Sebagai bentuk dukungan kawan-kawan buat Light Novel That Time One Class Summoned in the Another World ini. Penulis berharap, tanpa paksaan, cukup melakukan dua hal ini.
1. Sempatkan pencet tombol LIKE sebelum membaca.
2. Sempatkan tinggalkan KOMENTAR setelah membaca, terserah mau komen kayak apa, ketik satu huruf "A" saja termasuk komentar kok(。•̀ᴗ-)✧
_________________________________________
Begitu mereka mulai masuk dungeon, suasana kehidupan beberapa saat yang sebelumnya mulai lenyap.
Pada saat menuruni tangga, hawa dingin seperti menusuk leher mereka. Semua murid dipenuhi rasa gemetar dan rasa ingin tahu melihat betapa mengesankannya tangga yang menyongsong panjang ke arah bawah yang di bawahnya hanyalah kegelapan.
Ketika sampai di bawah, mereka melihat sebuah cahaya yang membentuk cincin seperti blackhole. Ternyata itu adalah sebuah portal yang menghubungkan antara lantai dengan lantai lainnya di dalam labirin.
Kedua belas murid berbaris di belakang, melihat ke kanan kiri sambil memegang senjata mereka, mengikuti Leader Karlstahl seperti anak ayam membuntuti induknya.
Semakin mereka masuk lebih ke dalam lagi, suasana semakin terasa lebih mencekik daripada sebelumnya. Udaranya terasa lembab dan terasa dingin.
Setelah beberapa jam berlalu, mereka telah melewati lantai 1 dan lantai 10 tanpa adanya serangan oleh monster.
Perlu diketahui, tujuan Karlstahl mengajak para murid menjelajah dungeon ini adalah untuk melatih mental para siswa agar siap bertarung kapanpun, kemudian meningkatkan level mereka dengan cara membunuh monster sebanyak mungkin.
Namun, sejauh ini tidak ada satupun monster yang menyerang mereka. Hal ini membuat para murid merasa lebih baik, mereka berpikir bahwa dungeon bukan masalah apa-apa.
Setelah melewati portal. Mereka berada di lantai 15. Lantai dimana semua petualang dapat beristirahat dengan tenang dari serangan monster.
"Kita istirahat dulu di sini."
"Eh? Tapi…" Amanogawa merasa khawatir, begitu juga dengan murid yang lain. Mungkin alasannya karena dia merasakan suasana di sekitar tidak nyaman untuk beristirahat di sana.
"Saat ini, monster tidak akan pernah muncul. Pada umumnya, monster memiliki akal, jadi mereka tidak akan menyerang manusia begitu saja. Mereka akan berkoordinasi dan melakukan penyerangan dalam kelompok besar.
Lantai yang memisahkan para petualang berbakat, terampil dari petualang amatir.
Kemudian, saat Leader Karlstahl berhenti memutar tubuhnya 180 derajat dan berbicara sambil melihat ke arah murid, ketenangan mereka yang sebelumnya tiba-tiba hilang.
"Jangan lengah. Lantai ini lumayan berbahaya daripada sebelumnya, mungkin saja ada serangan mendadak nantinya. Jadi, tetaplah waspada." kata Karlstahl dengan suara berbisik.
Tanpa disadari para murid ini menelan ludahnya sendiri saat mendengar perkataan itu.
Meski tidak terlihat, sepertinya Karlstahl membuat kesalahan yang bahkan tidak disadari oleh dirinya. Dia menyuruh anak-anak untuk beristirahat, namun dirinya tidak membiarkan mulutnya untuk tidak bicara yang membuat anak-anak merasa gelisah dan khawatir.
Akan tetapi, mungkin Karlstahl berbicara seperti itu karena alasan tertentu.
Kemudian Amanogawa mengajukan dirinya untuk berada di barisan depan dan berpikir untuk melindungi teman-temannya. Bahkan, orang-orang tidak tahu apa yang sedang direncanakannya untuk hari seperti ini.
"Kalau begitu… pemimpin Karlstahl, izinkan aku di barisan terdepan. Kumohon yang lainnya mundur, anda ditugaskan untuk melindungi kami bukan? Jadi, biarkan saya yang bertarung."
Karlsathl menatap Amanogawa secara intens melalui matanya. Dia mungkin bisa saja mempercayai Amanogawa untuk ini, tapi, tetap saja ini adalah pengalaman pertama mereka menjelajah dungeon. Lawan mereka adalah monster yang lebih menakutkan daripada manusia, atau mungkin malah sebaliknya.
Kemudian Karlstahl mengangguk setuju.
"Baiklah, aku mempercayaimu."
