Sebagai bentuk dukungan kawan-kawan buat Light Novel That Time One Class Summoned in the Another World ini. Penulis berharap, tanpa paksaan, cukup melakukan dua hal ini.
1. Sempatkan pencet tombol LIKE sebelum membaca.
2. Sempatkan tinggalkan KOMENTAR setelah membaca, terserah mau komen kayak apa, ketik satu huruf "A" saja termasuk komentar kok(。•̀ᴗ-)✧
_________________________________________
"Ini… gawat!"
Sebuah tanduk panjang terlihat jelas di depan mata mereka. Itu adalah monster berkaki mirip seperti banteng yang berdiri. Matanya menyala merah seperti api disertai dengus seperti asap rokok.
Shin mendekatkan wajahnya ke arah Rin, kemudian membisikan dengan suara pelan yang bisa terdengar jelas oleh Rin.
"Yuasa-san… apakah kau masih kuat untuk berdiri?"
"U-um… kaki—"
Tanpa menyelesaikan kata-katanya, Shin langsung menggendong Rin.
"T-tunggu sebentar! Apa yang kau ingin lakukan!? Turunkan aku sekarang!"
Rin beberapa kali menggebu-gebuk punggung Shin, namun ia terlihat mengabaikannya.
"Diamlah! Kita akan lari."
Gelombang kegelisahan membasahi mereka. Shin yang selalu menjadi pilar keyakinan, berkeringat dingin.
Rin maupun Shin menyadari bahwa mereka tidak dapat melawan lawan yang sangat menakutkan.
Untuk melindungi teman sekelasnya, Shin mengerahkan sekuat tenaganya untuk berlari sambil membawa beban seberat Rin ini. Dia harus menahannya dan mencari tempat persembunyian.
Aku tidak ingin mati. Aku pasti akan bertahan hidup. Aku tidak mungkin mati semudah ini. Selama ini aku salah menilai sesuatu, dan kami berakhir di sini karena dikhianati oleh orang yang aku kagumi. Aku ini lemah sehingga kelemahanku dengan mudah dimanfaatkan orang lain. Oleh karena itu, suatu saat aku akan menjadi lebih kuat! Lebih kuat dari siapapun!
Shin berteriak di dalam dirinya sendiri selama berlari.
Sedangkan, Rin terus menangis karena takut menghantuinya dan pikirannya tidak jauh berbeda dengan Shin. Dia juga tidak ingin mati. Ada banyak hal yang ia belum lakukan. Dan mencari cara agar bisa bertahan hidup di dalam sana.
"Yuasa-san, kelas milikmu seperti apa?"
Jika kelas yang dimiliki Yuasa adalah tipe pertarungan mungkin akan berguna suatu saat nanti. Begitulah pikirnya.
"Apaaaaa?! Apa kau mengatakan sesuatu? Aku tidak dengarrrrr!"
"Haaaaa!? Aku sedang bertanyaaa! Kelas yang kau miliki tipenya apaaaaa?!"
"Support! Kelas yang kumiliki tipe pendukunngggg!"
Kelas pendukung… ya, tapi masalahnya adalah… apakah dia mau menggunakan kemampuannya untuk saat ini atau tidak. Seandainya aku tidak membawa orang ini, aku sendiri pasti bisa mengatasinya– tidak, aku berlari sekuat ini berkat dia, kalau tidak mungkin sekarang aku sudah mati di tangan monster itu.
Shin menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berlari.
Sial! Sial! Apa yang sedang kupikirkan!
"Cih," Shin mendecak lidahnya karena kesal tidak menemukan jalan keluar.
Dia mengira kelas yang dimiliki Rin adalah semacam tipe bertarung. Namun, itu sepertinya tidak terlalu bermasalah besar.
Shin terus berlari sepanjang lorong, tenaganya pun semakin terkuras setiap waktu. Jika itu terus berlanjut, mungkin saja ada orang yang tewas. Rin berusaha semaksimal mungkin berpikir tenang, dia berpikir untuk menggunakan kemampuannya, tapi dia tidak yakin akan berjalan dengan baik.
"Aku harus melakukan sesuatu…" bisiknya. "Apa yang dibutuhkan dia saat ini seharusnya adalah itu."
