Ketika dia membuka matanya, Ciel terengah-engah. Keringat dingin mengalir pada dahi dan punggungnya. Mengingatkan apa yang ia alami kemarin—pertama kali dia bangun di tubuh Ciel.
Dia melihat ke arah jendela. Sinar matahari senja masuk ke kamar dari jendela. Sinar jingga menenangkan pikiran Ciel, membuat dia rileks dan tahu bahwa sekarang masih sore hari.
Ciel meletakkan jarinya di pelipis, lalu secara konsisten memijatnya.
Pikirannya berpacu ketika mengingat mimpi yang ia alami. Kengerian yang menusuk jiwa seolah-olah dapat mengeluarkan jiwanya. Dia menghela nafas sejenak sebelum bergumam, "Mimpi yang mengerikan... Aku penasaran apa artinya itu. Aku dengar setiap mimpi memiliki arti, heh, aku tidak akan terlalu memikirkannya."
Setelah merasa santai dan segar, Ciel memutuskan untuk beranjak dari tempat tidur dan mandi sebentar. Pada akhirnya dia hanya menaruh masalah ini di belakang pikirannya.
Sehabis mandi, dia mengganti kemejanya dengan kemeja baru yang sama serta beberapa barangnya. Dia kembali ke penampilannya saat pertama kali datang.
Setelah dia mengganti pakaian, dia mencuci pakaian lamanya dan segera menjemurnya di depan jendela untuk mendapat beberapa sinar matahari. Walau dia tahu itu tidak akan kering dengan cepat.
Kemudian Ciel keluar dari kamar dan turun ke bawah untuk bersiap menuju gunung Florgence. Sebelum itu dia bicara kepada pemilik penginapan untuk memperpanjang masa sewanya, Ciel melemparkan satu koin emas ke meja reservasi dan meninggalkan pemilik penginapan yang tertegun melihat koin emas.
Ciel melewati kota Manhathan yang ramai. Beberapa toko bersiap untuk tutup dan beberapa orang mulai memasuki rumah masing-masing menjelang malam.
Setelah melewati kota, dia akhirnya sampai di bagian awal gunung Florgence. Dan beberapa saat sebelum dia sampai, ketika dia memasuki hutan yang gelap. Dia melihat seekor burung dengan kepala manusia bertengger di sebuah dahan pohon. Wajahnya memiliki tatapan kosong dan rambutnya hitam memanjang secara tak beraturan. Bulunya hitam bersih namun sedikit noda darah tertinggal di sayap kirinya.
Ciel melihatnya dengan seksama. Melihat "burung" itu memutar kepalanya seratus delapan puluh derajat. Beberapa saat kemudian, "burung" itu melebarkan sayapnya dan melompat dari dahan tempatnya bertengger. Lalu terbang menjauh.
Ciel mengernyitkan alis sembari bergumam, "Apa-apaan itu?"
Tubuh Ciel merinding tak karuan. Keringat dingin mengalir di punggungnya. Dia bahkan tidak berani mengingat bentuknya. Akhirnya dia menyadari seberapa mengerikannya dunia fantasi itu.
'Bukankah di dunia lain hanya ada monster? Aku bahkan tidak bisa membayangkan kenapa hal itu bisa ada...' Ciel terdiam sejenak dan hanya bisa mencela dari dalam.
Meskipun dia merasa ketakutan. Ciel tidak berhenti dari perjalanannya mencari leluhur Gustavo. Dia berpikir bahwa mungkin, hanya makhluk itu yang aneh.
Beberapa saat setelah dia berjalan, dia tidak menemukan hal aneh dan ganjil lainnya. Semua tampak normal seperti hutan pada umumnya.
Ada beberapa goblin dan orc. Namun itu wajar, karena dunia fantasi selalu memiliki makhluk seperti itu. Namun melihat dan menghadapi makhluk seperti itu dengan mata kepalanya sendiri bahkan lebih menyeramkan.
Setelah waktu yang tidak diketahui, akhirnya Ciel sampai pada sebuah tempat dengan banyak pohon tinggi dan besar. Tempat itu diselimuti kabut tipis pegunungan. Membuat suasana sejuk dan mencekam pada saat yang sama.
Ketika dia sedikit bingung, sebuah suara langkah kaki terdengar. Langkah kaki itu mulai perlahan mendekat. Sebuah bayangan menampakkan dirinya dan perlahan-lahan mengungkapkan sosoknya.
Seorang pria paruh baya yang seperti berusia tiga puluh tahun. Dengan rambut panjang ikal berwarna hitam, matanya berwarna abu-abu. Hidungnya sedikit tinggi dan fitur wajahnya terlihat lembut. Dia mengenakan topi dan pakaian penyihir berwarna hitam pada zaman sebelum era ini.
Dia melihat Ciel dan bicara dengan suara serak, "Jadi kau yang orang yang dimaksud Tuhanku?"
Wajahnya sedikit melunak saat melihat Ciel. Dia menyesuaikan topi penyihir lancipnya dan tanpa menunggu Ciel menjawab, dia melanjutkan.
"Aku tidak menyangka keluarga penyihir terkenal akan memilih jalan yang berduri ini. Keluarga Grand sepertinya kehilangan permata mentahnya. Tapi memang benar, keputusanmu menolak menjadi resmi itu sangat tepat. Dan karena aku telah mendapat nubuat, aku akan memberimu pelajaran sihir dasar!"
Berbeda dengan penampilannya, orang itu tidak terlihat seperti seorang lelaki tua. Dia terlihat seperti pemuda yang bersemangat. Tidak terlalu jelas berapa umurnya yang sebenarnya.
Dia meminta Ciel untuk mengikutinya ke sebuah tempat lapang. Tampak tidak ada apa-apa di sana. Dan ketika Ciel akan bertanya, orang itu tersenyum kepadanya.
Orang itu mengangkat satu tangannya ke atas dan menggesernya seperti menghapus sesuatu seraya berkata dalam bahasa Arinest kuno, "Perlihatkan!"
Bahasa Arniest kuno sendiri merupakan bahasa yang digunakan oleh para penyihir, bahasa yang dapat memicu kekuatan alam. Dan tanpa diragukan lagi Ciel yang pernah mempelajari sejarah sedikit mengerti bahasa ini.
Sesaat setelah mantra dilantunkan, tiba-tiba panorama tempat lapang tersebut menjadi seperti riak air. Perlahan menjadi transparan dan akhirnya berubah menjadi pohon besar yang lebih besar dari yang lain. Akarnya tumbuh setinggi lima meter dan menyisakan tempat untuk dimasuki oleh orang.
Di bawah akar itu terdapatnya sebuah rumah yang sederhana namun sangat indah. Mengingatkan Ciel akan rumah Hoobit yang dia lihat dalam film si bumi.
Orang itu berjalan ke arah rumah, dan pintu mulai berderit terbuka. Ciel bertanya sebelum mengikutinya masuk, "Siapa nama Anda, Tuan?"
Orang itu berhenti dan melihat Ciel dengan senyum nakal. Sudut mulutnya melengkung dan dia tertawa.
"Aku hampir lupa kita belum berkenalan. Heh, kau bisa memanggilku Michael."
"Shadow of Saint, Gustavo Michael."