Namun, Rin, mengigit bibirnya serta merendahkan bahunya dan berkata dengan suara halus, lalu berteriak. Menunjukkan bahwa Rin menolak itu semua.
"Aku… menolak. Aku tidak bisa membiarkan Jun berada di barisan paling depan! Apakah kau sengaja membiarkan Jun mati!?"
Nene yang berada di sebelahnya terkejut dan kebingungan.
"Rin, tenang dulu…"
Suasana hening tercipta ketika Rin kehabisan nafas untuk bicara. Tidak ada yang dapat membantah perkataannya, itu memang benar. Selain ini merupakan pengalaman pertama mereka menjelajah dungeon, mereka juga adalah tamu dari dunia lain. Mereka belum mengetahui apa-apa tentang mengenai dunia Axiys ini.
Kemudian, tanpa ia sadari sendiri, Shin membuka mulutnya untuk bicara panjang lebar.
"Aku setuju dengannya," kata Shin. "Meskipun, Amanogawa-kun memiliki kekuatan yang kuat, dia tidak mungkin bisa bertarung sendirian. Aku tidak akan pernah membiarkannya bertarung sendiri, semuanya pasti berpikir begitu 'kan? Jadi, meski aku tahu tidak berguna dalam pertempuran, setidaknya aku juga ingin bertarung dengan caraku sendiri."
Amanogawa berbalik dengan mata terbuka lebar. Namun, ada saja orang yang mencoba menyangkal perkataan Shin.
"—Hah!? Apa yang kau katakan, si tidak berguna?!" Tampaknya yang menyangkal perkataan Shin adalah Orihara. "Jika itu keputusan Amanogawa, tidak ada yang perlu dikhawatirkan! Bukankah begitu… teman-teman?"
Kali ini, Shin berperan besar bagi teman-temannya karena ia membawa beban yang cukup berat di punggungnya, itu adalah sebuah tas besar persediaan makanan sekaligus air. Jadi, menyebut Shin tidak berguna mungkin salah besar.
Ryunosuke mendesah.
"Kiriga itu benar. Aku juga tidak bisa membiarkan ketua kelas bertarung sendirian."
"Um. Kali ini, aku setuju dengannya." Lanjut Nazuna, satu-satunya gadis paling unggul dalam menggunakan Seni Sihir atau Sorcery Art.
"Semuanya…" angguk Amanogawa. "Ini adalah kesalahanku, maafkan aku karena telah memutuskan sesuatu yang egois. Kali ini, aku akan mengikuti perkataan kalian. Sebenarnya, aku juga tidak yakin bisa bertarung sendiri. Jadi, mari kita bertarung bersama." Amanogawa tersenyum, palsu.
Perlahan-lahan kakinya mengambil langkah mundur. Sepertinya kali ini Orihara kalah telak, dia terlihat menyembunyikan wajahnya sendiri dari Shin dan yang lainnya.
"Kiriga." panggil Leader Karlstahl. "Letakkan saja semua persediaan makanan dan airnya."
Kiriga tampak terkejut.
"Eh? Semuanya? Bagaimana dengan persediaan makanan dan air untuk nanti?"
"Ah, itu. Sepertinya aku lupa mengatakannya." Karlstahl melipat kedua tangannya. "Apa kau ingat tujuan utama kita menjelajah labirin ini?"
"Iya… kalau tidak salah, latihan mungkin?"
"Kau benar. Latihan hari ini akan berakhir begitu kita membersihkan lantai dua puluh, jadi aku ingin kalian mengisi tenaga dan beristirahat lebih. Karena… selanjutnya kita tidak bisa mengelak dari pertempuran."
Shin mengangguk.
"Aku mengerti."
Sampai saat itu, Shin tidak banyak melakukan apa pun, menghabiskan waktunya berjalan di belakang membawa persediaan. Itu memang menyedihkan, justru ia merasa sangat lega setelah melepas beban itu.
Sambil beristirahat sejenak, ketika Shin sambil meneguk air, ia tidak sengaja melirik dan matanya bertemu dengan Nene. Dia tersenyum lembut padanya dan melambaikan tangannya.
Tiba-tiba Shin salah tingkah lalu menyemburkan semua air di dalam mulutnya keluar dan batuk karena hidungnya terhalang oleh air.
A-apa yang barusan kau lakukan Shirasaki-san!
Kemudian Shin membuang muka, merasa malu karena dia menyadari bahwa Nene telah mengawasinya sepanjang waktu. Nene sedikit cemberut saat melihat Shin berpaling darinya.
