Chereads / Alphabet Spectrum / Chapter 11 - Ch. 012 - Awal 02

Chapter 11 - Ch. 012 - Awal 02

"Kak Misell, tolong jangan gegabah, ini adalah intansi pemerintahan."

"Kau sebagai pamannya tak peduli apa? Lihat apa yang mereka pikirkan, anakku itux Gideon hanyalah disabilitas tak berdaya, menatapkan sebagai tersangka adalah hal konyol, kau tau!"

Ibu Gideon mendobrak gerbang sekolahan setelah mendengar kabar bahwa anaknya di tahan oleh pihak sekolahan akibat insiden yang baru saja terjadi.

"Minggir!" ucap Misell yang mengaktifkan golden star eye miliknya yang merupakan kekuatan yang membuat dirinya disebut sebagai [The Golden Star Magi] atau Penyihir bintang emas.

"Mana Albert, keluar kau Albert!" teriaknya kembali namun gerakan Misell ditahan oleh adiknya.

"Udah dong kak, malu sama anak-anak, nanti Gideon gimana?" seru adiknya menahan agar kakaknya tidak marah-marah namun tatapan mata kakaknya lebih seram dari siapapun yang selama ini dia tau.

"Apa ini ribut-ribut, kau seperti orang tak berpendidikan saja, Nyonya Grace."

Misell mengalihian pandangannya kepada seseorang yang datang kepadanya, suara yang tak asing dan membuatnya menghempaskan adiknya.

"Kembalikan anakku, kalian terlalu gila menganggap anak yang butuh segala hal menjadi pelaku insiden tak bermoral, mana otak kalian?" Misell merentangkan tangan kanannya dengan mana emas yang mengelilinginya beringan dengan mata bintang yang sangat bersinar.

"Kau pikir sekolahan ini tempat mengasuh anakmu? Kau sudah gila Misell, ini adalah instansi terbaik dan kau sedang menginjak-injak kami sebagai staff elit di sekolah ini, seniorku."

"Sialan kau, Alphonso!" teriak Misell dan memperluas area sihir miliknya sehingga terbentuk butiran-butiran cahaya yang menyatu membentuk sebuah anak panah yang siap di lepaskan.

Pengajar yang berasal dari keluarga Alphonso memakai kekuatannya yang sangat begitu gelap, dia mengikuti apa yang dilakukan oleh Misell dalam beberapa detik dan menahan anak panah tersebut.

"Hentikan Tuan Alphonso, Nyonya Grace!" ucap seseorang yang datang dari arah gerbang dengan pakaian adat khas kerajaan dan itu adalah Prof. Albert yang datang bergegas ke Akademi.

"Wah syukurlah profesor datang," seru Peter yang segera membentuti Professor karena takut akan sosok kakaknya yang sedang beringas tersebut.

"Hah, untung saja Prof. Albert menghentikan aku, kalau tidak aku bisa di hukum karena melukai civillian," ucap Alphonso kepadanya namun Misell yang sudah emosi berjalan cukup cepat dan menyimpan kekuatannya dan menampar Albert.

"Awas saja anakku kalian buat menangis, aku akan hancurkan sekolah ini." Misell tegas dengan ucapannya dan segera berjalan ke ruangan dimana dia dulu sekali pernah memasuki ruangan tersebut.

Albert hanya bisa pasrah dengan perbuatan Misell, lagi-lagi dia tak tega untuk tegas kepada anak yang membuat dia senang zaman dulu dan sekarang anaknya di tetapkan sebagai jajaran tersangka dalam insiden ini.

"Awas kalau kalian salah tangkap, karena Gideon dan Gilbert adalah keponakan yang paling aku sayang, Alphonso."

Albert memberikan peringatan besar kepada Alphonso yang merupakan orang yang dipercaya oleh kepala sekolah untuk bertanggung jawab karena dirinya dan Prof. Albert sedang menemui para kepala akademis lainnya untuk beberapa hal.

"Aku harap aku tak salah tangkap, Tuan Lufenarch!" ucapnya mengakhiri drama tersebut.

****

"Gideon tembem, kenapa sih pipimu mulus banget?"

Vivi terlihat mengelus-elus pipi Gideon yang gembul dan sesekali mengelus rambutnya yang halus.

Gideon tak menggubris ucapan Vivi dan hanya tertuju ke jam pasir yang bergerak mundur mengawasi mereka bertiga.

"Syndrom seorang Autism memang seperti itu, hati-hati kalau kamu melakukan kesalahan, aku pernah merasakan amukan jenius satu itu." Gilbert memperingati Vivi yang makin brutal mencubit pipi Gideon.

"Sepertinya dia tak merasakan kesakitan ini, apa dia sudah belajar Kekebalan fisik?" tanya Vivi yang menguyel-uyel pipi Gideon dan sekarang dia memeluknya.

"Kau seperti memperlakukan Tuanku seperti boneka saja." Tanggap Gilbert kepada Vivi.

"Eh apa boleh dia jadi bonekaku? Aku sih pasti senang sekali punya boneka seperti Gideon, tubuhnya sangat hangat," ucap Vivi memuji Gideon yang mulai bergerak perlahan dengan air liur yang mulai mengalir .

"Dan kau harus siap juga dengan air liurnya."

