CHAPTER 11: Kakak Penyelamat
Langit itu pusing kenapa tiba-tiba ada cewek yang nangis ga masuk akal di dalam pelukannya, kan aneh gitu, tapi dirinya kayak ga tega gitu ngusir perempuan itu hingga akhirnya dia ya meluk athalia balik, sambil mikir kenapa si athalia ngeliak dia kayak hantu, terus akhirnya nangis ga masuk akal kayak gini.
Past
"Kamu cantik gimana pun caranya Thal," jawab lelaki itu sambil melihat perempuan itu duduk cemberut karena dirinya kesal hari ini dirinya ingin sekali jalan bersama lelaki itu, semuanya sudah dipersiapkan dengan baik, well, kecuali bad hair day yang dia alami.
"Thanks, Las, I just want to look good for you," perempuan itu sedikit kesal dengan rambutnya yang tidak bersahabat hari ini.
"Kamu mau pakek kantong kresek aja cantik, kamu gausa binggung, hanya karena one bad hair day itu mengurangi cintaku buat mu."
-
"Beneran lo tambah jelek, mata dah kayak panda," lelaki yang ditelponnya itu membuat perempuan itu semakin kesal, ingin segera menutup telpon lelaki itu.
"Kakak beneran deh, kalau enggak ada yang diomongin mending adik tidur sekarang," Perempuan itu mendengus dengan kesal, "Telpon adik malem-malem, cuman buat ngeledek adik semata wayang."
Lelaki itu tertawa dengan ciri khas suara bapak-bapak itu menggelengkan kepalanya, "Galak amat, kalau Mikael denger lo barusan bilang gitu, siap dibuat kelaut lo dek." Jeffery tertawa mendengar pernyataan adiknya itu, "Iya-iya, kakak cuman mau denger kabar kamu, Mikael bilang lo kurang tidur karena sesuatu, care to share?"
Jeffrey memandang adiknya yang paling kecil, diantara Mikael dan Athalia, perempuan itu lebih memilih mendendam perasaan sendiri, tidak ingin membebani orang lain. Dibandingkan dengan Mikael yang langsung meneruskan masalahnya ke orang, adik perempuannya memilih untuk diam dan tidak berkata, dan akhirnya pun terjebak di dalam dunianya sendiri.
"I'm alright tho…"
"Kalau lo gaapa, I don't think I will be hearing news from your café that you've been gone, mereka mencari owner mereka yang tiba-tiba menghilang," Jeffery bertanya kepada adiknya, "As someone whose work ada dibidang yang memang diharuskan untuk professional, this is not the way Athalia, I'm disappoint in you."
Perempuan itu menundukan kepalanya sedikit malu, dari semua orang yang mendukung dirinya untuk membangun sebuah bisnis adalah kakak sulungnya, Jeffery. Dirinya yang meyakinkan orang tuanya untuk membiarkan Athalia juga terbebas dari semua hal yang tidak ingin Athalia lakukan. Sehingga, jika kakak tertuanya sudah berkata seperti ini, perempuan itu harus memikirkannya kembali.
Apalagi seorang Jeffery Kalendra Ledger, tidak suka ikut campur dengan bisnis seperti ini, tapi jika dirinya sudah turun tangan, something is wrong.
"But dari prespektif seorang kakak tertua, Gue bakalan ngertiin kamu lebih dek, you are not wrong." Lelaki itu melihat adiknya yang masih terdiam, "Kakak disini mau ngomong sama adek bukan karena bisnis adik, tapi karena kakak khawatir sama adek…"
"Tumben, kakak tanya kabar, biasa kirim uang…"
"Kapan kakak kirim uang ke adik?"
"Kakak juga aneh-aneh pakek nama samaran, pakainya nama artis kpop lagi, Jung Jaehyun," jawab perempuan itu dengan sedikit tertawa, "Sejak kapan Jung Jaehyung, kenal sama aku kakak…"
"Lo kan ada Mikael yang iseng bisa aja lo," jawab Jeffery yang pura-pura tidak tau nama samarannya sudah terbongkar begitu saja, lagipula ia pun merasa dirinya mirip dengan idola itu jadi mengapa tidak?