Rin sempat terkekeh kecil saat melihat adanya pertukaran pandangan dari sudut matanya antara sahabatnya dengan orang yang paling ia benci. Namun, Rin sebenarnya sangat mendukung Nene dalam hal ini dan berbicara pelan.
"Nens, kenapa kau terus menatap Shin begitu? Aku ingin tahu kenapa dia malah ikutan juga…" kata Rin dengan nada menggoda. Tentu, itu membuat Nene tersipu, dan membungkam mulut Rin dengan marah.
"Ish... ayolah, Rin! Bisakah tolong jangan menggodaku seperti itu lagi! Aku cuma ingin tahu apakah Kiriga-kun baik-baik saja!"
Nens tidak bisa jujur pada dirinya sendiri, ya… Padahal, saat itu kau meninggalkan aku dari kamar dan kau mencoba membawanya pada saat malam itu, bukan?
Namun, Rin tidak ingin membuat sahabatnya lebih kerepotan dan merajuk, dia memutuskan untuk diam. Meski begitu, Rin tidak bisa menyembunyikan ekspresi kegirangan di wajahnya.
Saat Nene melihat ekspresi Rin dengan menggembungkan pipinya cemberut.
"Duh… ya ampun."
Keduanya tertawa seolah melupakan ketakutan mereka beberapa saat yang lalu.
Shin telah mengamati apa yang mereka lakukan. Pemandangan itu membuatnya nyaman akan sekitarnya… sepertinya tidak.
Di sisi yang berbeda, Shin merasakan tatapan seseorang pada dirinya dan menegakkan tubuhnya secara refleks. Dia sudah terbiasa dengan hal itu, mendapatkan tatapan kebencian seperti itu dari teman-teman sekelasnya, tapi ini seperti dalam hal yang berbeda atau mungkin tingkatan kebenciannya sama hal namun beda.
Karena Shin termasuk orang tipikal yang paling dikucilkan di kelas, jadi dia tahu betul bagaimana macam ragam kebencian yang telah di rasakannya selama ini. Pada awalnya, tatapan ini memang berasal dari Orihara yang sering mengintimidasi dirinya setiap saat, namun ini adalah orang yang berbeda…
…tapi, jika bukan Orihara, siapa lagi?
Itu bukan pertama kalinya dia merasakan tatapan ini. Dia telah merasakannya beberapa kali sejak sebelum dia dipanggil ke dunia ini, tapi setiap kali dia mencoba mencari siapa yang melakukannya, semua itu seakan lenyap. Shin mulai bosan karenanya.
Apa yang sedang terjadi…? Apa aku melakukan sesuatu terhadap seseorang? Orihara 'kah… bukan, lalu apa ini? Kalau tidak salah, semua yang telah kulakukan adalah mencoba yang terbaik terlepas dari ketidakmampuanku… tunggu, mungkinkah itu alasannya? Atau sesuatu dari itu…
Saat Shin memikirkannya itu cukup membuatnya merasa merinding.
"Haaah…" Shin mendesah dalam-dalam. Dia mulai berpikir mungkin ada beberapa yang memperhatikan dirinya ketika dirinya bertukar pandangan dengan Shirasaki. Lebih tepatnya, seperti sebuah peringatan.
Beberapa saat setelah itu, Amanogawa menghampirinya dan menanyakan keadaannya.
"Kiriga-kun, ada apa?"
"Ah, Amanogawa-kun, hanya saja aku merasakan ada beberapa hal yang menggangguku dari tadi, tapi aku baik-baik saja."
"Baguslah," sekilas Amanogawa seperti menyeringai.
"Omong-omong, Kiriga-kun ada hal yang ingin aku bicarakan denganmu."
Shin melirik Amanogawa.
"Apa itu? Katakan saja."
Amanogawa berjalan mendekat dengan wajah serius dan duduk di samping Shin, sambil menggenggam tangannya.
"Apa kau pernah sekali-kali berpikir untuk kembali?"
"Y-yah, sejujurnya kalau bisa berharap, aku ingin secepatnya kembali ke dunia asal kita dulu."
"Begitu, ya… semuanya juga pasti berpikir seperti itu, tapi aku malah berpikir sebaliknya. Sebagai pemimpin kelas, aku seharusnya bisa mengambil keputusan. Mau bagaimanapun, aku pasti akan membawa kalian ke dunia asal kita. Meskipun… harus menjadi penjahat, setidaknya aku akan mengirim kalian kembali tanpa aku."
"Jangan mengemban semua itu sendirian, Amanogawa-kun. Kita semua berada dipihakmu, apapun yang terjadi nanti, kita semua pasti akan kembali. Jadi, percayalah padaku."
"Terima kasih, Kiriga-kun."