"Diakah pujangga kita??"
"Diakah yang akan membawa kehancuran dunia ini???
"Itu sudah pasti, haaaaaa akhirnya [SANG PENGHANCUR, GIDEON] sudah sepenuhnya muncul!"
Sebuah sekte sesat berkumpul diantara kegelapan yang ada di tanah Eldetarium, tudung dan jubah hitam adalah dresscode yang mereka pakai, mata mereka merah dengan retakan luka yang ada diantaranya, dan diantara semuanya, ada beberapa orang yang mempunyai tato yang sangat mencolok di bagian yang mereka kenakan.
"Sutttttt, jangan lupakan [GILBERT SANG PENGADIL], jiwa yang dia miliki mengganggu tuan kita Gideon!" seru ketua sekte itu menyeringai dengan mata kiri yang menjadi tempat penaruhan tato tersebut dengan mata emas yang mengkilap layaknya rembulan.
****
Rumor besar kembali terjadi, kekalahan Helion menajdi perbincangan hangat dikarenakan kalah oleh seorang penyandang disabilitas.
Walau mereka tau siapa dirinya, tetap saja, mereka memandang Gideon layaknya manusia cacat, otak yang tak sempurna tak akan pernah menjadi kebaikan diantara mereka.
Aku membawa Gideon yang terus ditatap kejam oleh mereka apalagi oleh kelompok Helion yang dipermalukan, aku sudah tak bisa menahan lagi rasa diskriminasi ini tentangnya.
"Hei, ka-kau ma-mau membawaku kemana?" ujar Gideon bertanya saat aku menganggam tangannya dan membawa lari dirinya.
"Le-lepasin aku, sa-sakit… tanganmu membuatku sa-sakit." Gideon terus melawan saat aku menarik tangannya dan membawanya lari, tapi aku sudah kehabisan akal jika harus melepasnya disana sekarang, aku harus membawanya lari ke suatu tempat.
"Hei, hei. Kesini!" ucap seorang laki-laki dengan tampang culun membukakan aku pintu sebuah club dan aku yang tak bisa berpikir banyak membawanya kesana.
Napasku ngos-ngosan, napas yang begitu berat juga dialami oleh Gideon dengan pipinya yang selalu ingin aku cubit (karena terlalu gembil).
Siswa yang membawa kami kesini tersenyum lebar dengan kacamata besar dan tompel di pipi dengan rambut klimis belah dua dengan kemeja yang dikancingkan semua dan dasi kupu-kupu ia kenakan, penampilan ala anak cupu yang selalu aku liat dalam romansa diksi dongeng yang aku punya di buku perpustakaanku.
"Selamat datang di klub memasak, kalian pasti ingin masuk klub, kan?" ucap dirinya menyeringai besar yang membuat aku ketakutan dan bersembunyi dibelakang Gideon.
"Apa yang kau lakukan? Kenapa kau bersembunyi di belakangku?" tanya Gideon yang membalikan badannya dan akhirnya pertama kali, dia menatap mataku walau hanya 2 detik saja.
Aku mencubit pipinya saat melihat wajah gembul yang tingginya lebih pendek dariku dan tubuh gemuk.
"Sakit, kenapa kau mencubitku, gak sopan tau!" ujarnya layaknya anak bocil yang memperotes apa yang aku lakukan.
"Kau adalah emengku mulai sekarang, jangan coba-coba kau lari dariku, ya!" ucap Aku tersenyum saat ekspresinya mulai kesakitan saat aku mencubitnya.
"Jadi,"
"Nggakk!" seruku yang membuat siswa itu ketakutan dan dirinya sekarang ada di pojokan sambil melukis di lantai seperti orang yang sedang bersalah.
Kini aku menatap pria yang memiliki ekspresi yang tak bisa aku bayangkan, dia ketakutan saat melihat diriku dan jalannya seperti sedikit demi sedikit menjauh dariku. Aku sangat bingung harus berkata apa sekarang.
"Kalau kamu tidak mau membicarakan hal penting denganku, aku mau pergi!" ujarnya yang bergegas pergi saat hatiku kebingungan, sikap jalannya yang gemetar membuat aku tak enak hati membuatnya bingung, tapi tetap saja jika aku biarkan, orang-orang berengsek itu akan melakukan pembullyan kepada bocil gembul itu.
"Percuma saja kau memaksa dia berbicara, dunia yang kau punya dan dia rasakan itu berbeda," ujar pria yang membuka kacamata besarnya itu dan terlihat wajah yang cukup tampan jika kacamata culun itu dilepas.
"Kau siapa?" tanyaku dan dia mati gaya saat aku bertanya seperti itu.
"Aku ketua club memasak disini, bukan memasak biasa, tapi ini klub memasak buff maupun debuff bagi penyihir." Pria itu bersikukuh menjelaskan eskul yang dia ketuai.
"Baiklah, kakak kelas cupu. Kau bisa jelaskan apa sebenernya yang dirasakan oleh anak cupu itu?"
"Simpel, dia itu jenius yang menempuh tingkat 0-6 dalam 6 bulan saja."
"what, enam bulan? Kelas macam apa yang dia lakukan? Kelas pemula memang bisa di loncat, tapi untuk kelas menengah dari 3 sampai 6, itu bukan kelas lelucon bagi kita!"