Rin membuka bibirnya dengan lembut kemudian melantunkan irama yang menggema.
(Source: Be Crazy For Me Lyrics – EIKO starring 96猫)
"♫ Jadilah tergila-gila untukku, biarkan aku menyinarimu ♫ Menyanyilah saat kau mendengar musikku ♫ Aku akan mengikutimu, kemana pun kau pergi ♫ Apa kau kini melihatku dari sudut pandangmu? ♫ Aku mencuri hatimu ♫"
[Immense Speed]
Sebuah mantra sihir Immense Speed untuk memberikan buff terhadap fisik tubuhnya yang jauh lebih ringan daripada sebelumnya.
Shin menyadari pergerakannya semakin cepat serta merasakan bahwa tubuhnya juga ringan saat membawa Rin. Ia pun bersyukur atas bantuan teman sekelasnya, lalu berterima kasih padanya.
"Itu sangat membantu… terima kasih!"
Shin sangat terbantu dengan bantuan oleh Rin.
Dengan begitu, kematian yang mulanya berada di depan mata, sekarang mulai menjauh dari depan mata. Pergerakan Shin begitu cepat sepanjang lorongan gua hingga seekor monster banteng tidak dapat menyalip mereka.
Akan tetapi, Rin mulai ketakutan hingga air matanya mengalir lagi begitu saja tidak disadarinya secara langsung. Satu-satunya yang ia khawatirkan adalah apakah mereka akan selamat?
Mereka berdua saat ini tidak memiliki senjata apapun untuk melawan sedangkan kemampuan yang terbatas tidak cukup untuk mengalahkan monster sekelas bencana seperti itu.
Satu-satunya jalan untuk bertahan hidup adalah lari dan bersembunyi. Shin berlari mengambil jalur lorongan yang terlihat sempit karena tubuh monster sebesar itu tidak akan bisa melewati lorongan sempit tersebut.
"Menunduk!"
"Um!"
Shin menyuruh Rin sedikit menunduk padanya agar rambutnya tidak terkait dari bebatuan.
Saat Rin mengikuti perkataan Shin, dia mau menunduk dan wajahnya kini berdekatan. Shin bisa merasakan napas hangat dari mulutnya Rin ke telinganya. Karena dia adalah seorang anak remaja jadi wajar kalau Shin merasa terangsang, apalagi tubuh mereka saling bersentuhan.
Akan tetapi, ini bukan saatnya untuk memikirkan hal yang tidak jelas. Bahkan, Shin beberapa kali berusaha keras untuk membawa Rin agar mereka bisa selamat.
Entah itu berapa jauh mereka telah melarikan diri, dia terus berlari sambil menggendong Rin. Pada akhirnya Shin memutuskan untuk berhenti di belakang batu besar karena tenaganya benar-benar terkuras sekarang.
Setelah berhenti, Shin menurunkan teman sekelasnya Rin yang kelihatannya tegang dan pucat. Dan membantunya untuk bersandar di batu besar tersebut.
Shin berusaha menarik napasnya dalam-dalam untuk mengatur pernapasannya agar tetap stabil dan tenang.
Rasa antara melelahkan serta melegakan membuat dirinya jatuh dan terduduk di dekat Rin yang diam.
Mereka pun selamat dari kejaran monster yang mungkin lebih mengerikan daripada kelelawar raksasa sebelumnya, lalu beristirahat di belakang batu yang besar.
Dia melihat ke langit-langit yang gemerlap dengan kemilauan biru. Apakah itu semacam kristal? Itu indah sekali. Begitu pikirnya.
Shin memutuskan bangkit untuk memeriksa keadaan sekitar. Sebelum itu, dia memperingatkan Rin untuk tidak kemana-mana.
"Aku ingin memastikan keadaan sebentar, sementara itu kau tetaplah beristirahat disana dan jangan kemana-mana."
Rin tidak menjawab. Meski begitu, Shin tetap meninggalkannya.
Di saat sendirian memeriksa apakah monster itu mengejar lagi atau tidak, Shin ingin cepat-cepat kembali ke tempatnya Rin. Dia khawatir dengan kondisinya yang sekarang kalau terjadi sesuatu lagi padanya.