Vivi terlihat perlahan melepas Gideon dari pelukannya karena Gideon mulai bergerak dan air liur itu membuatnya kembali berpikir dua kali.

"Vivi, apa kau sudah mengingatnya?" Gilbert bertanya untuk kesekian kalinya dan Vivi hanya menggelengkan kepalanya.

"Aku takut, itu saja yang aku ingat saat itu," lanjut Vivi menjawab kepada Gilbert.

Gideon membalikan Jam pasir itu dan menatapnya lama.

"Anak ini pasti tau semua yang terjadi, benarkan?" tanya Vivi menatap Gideon dengan wajahnya besandar diantara kedua lututnya.

"Ya, dia seorang yang diberkati, dia layaknya seorang kesatria hebat dengan kondisi sangat terbatas."

"Setuju, dia sangat baik."

Gideon tertawa sambil mengoyang-goyang jam pasir, keduanya meleleh melihat senyuman anak itu.

"Apa yang ada di pikirannya ya, aku sangat penasaran!"

Vivi perlahan mengambil alih jam pasir itu terbang dengan telunjuknya, dia memainkannya di depan Gideon dan perlahan terbang kearahnya.

Gideon merangkak layaknya anak bayi dan mendekati Vivi dan Vivi memeluk Gideon sekali lagi.

"Terimakasih sudah menyelamatkan banyak orang, terima kasih!"

Gilbert yang melihatnya hanya bisa membayangkan beban yang ditanggung oleh Vivi yang menangis karena mengingat kejadian tadi.

Gideon kebingungan dengan perasaan tangisan itu, namun tangannya mengusap rambut Vivi seperti dia lakukan kepada Ibunya.

Tanpa kata-kata, tangisan itu terasa semakin mendalam karena Vivi hanyalah siswi berumur 15 tahun di akademi itu.

"Hiks... Hiks... Hiks... Ibu aku takut!!!!" ungkapnya memanggil-manggil nama ibunya yang merupakan kebiasaan manusia saat emosi menumpuk dan sedih sudah tak terbendung lagi.

****

Chellia terlihat termenung menatap teh yang di sajikan pelayan miliknya.

Dia belum mendengar kabar apapun dan hanya menunggu di perpustakaan sendirian mengurung diri.

Tangisan penyesalan tak terbendung saat dia membaca materi, tak bisa dia melupakan apa yang dia lakukan tadi dan adegan tersebut mengulang-ulang dalam benaknya.

Putri bangsawan tersebut merasakan pertama kalinya melakukan tindakan bodoh yang sudah memakan korban jiwa hari itu.

Pikiran hampa dan hati yang kosong membuat seseorang yang memperhatikannya perlahan mendekati dirinya dalam bayang-bayang tersebut.

Siswi dengan tato merpati putih perlahan mendekati Putri Chellia dan perlahan mulai masuk kedalam zona Chellia berada, namun keberadaan sesuatu menyebabkan dia tak bisa sama sekali masuk kedalam zona tersebut.

Anak itu kembali masuk kedalam bayang-bayang dan mengawasi Putri Chellia dalam bayangan dan mencari kesempatan untuk masuk kedalam hati Tuan Putri satu itu.

"Aku tau," serunya kecil dan menggerakkan sesuatu setelah pelafalan mantra yang cukup panjang dan diakhiri dengan tiupan kearah Chellia berada.

"Kau pembunuh!"

"Tidak, aku bukan pembunuh!"

"Kau pembunuh!"

"Tidak, aku bukan~"

"Kau pembunuh, Tuan Putri Chellia!"

"Tidakkkkkkk!!!"

Chellia teriak tanpa suara, bayang-bayang korban menghantui dirinya dalam rasa bersalah berkepanjangan.

Siswi bertato merpati putih tersenyum melihat penderitaan Tuan Putri dari balik bayang-bayang dan menghilang diantara sunyi nya ruangan tersebut.

Tujuan akhir dari insiden tersebut berhasil dengan tawa kecil siswi tersebut dan dalam seketika tubuhnya tergelatak lemas di antara lorong yang sepi dan sosok merpati putih menampakan wujudnya.

"Glory for Chellia!"

"GLORY FOR QUEEN CHELLIA!"

Teriakan itu mengantarkan kita kepada sosok yang ada dalam altar markas merpati putih yang merupakan sekte sesat mirip para Pujangga Nirwana yang merupakan sekte sesat penganggung Gideon.

Ada dua foto yang dipajang dan salah satunya adalah Chellia masa sekarang dan satu lagi seseorang di masa lalu yang sangat mirip dengan Chellia namun mempunyai karakter yang sangat jahat dan dia menyeringai kuat.

"Glory for Queen Chellia!"

Semboyan diantara lilin-lilin yang menyala mengantarkan sesuatu yang sangat besar dan pengharapan akan hal yang tak diinginkan oleh semuanya.

[Chellia the Warth Queen]

Buku azimat yang menjadi kitab sekte sesat tersebut melayang kesana kemari pada saat pesta penyambutan Chellia [Queen] yang baru bangkit kedalam wadah baru dengan nama yang sama.

Simbol merpati putih kini menghitam dan semuanya bersorak meneriaki apa yang mereka agungkan, mereka berteriak untuk kebangkitan Chellia [Queen] dalam tubuh Chellia.