Howard melihat Ciel melompat menuruni jendela. Wajahnya terlihat penuh dengan pikiran yang menggangu.
Saat setelah Ciel melompat, dia mendarat dengan aman di taman rumahnya. Saat akan berlari, sebuah bayangan muncul tak jauh dari Ciel.
Bayangan itu mulai mendekat. Menampilkan penampilan keseluruhannya:
Seorang pria dengan rambut cokelat yang disisir ke belakang dengan mata cokelat dan senyum ramah. Itu adalah Ron.
Ciel memandang dengan heran dan mengernyitkan alisnya. Sikapnya menjadi waspada dan bersiap menyerang. Itu adalah yang dia pelajari dari kelas pedang di akademi.
Ron mengangkat tangannya, tersenyum sebelum bicara.
"Tenang. Aku hanya ingin menyampaikan nubuat Dewa."
"Siapa yang kau puja?" tanya Ciel dengan ekspresi tegang.
Ron tidak langsung menjawab tetapi tersenyum dan melantunkan sesuatu menggunakan bahasa Arinest kuno.
"Dewa yang menipu nasib..."
"Wajah yang melewati sejarah dunia..."
"Penjaga para penipu dan pesulap..."
"Yang terhormat Dewa Tipu Daya."
Angin berderu dan alam seakan bergetar karena amarah. Petir menggelegar tak henti-henti.
Ini adalah pengaruh hanya dengan membunyikan nama kehormatan dewa!
'Sepertinya bukan dewa ortodoks. Memang benar, melihat dia dengan santai melantunkan nama kehormatannya, setidaknya dia berada di puncak lingkaran tiga...' Ciel mencerca dalam detak jantungnya yang berpacu.
Ada total lima dewa ortodoks.
God of Sea, Father of Sky, Heavely Mother, Princess of Night, dan Eternal Sun.
Masing-masing dari mereka mewakili otoritas yang berbeda-beda. Dikatakan jika para dewa terlahir pada "masa pembuatan." Pada saat itu terlahir delapan dewa, sementara hanya lima dewa yang diakui di seluruh dunia.
Ron tersenyum dan menjelaskan. "Dia ingin aku menyampaikan agar Anda pergi ke sekitar gunung Florgence menemui leluhur saya. Dia akan membantu Anda memulai pelajaran sihir Anda."
Ron tidak menunggu Ciel bicara dan menambahkan, "Tenanglah, ini bukan jebakan atau apapun. Kalau 'Dia' ingin membunuh anda, dia bisa melakukannya kapan saja."
Ciel terdiam selama beberapa detik lalu berbalik dan melambaikan tangannya seraya menjawab, "Aku akan melakukannya. Lagi pula itu bukan awal yang buruk."
Saat pergi dari rumah, hal pertama yang Ciel ingin lakukan adalah mencari seorang guru untuk mengajarinya sihir. Tapi sesuatu berjalan lebih mudah dari yang dia duga. Tentu saja, dia juga tetap waspada dengan berbagai kemungkinan.
Hal yang terjadi secara kebetulan akan membawa dampak yang besar dikemudian hari. Tidak ada ruginya terlalu berhati-hati.
Ron tersenyum dan melihat punggung Ciel perlahan mulai menjauh. Kemudian sebuah suara terdengar dalam benak Ron.
"Kerja bagus."
Saat mendengar itu, Ron tampak bergetar. Sudut mulutnya melengkung ke atas dan matanya menjadi semakin dalam. Kemudian dia berhenti sejenak.
Dia meletakkan tangan kirinya pada dada kanannya. Membuat gerakan berputar dua kali di dadanya. Kemudian dia berkata dengan sungguh-sungguh,
"Puji Master Besar!"
Akhirnya dia menghilang dan kembali ke kegelapan, memasuki rumah keluarga Grand.
...
Saat Ciel meninggalkan Kerajaan Falheim, dia telah berjalan sampai matahari muncul pada sebelah timur cakrawala. Dia telah memasuki wilayah negara Rulian, negara yang diperintah oleh Kerajaan Graze.
Meskipun telah berlari melintasi negara, Ciel sebenarnya belum merasa lelah dan bisa secara langsung memasuki gunung Florgence. Namun dia memilih untuk beristirahat di kota di kaki gunung Florgence, Kota Manhathan.
Ciel pergi ke tempat penukaran untuk menukar emasnya menjadi beberapa pirch. Mungkin terdengar seperti menjual emas itu, namun emas di berbagai negara berbeda. Dan jika ingin menjual emas maka akan lebih mudah di pasar gelap di benua Limberg yang terletak di sebelah barat benua Azteroks.
Setelah menukarkan tujuh koin emas Azteroks, Ciel mendapatkan sekitar tujuh pirch. Itu uang yang cukup besar di kota-kota kecil seperti Manhathan.
Kemudian dia pergi ke sebuah penginapan dan tidak ragu-ragu mengambil kamar VIP seharga tujuh sen. Karena satu pirch setidaknya senilai lima puluh sen, maka itu akan baik-baik saja.
Sehabis menyelesaikan check-in, dia memasuki kamar dengan ukuran yang lumayan lebar di lantai dua. Luasnya sekitar 5 x 8 meter. Terdapat satu ranjang dan kasur yang empuk, sebuah lemari, tempat lilin dengan tiga sisi, meja belajar atau kerja, dan juga sebuah brankas.
Dia tidak terlalu memikirkannya detailnya, jadi dia secara langsung terjun ke kasur dan terlelap ke dalam tidur.
Dalam tidurnya, dia melihat banyak makam berjejer menghadap sebuah salib besar. Salib itu terbuat dari perak murni dan beberapa permata terpasang di tengah salib. Di sekelilingnya melayang tulisan kuno transparan. Langit di belakang salib mengandung bintang-bintang yang berjejer seperti sungai.
Ciel yang seolah berada pada tubuh roh, tiba-tiba merasakan getaran hebat seolah dunia menuju ke kiamat.
Tanah pada makam perlahan mulai runtuh seperti akan memuntahkan benda-benda. Sebuah tangan keluar dari tanah dengan usaha nyata. Tak lama kemudian beberapa makam mulai mengalami hal yang sama.
Sosok-sosok berbaris di depan salib. Sosok yang pertama keluar memakai jubah pendeta putih yang menutupi wajahnya dan memegang sebuah buku kuno. Lalu dia mulai bersujud.
Sosok lainnya mulai mengikuti di belakang. Seorang raksasa dengan tinggi lebih dari tiga meter, memakai baju besi perak dengan noda darah dan pedang sepanjang tinggi manusia tertancap di tanah. Seorang beastman yang jenisnya tidak dapat dikenali. Dua ekor naga tunduk di kanan dan kiri para sosok.
Seekor ular besar yang melingkari seluruh dunia menunduk sambil menggigit ekornya, serta seekor makhluk asing dengan bentuk cacing besar dan bagian tubuh menggeliat disertai kilau bintang.
Mereka semua menunduk di depan salib suci. Merendahkan diri mereka.
Di saat terakhir, para sosok merasakan tatapan dan mengalihkan pandangan ke belakang. Menatap lurus ke arah Ciel.
Mimpi itu akhirnya hancur.