"Maka dari itu, dia itu spesial. Bagaikan pedang bermata dua, input otaknya disebut jenius di antara kita semua, namun output otaknya juga menjadi masalah karena dirinya mempunyai gangguan autism spectrum yang membuat dirinya menjadi seperti itu."
Penjelasan yang masuk akal, sejak awal pun, jika dia adalah pangeran yang terlahir dengan kemampuan saat ini dengan kondisi normal, mungkin bisa dibilang dia akan menjadi The best mage generasi baru, seperti Imaginer Mage yang merupakan seorang Mage generasi baru paling kuat saat ini.
"By the way, lepaskan saja kacamatamu itu, mungkin saja akan ada junior yang tertarik ke eskul ini jika kau pasangkan seperti itu," ucapku kepada dirinya namun dia tersenyum kecil saat aku mengucapkan.
"Sebuah sanjungan besar karena Nyonya Besar Artamadeus menyanjungku, tapi klub ini tidak asal memilih orang-orang yang ingin masuk, kau harus masuk klasifikasi berkat yang aku punya agar kau bisa masuk ke klub ini," ujarnya dengan aura gelap yang sedikit membuatku tersenyum kecut karena ucapannya, entah kenapa hawanya menjadi gelap disini.
"Baiklah, kalau gitu aku pergi ya, see you senior yang baik," ucapku segera pergi dari tempat itu.
****
"Sial, aku benar-benar harus mengganti perbaikan ruangan kita," ujar Helios kesal karena apa yang telah dia utarakan sebelumnya.
Tangan kanannya dibalut perban dengan beberapa luka yang merupakan hasil dari perbuatan ledakan yang dimiliki oleh Gideon tadi dikelas.
"Pantas saja rumornya bisa besar seperti itu, dia benar-benar seorang monster," ucap siswa lainnya yang membuat Helios dan lainnya tambah kesal.
"Hahahaha, kau kenapa Helios. Jahahahaha tanganmu diperban," ucap seorang siswa yang merupakan teman lama mereka semua yang sudah ada di tingkat delapan.
"Diam kau sialan. Aku sedang kesal-kesalnya sekarang." Helios mengambil minuman dengan gelas besar berisikan minuman energik berwarna kuning layaknya temulawak, dia menelan seluruhnya dan mengakhirinya dengan suara yang sangat puas.
"Baiklah, aku akan balas dendam!" lanjutnya dengan amarah yang sangat berlimpah karena di hari pertama di mengulang kelas, dia harus mengganti kerusakan yang cukup besar.
"Butuh bantuanku, tidak? Ucap temannya itu mengambil minuman itu dari genggaman Helios dan wajahnya menyeringai kecil kepada Helios.
Helios terlihat berpikir apakah dia masih membutuhkan bantuan pria yang merupakan manusia paling keji yang pernah dia liat, seorang maniak yang selalu bersembunyi di kegelapan itu menyeringai karena mencium baun uang dari diri Helios.
"Baiklah, bantu aku!" ujar Helios yang sudah memutuskannya untuk memberi pelajaran Gideon yang membuat terluka.
"Setidaknya harga aku memperbaiki kelas harus sebanding!" lanjutnya kecil dan pria itu menyeringai karena uang yang akan dia dapatkan menjadi satu langkah lebih cepat.
"Orderanmu aku terima, Tuan Helios!" ujarnya dan pergi dari tongkrongan itu sembari mencium baun uang yang menjadi uang DP yang telah Helios berikan.
Helios menyeringai di tempat duduknya walaupun luka yang dia terima tetap tak akan bisa sembuh seketika, namun dia senang karena sebentar lagi anak cacat yang meledakan dirinya itu akan disiksa oleh seorang pemburu uang, Kelvin Steinwarth.
****
"Ini benar-benar sebuah berkah, kan? Seorang murid mage tingkat 7 melakukan dual casting dengan 2 huruf rapalan saja? Ini bercandakan, Pak Evanston?" ujar Bu Illa yang kehilangan akalnya setelah kelas pertamanya kacau karena perbuatan Gideon.
"Hahaha, tak perlu kau terkejut. Sejak awal kalian lah yang melarangku membuat dirinya ada di kelas atas sejak dulu." Kepala sekolah tertawa lebar saat keluhan yang kesekian kalinya akhirnya datang kembali sejak 1 bulan yang lalu.
"Selamat bersenang-senang di kelasmu itu, Illa. Aku tau kau akan menjadi paham akan dirinya," lanjut kepala sekolah menepuk bahu Illa dan memasuki portal yang sudah dia siapkan.
"Baiklah, aku akan bersemangat, tuan Evanston," ucap Illa tertawa kecil dan keluar dari ruangan tersebut menuju ruang guru.
Dia membuka sarung tangan yang sekarang terlihat lambang aneh terlihat dan mata kirinya berubah warna menjadi merah dengan serat yang begitu banyak.
"Hidup tuan Gideon!!!!!" serunya kecil menyeringai berjalan di koridor sekolah yang mulai sepi.
Dua jalur yang sama ekstrimnya baru saja memicu jalan yang akan Gideon lalui mulai detik ini…