Chereads / Langit Samudra / Chapter 15 - To My First

Chapter 15 - To My First

CHAPTER 8: To My First

Keempat teman itu duduk di taman milik keluarga Langit, well, lebih ke markas mereka sih. Langit yang membayar dan sisa ketiganya yang mendekorasi rumah yang dibeli langit untuk markas mereka.

Selepas langit datang di rumah itu, disambut dengan kedua temannya itu mereka bergabung dengan Haekal yang sudah menyantap makanan yang sudah dimasakan oleh Jevano sembari mereka mengobrol tadi.

Biasa, cowok membahas apa saja sih? Bisnis, harta? Tentunya cewek.

"Masa gaada yang cantik? Lo dari Paris woi, cewek cantik yang tubuhnya kayak guitar –"

"Mulut lo, mandang fisik aja, lihat hatinya bego," Reyhan memukul pundak Haekal yang masih makan.

"Halah lo gitu, tapi kamu enggak lihat orang-orang lain? Mana mau sama yang gak cakep, gak tajir, gak punya apa-apa? Bisa bahagiain orang emangnya"

"Kayak lo maksudnya?" Balas Jevano yang melihat kearah Haekal.

"Bangke, kalian semua." Meja itu penuh dengan tawa dari mereka, Jevano yang semabri memperhatikan Langit yang tidak ikut berinteraksi dengan mereka. Tuan rumah itu malah sibuk dengan ipad yang ada di tangannya.

"Sibuk banget, Git?"

"Hmm..?"

"Lo sibuk banget, baru dateng dari Bangkok diajak healing sama Haekal tambah ngerjain kerjaan kantor."

"Ya emang gimana lagi? Biaya kalian gak murah, kalian aja yang ngabisin harta gue –" Langit memandang Haekal dan Reyhan –"Lo pikir gue gak lihat itu motor Harley Davidson yang terparkir di garasi?"

"Heheh kan koleksi baru Git, lagipula lo iya aja buat beli heheh."

"Idenya Haekal itu," Jawab Reyhan.

"Bego diem."

Bagaimana Langit tidak menggelengkan kepalanya, dia mendapatkan kabar dari asistennya bahwa seseorang telah menggunakan kartu mereka untuk membeli motor baru dengan harga yang mending tidak usah dibahas. Kartu black card yang sering mereka gunakan untuk foya-foya tersebut memang digunakan untuk menyimpan uang tabungan sisa dari keempat sahabat tersebut. Jika suatu hari ada kendala apa-apa mereka bebas untuk menggunakannya.

Tentu saja, siapa yang tidak ingin kartu hitam dengan initial keempat sahabt tersebut? Kartu yang didesain supaya bisa digunakan untuk mereka berempat.

Reyhan dan Haekal mulai beradu mulut lagi membuat Jevano dan Langit menggelengkan kepala kepada kedua temannya itu. Jevano yang kembali menikmati hidangan yang sudah ia siapkan dan Langit yang kembali memandang ipad yang dipegangnya.

"Jev, besok temenin gue ke kantor ya... ada berkas milik papa yang dia titip untuk papamu," Langit memberikan ipadnya kepada temannya. Jevano yang mengambil gadget tersebut hanya sekilas melirik lalu menganggukan kepalanya.

"Tentu, nanti kitab isa ketemuan di Heart of the Sea." Langit yang terbinggung, menatap temannya itu.

"Hah? Dimana?"

"Heart of the Sea? Lo gatau Git?" Reyhan yang sudah selesai bertengkar dengan Haekal, karena Lelah adu mulut dengan manusia titisan setan itu memperhatikan temannya yang kebinggungan dengan tempat yang belakangan ini viral.

"Tempat bunga dan sekaligus café, aesthetic gila," Jawab Reyhan, "Gue yakin yang punya pernah sekolah di Paris, mana ada café kaya gitu disini? Gue jadi pengen Kerjasama buat pameran selanjutnya."

"Halah lo alasan mau ketemu ownernya karena cantik." Dengus Haekal, "Itu owner, bagaikan malaikat jatuh dari surga, cantik cuyy."

"Lo kerjaannya lihat cewek aja anjing," Reyhan jawab dengan kesal, "Mau bahagiain orang tua, cari pacar gih, kasian gue lihat tingkah laku lo."

"Lo gaada niatan buat nikah sama gue, Han?"

"Gue smackdown gimana?"

"Diem." Jawab Jevano melihat temannya, dan menatap Langit, "Heart of the Sea, seperti yang bilang sama Reyhan, toko bunga sekaligus café, barusan juga buka sebulan yang lalu, sebelum lo pergi."

"Tokonya masih buka?"

"Ya masih lah! Baru buka masa disuruh tutup."

