapi dia tak bisa memainkan senjata meskipun tubuhnya terlihat kuat, otot di lengannya kekar. Ia juga bisa sedikit memukul, mungkin karena itulah ototnya terbentuk.
Namun mereka tak pernah mengetahui Eloise memegang senjata.
Barulah sore menjelang malam gadis itu mengakhiri sesi latihannya kali ini.
"Haaah..., kurasa cukup dulu latihanku sampai di sini."
Eloise menatap langit yang terlihat mulai gelap. Ia sungguh tak menyangka berlatih membuatnya lupa waktu.
Ia pun masuk kembali ke rumah dengan tubuh yang tentu saja basah oleh keringat.