Dunia yang gelap, tiada satu pun cahaya. Seluruh perasaan seakan diselimuti oleh bayangan tanpa ujung. Waktu seperti melambat, dan kengerian yang ekstrim mencapai puncak.
Perasaan Ciel seperti terombang-ambing dalam ketidaktahuan. Rasa sakit masih dia rasakan dengan jelas. Ketika dadanya ditusuk, dan ketika jantungnya pecah.
'Kenapa? Akankah berakhir secepat ini? Kenapa Pak tua membunuhku?'
Pemikiran terdalam mengembun dalam benaknya. Kilas balik kehidupan muncul dalam pikiran.
'Sakit...'
'Perasan itu, sakit...'
Tenggelam dalam pikirannya, dia tidak bisa merasakan tubuhnya. Detik berikutnya dia melihat cahaya, namun itu menjadi redup, lalu menghilang. Seakan satu-satunya harapan telah menghilang.
'Apakah tujuan aku berpindah hanya untuk mati?'
Dia tidak bisa merasakan tubuhnya, bahkan mananya tidak terasa. Seluruh indra tubuhnya memudar. Dan saat seluruh pikirannya tenggelam dalam kegelapan, dia mulai merasa adanya perubahan.
Indra tubuhnya perlahan pulih, dan tubuhnya seakan direkonstruksi seperti semula. Dia mendapat pengelihatannya, lalu berikutnya mendapat inti mananya lagi.
Tiba-tiba seluruh energi mana di sekeliling tubuhnya menjadi kacau. Seperti diaduk menjadi aliran halus dan kasar. Kemudian dengan kecepatan yang tidak diketahui, mana berwarna hitam dan ketidak tahuan terserap ke dalam inti mana miliknya.
Setelah saat yang tidak diketahui, dia melihat lambang kuno topeng berwarna hitam dan putih. Topeng itu terbang ke arahnya dan langsung terpasang pada wajahnya.
Pandangannya berubah menjadi jernih, seolah seluruh kebohongan telah terungkap.
***
Di sebuah pemakaman bangsawan.
Sebuah makam dengan batu nisan berwarna hitam pucat tiba-tiba bergetar. Tanahnya bergoyang seperti terkena gempa.
Saat itu merupakan malam bulan purnama. Bulan di langit hitam berwarna kuning pucat, namun sinarnya seolah menyinari seluruh negeri.
Makam yang bergetar mengeluarkan bunyi mendesis yang samar. Ribuan belatung keluar dari makam dan berkumpul menjadi satu.
Sebuah sosok mulai terbentuk dari belatung yang berkumpul. Matanya hitam dengan rambut dibelah setengah. Sudut wajahnya lembut dan biasa, namun itu membuat kesan yang sangat menawan. Tubuhnya yang atletis terkena cahaya bulan.
Ciel Grand telah bangkit dari kematiannya.
Beberapa saat setelah itu, wajah dari Ciel berubah. Wajahnya menjadi seseorang yang bahkan tidak pernah ada.
Wajah kurus dengan tulang pipi yang tinggi, namun badannya memiliki otot yang proporsional. Rambutnya hitam panjang dengan mata tajam daan pupil mata hitam keabu-abuan. Dia berdiri tanpa busana apa pun.
'Rasanya mual! Setiap inci tubuhku seperti tercabik-cabik dan ditata kembali.'
'Aku merasa tubuhku lebih ringan dan segar. Inti mana milikku nampaknya telah meningkat dengan cara yang tidak diketahui...'
Ciel menutup matanya dan berkonsentrasi, memasuki kondisi meditasi.
Dia merasakan aliran mana disekitar. Terasa padat dan juga suram. Dia kemudian merasakan dirinya sendiri dengan seksama.
'Inti mana milkku sepertinya lebih kuat dan lebih murni. Seakan aliran mana menyatu dengan diriku... Apa aku naik tingkat?'
Ketika Ciel ingin meneliti lebih lanjut, cahaya lentera menyinari tubuh telanjangnya. Seorang pria tua menyipitkan mata melihat sosok Ciel, namun Ciel dengan cepat pergi menghilang dengan tubuh kuat yang dialiri mana.
Pria tua itu tidak bisa membantu selain bergumam, "Anakonda pria itu besar!"
***
Ciel yang telah menghilang muncul di sebuah gang kecil. Gang itu dipenuhi oleh gelandangan yang kurus. Beberapa gelandangan bahkan telah mati terkapar.
Saat dia hendak mengambil pakaian dari mayat gelandangan, seseorang berteriak kepada gelandangan, "Serahkan anak itu!"
Gelandangan itu memiliki wajah yang kotor dengan jamur tumbuh di kuku miliknya. Gelandangan perempuan itu menggendong seorang anak gadis yang usianya terlihat tidak sampai dua belas tahun.
Gelandangan itu menangis sambil mendekap putrinya. "Bawa aku! Kumohon aku akan melakukan apapun asal jangan putriku!"
"Jalang ini! Kau bahkan tidak akan laku dengan harga bagus di rumah bordil."
Saat pria itu berteriak, dia menampar pipi perempuan itu. Putri dari gelandangan itu menangis, membuat banyak gelandangan melihatnya, namun tidak memiliki keberanian untuk melawan dan hanya bisa terdiam.
Tanpa melihat lagi, Ciel melesat dan menendang wajah pria itu.
Pria itu terjatuh, kemudian Ciel menarik kerah pria itu dan berbisik, "Berikan aku pakaianmu dan pergi dari sini secepatnya. Atau kau akan..."
Walau Ciel tidak menyelesaikan kalimatnya, pria itu memiliki dahi yang penuh dengan keringat. Dengan yakin dia berdiri dan melepaskan seluruh pakaiannya, lalu lari terbirit-birit.
Ciel kemudian memakai pakaian itu. Sebuah kemeja putih dengan kain yang kasar, dan sebuah celana longgar, lalu sepasang sepatu kulit hitam.
Setelah bersiap, dia melirik gelandangan yang matanya berlinang air mata, namun memiliki pandangan lega. Tanpa menunggu lagi, Ciel pergi meninggalkan gelandangan itu.
'Bahkan di kerajaan yang besar dan kuat, masih tersisa banyak gelandanfan...'
Kemudian Ciel merogoh saku pakaian celananya, dia menemukan tiga buah uang satu pirch.
Setelah itu dia pergi untuk membeli sebuah pakaian baru dari toko baju yang biasa saja. Dia membeli satu tuksedo set tuksedo sederhana berwarna hitam kebiruan seharga lima mass. Sebuah tongkat bertakhta perak seharga tiga mass. Topi tinggi hitam seharga dua mass dan sebuah kacamata berlensa tunggal dengan harga sembilan mass. Dengan total satu pirch sembilan mass, hampir dua pirch.
Dia sedikit khawatir uang itu akan kurang, namun pakaian yang memiliki bahan yang tidak bagus meskipun terlihat rapi memiliki harga yang rendah.
Setelah berganti pakaian. Ciel menuju sebuah motel bintang lima di kerajaan Falheim. Dia memesan kamar paling murah dengan harga satu pirch semalam, namun perlakuan dari pelayan tetap baik.
Saat Ciel sedang check-in, resepsionis bertanya dengan nada riang, "Bisa saya tahu nama anda, Tuan?"
Ciel tersenyum dan menjawab, "Franches Lupin."