Beberapa hari setelahnya, Eloise terlihat membaca buku tentang latihan fisik. Cara membentuk dan menguatkan otot tubuh.
Setelah menghabiskan satu buku tentang latihan fisik maka ia pun segera menuju ke belakang rumah.
Dia berdiri tepat di depan tiga samsak.
Bugh!
Bak!
Bugh!
Dia mengepalkan tangannya erat kemudian melayangkan pukulan ke samsak di depannya.
"Tangan ini benar-benar bertenaga dan kuat, tidak seperti tanganku sebelumnya," gumamnya, sembari mengatur nafasnya untuk beristirahat dulu
.
Eloise benar-benar tak menyangka, ia bisa memukul dengan mudah samsak di depannya tanpa merasa sakit sedikitpun.
Bahkan tali salah satu samsak sampai putus terkena pukulannya.
Haah! Setelah dua jam lamanya berlatih memukul tanpa henti, Eloise akhirnya menghentikan sesi latihan kali.
Keringat menetes dari dahi dan ia mengusapnya dengan jemarinya yang berwarna merah, setelah latihan.
Eloise kembali ke depan. Tak lelah ia membaca tumpukan buku yang masih belum selesai dilahapnya.
"Di kesempatan kedua ini, aku harus membuat hidupku lebih baik daripada sebelumnya," tekadnya kuat, dengan sorot mata berbinar.
Pagi bergulir.
Eloise yang tidur di kasur kecil di sudut ruangan, membuka matanya berat saat merasakan sinar mentari yang masuk dan menembus pupil matanya.
"Sudah pagi rupanya," gumamnya dengan menyipitkan mata sembari menaruh salah satu tangannya ke dahi, untuk menghindari paparan sinar mentari yang terlalu intens.
Kruk! Bunyi perut Eloise.
Ia pun segera beranjak dari duduknya.
Eloise menuju ke dapur, untuk melihat ada bahan makanan apa di sana yang bisa dimasaknya pagi ini.
"Bahan makanan di sini habis. Sepertinya aku harus membeli sesuatu," gumamnya, pada detik berikutnya barulah ia menyadari jika dia tak punya uang sepeser pun.
Ia lupa jika dirinya bukan
Jenia lagi, tapi Eloise.
"Tunggu, mungkin aku bisa menemukan uang di sini untuk beli bahan makanan."
Eloise lalu menuju ke lemari pakaian, yang hanya ada satu saja di sisi utara.
Ia membuka tiap sisi lemari, namun tak menemukan apapun.
Tak menyerah, ia pun segera membuka laci kecil yang ada di tengah saat melihatnya.
"Yah, disini juga kosong," desaunya kecewa, lalu menutup kembali lagi tersebut.
Ia pun jadi berpikir pemilik tubuh ini bagaimana bisa hidup setiap harinya tanpa adanya uang.
"Apa mungkin, aku harus ke danau itu untuk mencari ikan sebagai bahan makan?" pikirnya, setelah ingat bagaimana awal mulanya dia berada di tubuh tersebut.
Eloise kemudian bersemangat dan mengambil alat yang bisa dia gunakan untuk menangkap ikan. Sekaligus mempraktekkan hasil latihannya selama ini, hasil latihan fisiknya secara otodidak.
Ia sudah siap menangkap ikan dengan membawa ember, tombak dan juga jaring kecil kita saja dia tak berhasil menangkap menggunakan tombak
"Eloise, kau mau kemana?" tanya tetangga wanita depan rumah.
Ia dan mencoba mengingat siapa nama wanita tersebut.
"Nyonya Miel," itu nama yang diingatnya namun entah siapa nama lengkap tetangganya itu, "Aku mau ke danau untuk menangkap ikan." tambahnya.
Tak lupa ia menunjukkan ember kecil hitam yang dibawanya pada wanita tersebut untuk meyakinkannya, plus melempar senyuman kecil padanya.
"Apa kau perlu bantuan dariku?" tanya suami wanita tadi yang tiba-tiba muncul dan menawarkan diri.
Bukan tanpa alasan pria itu menawarkan diri untuk membantu Eloise. Tapi ia sebagai tetangga dekat, khawatir dengan keselamatan Eloise setelah sebelumnya ternyata gadis itu tenggelam di danau.
"Tidak, terima kasih Tuan Rob," jawabnya susah payah mengingat nama pria tersebut.
Ini memang kedua kalinya mereka bertemu. Sejak kedatangan Elois pertama kali di sini, barulah ia keluar rumah lagi sejak saat itu.
Bahan makanan di rumah saat itu masih banyak, beda dengan sekarang yang tak ada apapun di rumah.
Selain itu menurutnya Ia juga perlu bersosialisasi dengan warga sekitar.
"Kau yakin tidak apa-apa dan tidak perlu bantuan?" tanya Tuan Rob lagi, meyakinkan.
"Tidak, tuan. Terima kasih. Aku akan baik-baik saja." tolaknya, bersikeras ingin pergi sendiri.
Ia pun kemudian segera menyusuri jalan menuju ke danau, tak memperdulikan tetangga depan rumahnya itu yang membicarakan dirinya.
"Rob, kau merasa tidak jika Eloise terlihat berbeda dari biasanya?"
"Berbeda bagaimana? Menurutku tak ada bedanya. Dia tetap Elois seperti biasanya."
Miel pun akhirnya dia melanjutkan pembicaraan mereka. Mungkin perasaan wanita memang lebih peka daripada pria. Dengan adanya sedikit perubahan saja, mereka akan langsung mengetahuinya.
"Akhirnya, aku sampai juga."
Eloise lalu melepas alas kakinya, sandal karet yang sudah usang, menaruhnya di dekat pohon dan ember hitamnya.
Sebelum masuk ke danau, ia mengambil batu terlebih dulu.
Blung! Ia melemparkan batu ke danau untuk mengecek kedalaman danau tersebut, mengingat sebelumnya dia tenggelam di sana.
"Agak dalam." celetuknya.
Ia pun berdiri di tepi danau dan menatap air yang sedikit keruh itu, untuk mencari keberadaan ikan.
"Aku hanya akan menangkap ikan di tepi saja."
Eloise melihat pergerakan ikan, dan langsung saja ia menancapkan tombaknya. Namun ternyata meleset.