Langit yang melihat kearah temanya, memandangiya dengan tajam, "Gue yang paksa tutup kemarin? Namanya Heart of the Sea?"

"Hah?!" Ketiga temanya yang mendengar penyataan Langit, lantas dengan alasan apa langit menutup toko yang tidak ada hubungannya dengan langit sama sekali?

"Lo paksa tutup?" Tanya Jevano.

"KENAPA? LO JAHAT GIT SUMPAH, MALAIKAT CANTIK KAYAK GITU LO USIR?! JUJUR LO MASIH KEJALAN YANG BENAR KAN GIT? GAK PAKEK MELENCENG –" seketika sebuah sendok teh mendarat di dahi seorang Haekal Atmaja membuat lelaki itu meringis kesakitan.

"Gue sudah minta asisten gue buat tutup, masa belum tutup aja itu toko? Ngeselin..." desis Langit, ia pun berdiri, "Gue aja yang turun langsung besok buat tutup." Jevano yang kaget melihat tingkah temannya itu menatap Reyhan yang juga sama-sama kaget.

"Emang ada alasan lo gasuka?"

"Emang harus ada alasan yang valid buat gasuka sama sebuah toko?"

Reyhan dan Jevano yang masih sangat binggung dengan tingkah Langit yang tiba-tiba itu mencoba untuk menggali lebih dalam maksud dari lelaki itu.

"Pokoknya gue harus nutup itu toko."

-

Pagi yang cerah untuk anak perempuan dari keluarga Ledger itu, dirinya bangun dengan suasana hati yang tenang dan baik. Sebuah awalan baik di pagi hari ini, batin Athalia.

Beberapa hari ini, surat sialan yang selalu meneror tokonya itu akhirnya berhenti dan semua berjalan dengan baik. Café sekaligus toko bunganya itu semakin booming dan banyak pelanggan senang pergi ketempat itu. Sambil menikmati secangkir the mereka dapat ditemani dengan bunga indah di sekeliling mereka.

Hari ini, dirinya merasa bahagia, lebih dari biasanya. Suasana hatinya tenang dan seperti kesan familiar. Athalia tidak mengerti apa yang terjadi dengannya hari ini, tapi tentunya ia tidak ingin moodnya untuk turun sama sekali.

Athalia yang sedang bersiapan di belakang hari ini, karena dia ingin menjadi barista untuk hari ini. Dirinya sedang menyiapkan cash register, sebelum ada suara bunyi bel pintu, pertanda ada seseorang masuk.

"Selamat pagi, welcome to Heart of the Sea, ada yang bisa saya bantu?"

"Are you Athalia Ledger?" Athalia yang langsung menatap ke sosok yang telah memanggil namanya dengan lengkap.

Athalia yang pertamanya tersenyum dengan bahagia harus menahan dirinya untuk tidak terjatuh. Hatinya seketika seperti berhenti berdetak dan kakinya terpaku di lantai membuat suasanya yang tadinya baik menjadi dingin. Nafasnya mulai tidak teratur membuat Athalia yang tadi memegang bolpen di tanya terjatuh.

Tatapan sepasang manik cokelat menatapnya dengan tajam. Sepasang manik yang dulunya memandangnya dengan lembut dan tulus sekarang tatapan itu menatapnya dengan kejam seakan membenci dirinya. Karyawan yang melihat bosnya yang hanya terdiam sambil memandang lelaki itu dengan ketakukan, seperti melihat hantu.

"Bos?"

Athalia yang tidak bisa berkata apapun langsung keluar dari counter sebelum mengambil handphone yang disakunya. Menelpon seseorang denagn cepat, sambil berlari dengan cepat. Seperti dirinya dikejar oleh seseorang yang telah menghantui dirinya.

"Thal? Kenapa lo tiba-tiba spam –"

"Ren... I'm crazy, g-gue sudah sakit Ren... I –"

"Thal? Thal are you having a panic attack? What – lo dimana thal?"

"Ren... Ren... gue gila sumpah gue..."

Athalia yang tejatuh salah satu tempat duduk tempat taman yang sering ia lewati sembari pergi ke cafenya dan dirinya langsung menjawab temannya yang semabri khawatir dengan tingkah laku temannya. Bergegas Irena langsung meningglakan kerjaannya dan langsung mencari tahu lokasi temannya.

"He –"

"Siapa Thal? What happened?"

"I saw him."

"Saw who?"

"Ren, k-kelihatannya gue udah gila, s-sumpah gue barusan lihat Laskar." Jawab perempuan itu, hingga membuat temannya yang mendengarkan juga kaget dan terdiam. Irena yang sembari juga kaget berhenti di tempatnya.

"Laskar Alwandra Ren, Alive and well."

Karena bagaimana seorang yang sudah meninggal bisa hidup kembali?