"Sepertinya, monster itu tidak mengejar sampai ke sini. Lagipula… apaan dengan gua dingin seperti ini?!"
Shin menggigil kedinginan dan cepat-cepat kembali menuju tempat Rin bersembunyi di balik batu besar.
"Sepertinya kita sudah aman, kita harus segera pergi…"
Ketika Shin melihat Rin yang terduduk bersandar di batu besar. Saat itu ia melihat Rin tidak bersemangat, dan wajahnya tampak kosong dan matanya tiada henti mengalirkan air mata.
Seharusnya aku mengerti. Sosok yang ia selalu percaya dan ia kejar… itu membuatnya sangat tertekan. Amanogawa… apa yang sebenarnya kau pikirkan…
Tanpa sadar dia mengepalkan tangannya dengan kesal.
"Ah, sebaiknya kita istirahat lebih lama di sini."
Dengan mengatakan itu, Shin merendahkan pinggangnya dimana itu menjadi tempat duduknya di bebatuan.
Pada saat Shin mulai menenangkan pikirannya, Rin terdengar membisikkan sesuatu. Entah kepada siapa ia bicara, Shin tidak dapat mengalihkan matanya dari Rin.
"Kemana kita… akan pergi…?"
"Rin…"
Rin mengalirkan air matanya, terus melanjutkannya dengan suara kecil.
"Kemana… kemana aku akan pergi?"
Melihat situasi Rin sangat tertekan, tanpa berpikir panjang Shin langsung meraih kepalanya secara lembut dan meletakkan wajahnya di bahunya. Kemudian Shin berkata padanya.
"Kau bisa pergi kemanapun, selama kau bertahan hidup…"
"Jangan… tinggalkan aku…"
Dalam keputusasaan, Rin merasa begitu lelah sehingga dia mengatakan apa yang ada di isi hatinya.
"...Shin."
Shin membuka matanya lebar seolah terkejut dan tanpa sadar mulutnya bergetar. Kemudian mengubah ekspresinya menjadi melas.
Rasanya sudah lama dia tidak memanggilku dengan nama itu.
"Jika kau meninggalkanku… aku tidak akan pernah… memaafkanmu…"
Rin tertidur, terbang menuju dunia mimpinya yang amat buruk.
"Aku tidak akan pernah meninggalkanmu."
Secara perlahan ia meletakkan Rin bersandar di batu besar, dan melepaskannya blazernya untuk menutupi tubuhnya agar tidak kedinginan. Pada saat itu, ia mengubah ekspresinya menjadi melas saat memandang wajahnya.
Aku telah mengawasinya sejak kami masih kecil. Ia adalah gadis yang tidak tahu… apa itu kebusukan ataupun penderitaan. Selama ini… kami selalu menyembunyikannya, dengan saling membenci satu sama lain…bahwa sejak kecil kami sudah dijodohkan dengan kedua orang tua kami. Namun… karena suatu pertengkaran dalam keluarganya, ibunya meninggal, dan ayahnya menjadi pecandu narkoba, lalu dipenjara. Sejak saat itu, sejak saat itu… dia berjuang hidup sendirian, bekerja paruh waktu setiap pulang sekolah, dan menjadi seleb terkenal di Instagram karena kecantikannya… dan pada akhirnya… dia berada di tempat mengerikan ini.
Aku telah menyadarinya. Bahwa, Rin… adalah gadis yang kuat dan tabah. Karena orang-orang terdekatnya yang ia selalu sayangi selalu meninggalkannya sendirian, itu terjadi sejak dulu. Saat ini pun begitu… dia ditinggalkan lagi oleh seseorang yang ia selalu cintai.
"Aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Karena kau… adalah teman masa kecilku yang berharga."
Kemudian menyapu air mata yang tersisa di wajah Rin. Yuasa Rin sendiri pasti tidak menyadari bahwa Kiriga Shin selalu ada untuknya dari dulu maupun sekarang ini.
Shin mencekram tanah disekitarnya hingga melupakan kalau tangannya berdarah. Mengubah ekspresinya menjadi sangat mengerikan dan marah.
Apakah kau puas dengan ini? Amanogawa Jun!