"Iya, kalau Jung Jaehyun nya kirim dari bank Korea, adik sudah teriak-teriak –" perempuan itu membetulkan duduknya –" tapi ternyata dikirim dari bank Indonesia, sejak kapan Jaehyun ada cabang Indonesianya."
Perempuan itu tertawa dengan kencang melihat pola kakaknya itu. Benar, kakak tertuanya tidak pernah mau peduli tentang urusan bisnis keluarganya, tapi kalau urusan menjaga satu dengan lainnya, Athalia memang sedikit terharu karena kakak tertua itu selalu menjaganya diam-diam.
"Yah… kakak ketauan," lelaki itu pura-pura merasa sedih, "Yauda nanti kakak ganti nama samaran lagi, kakak kan harus vibe tsundere gitu dek."
"Ih… apa sih kak…"
Lelaki itu melihat adiknya yang mendengus dengan bahagia, tawa yang di lontarkan adiknya bergema di laptopnya membuat dirinya memandang adiknya itu dan binggung, sejak kapan perempuan yang dulunya ingusan menangis karena gak dapet permen sekarang tumbuh jadi wanita dewasa.
"Kakak bahagia lihat kamu juga senyum kayak gini, pertahanin terus ya dek kebahagiaannya." Senyuman yang terpajang di muka Athalia akhirnya luntur tiba-tiba. Membuat sang lelaki akhirnya menghela nafas.
"Baru dibilangin pertahanin senyumannya kok malah sedih lagi."
"Kak, menurut kakak adik berhak untuk bahagia gak ya?" tanya adiknya yang bungsu itu.
"Semua orang di dunia ini, sekalipun yang jahat berhak untuk tersenyum dek, senyuman itu murah dan mudah untuk didapat," jawab lelaki itu, "Memang siapa di dunia ini yang ngelarang adek buat bahagia?"
"Adek bisa kak tersenyum, tapi kalau bahagia? Adek merasa kalau hak itu sudah gak berhak."
"Dengan dasar apa?" Jawab lelaki itu, "Di dunia ini, bukan milik manusia dek, punya Tuhan. Kalau Tuhan sudah bolehin kita semua untuk dapet haknya masing-masing untuk berbahagia, dengan dasar ap akita manusia juga berhak mengambilnya?"
Perempuan itu bungkam tiba-tiba dengan jawaban kakak tertuanya itu.
"Adek merasa dihantui sama kenangan adik, it hurts so much. Tapi adik harus tetep kuat meskipun pada akhirnya adik harus menjadi orang terakhir yang bakalan mengingat dirinya."
Lelaki itu tersenyum, setelah sekian lama adiknya hidup bersama sekelompok cowok, memiliki dua kakak laki-laki membuat perempuan itu yang harusnya Jeffery berharap untuk selalu menganggap kakaknya menjadi super hero, harus menjadi adik yang lebih kuat dari kedua kakaknya.
Perempuan yang selalu dibilang dingin dan tidak memiliki hati itu akhirnya harus runtuh karena seorang lelaki yang bahkan seisi rumah tidak kenal. Seorang yang bagaimana pun telah menjaga adiknya setiap saat dirinya yang harus menentang seluruh bisnis ayahnya dulu.
Jeffery selalu bertanya pada diri sendiri, apa karena keras kepala dirinya yang membuat adiknya harus hidup dirumah ini dengan kesepian sehingga ia mencari seseorang yang bisa mengisi waktu kosongnya.
Tanpa diketahui orang yang telah mengisi hari-hari adiknya ini lebih penting dari keluarga sendiri, membuat kakak tertua itu merasa malu. Lelaki itupun bersumpah untuk akhirnya selalu bersama adiknya yang paling kecil.
Karena dasarnya manusia itu selalu mau lebih dari apa yang mereka dapatkan, jika adiknya meminta lebih, maka dia tidak yakin adiknya bisa selamat dari memori yang telah menghantuinya.
"Sekalipun memang Laskar adalah seorang yang singgah di kehidupan adik, ingatlah setiap pertemuan semu itu akan berarti suatu saat."