Chereads / That Time One Class Summoned In The Another World / Chapter 12 - Chapter 9 : Labirin Underground (Part 04)

Chapter 12 - Chapter 9 : Labirin Underground (Part 04)

Sebagai bentuk dukungan kawan-kawan buat Light Novel That Time One Class Summoned in the Another World ini. Penulis berharap, tanpa paksaan, cukup melakukan dua hal ini.

1. Sempatkan pencet tombol LIKE sebelum membaca.

2. Sempatkan tinggalkan KOMENTAR setelah membaca, terserah mau komen kayak apa, ketik satu huruf "A" saja termasuk komentar kok(。•̀ᴗ-)✧

_________________________________________

"Graaaaaaaaaaaaaaah!!!"

Meski situasi semakin menegangkan. Amanogawa bersikeras mengambil keputusan.

"Ini buruk," bisik Amanogawa. "Aku harus menghentikannya, bagaimana pun caranya!"

Untuk melindungi teman-teman yang menyelamatkan diri, Nene merapalkan mantra terkuat dalam upaya untuk membentuk penghalang.

"Berikan perlindunganmu pada anak-anakmu yang kau panggil, oh dewi Ishtar! Tolak semua kebencian dan biarkan ini menjadi tempat suci yang menyangkal bagian musuhmu! [Hallowed Ground!]"

Mantra itu empat ayat panjangnya, tertulis pada lingkaran sihir dua meter panjangnya, dan digambar di atas kertas sihir kelas teratas. Selain itu, itu telah dirapalkan oleh tiga orang secara bersamaan. Meski hanya menggunakan satu, dan bertahan satu menit saja, itu menciptakan penghalang yang tak tertembus yang tak bisa dihancurkan.

Namun, jebakan labirin itu tidak mudah lolos. Mereka tidak akan diizinkan mundur begitu saja.

Terlepas dari monster raksasa itu, Shin berpikir apa yang terjadi di sisi jalan jembatan jauh lebih berbahaya.

Lingkaran sihir merah gelap menyerupai genangan darah, dan menimbulkan perasaan tak menyenangkan. Itu berdenyut satu kali, dan gelombang monster mulai keluar.

Dari lingkaran sihir yang tak terhitung jumlahnya di ujung jembatan, ada segerombolan kerangka yang memegang pedang.

Soket mata kosong mereka berkilau dengan cahaya merah darah yang sama dengan lingkaran yang mereka rasakan, dan matanya berguling-guling seperti mata sungguhan juga. Dalam hitungan detik, tangga di depan Amanogawa penuh dengan hampir seratus makhluk, dan masih banyak lagi.

"Rin, Orihara, Nazuna, Ryunosuke, Ayuzawa… bangun dan kembali menuju portal sekarang! Sementara itu aku akan mengalihkan perhatiannya!"

"Tunggu dulu, jangan seenaknya!" Teriak Rin. "Kita juga akan membantu! Kelelawar raksasa itu benar-benar sesuatu yang buruk! Aku juga akan—"

"Bodoh! Kalau makhluk sebesar ini, satupun dari kita tidak punya kesempatan untuk kabur! Kita yang saat ini tidak akan bisa melawan makhluk sebesar itu, dan kita tidak akan tahan melawannya. Sekarang kalian larilah, aku akan menyusul nanti!"

Orihara dan yang lainnya berlari ke belakang menuju kelompok Shin, sedang Rin terdiam berdiri di belakang Amanogawa.

"Ada apa denganmu? Pergi sekarang!"

Rin terhuyung sejenak pada intensitas tatapan Amanogawa, tapi ia menolak untuk pergi. Amanogawa membuka mulutnya untuk berteriak pada Rin, tapi sebelum dia sempat mengatakan apa pun, monster itu kembali meraung dan menyerang... langsung ke arah murid yang mundur.

Rantai besar bersinar, menghentikan kelelawar raksasa itu. Gelombang kejut besar menyebar saat menabrak penghalang, menghancurkan tanah di dekat benturan. Meski terbuat dari batu, seluruh jembatan bergetar. Para murid yang mundur, dan beberapa di antaranya terjatuh.

Semua formasi hancur saat semua orang bergegas ke tangga, mencoba yang terbaik untuk melarikan diri.

"Kiriga-kun?" Nene sesaat melirik ke arah Shin, matanya terbuka lebar ketika menyadari bahwa Shin pasti akan melakukan sesuatu yang seperti berbahaya. 

"Kiriga-kunnn!"

Dia untuk mencoba untuk memanggilnya, tapi Shin tidak mendengarkannya.

Di tengah kekacauan, Shin secara alami bergerak dan berlari sekuat tenaga menuju tempat temannya yang roboh. Dia mengerang kesakitan dan mendongak, hanya untuk melihat tengkorak mengacungkan pedangnya tepat di depannya.

"Ah!" Pada saat yang sama dia mengeluarkan napas terengah-engah, tengkorak itu mengayunkan pedang ke kepalanya.

Apakah aku akan mati di sini…

Tubuhnya membeku bahkan tangannya tidak berhenti bergemetar, apa yang ada dipikirannya saat itulah adalah kematian, tidak ada harapan apapun saat tajamnya ujung mata pedang mengarah di depan matanya.

Namun, pada waktu yang tepat, Shin menyentuh dan mengkonversi pedang tengkorak itu menjadi butiran debu. Kemudian menendang tengkorak itu sekeras mungkin hingga terhempas jauh ke depan.

"Grh!"

Setelah itu, Shin cepat-cepat meraih tangan murid itu dan menariknya. 

"Ayo, kita harus cepat-cepat. Jangan khawatir, makhluk tulang-tulang ini seharusnya bukan apa-apa. Aku bisa mengatasinya."

Shin menepuk punggungnya percaya diri.

"Sekarang, kesempatanmu, Ayuzawa-san!"

Murid itu menatapnya sesaat sebelum berkata.

"Ya!" Murid itu mengangguk riang, bahkan dia tidak terpikirkan untuk berterima kasih pada Shin karena telah menyelamatkannya.

Dia berlari dengan rasa begitu sangat lega, meneteskan air mata.

Selanjutnya, Shin mulai berlari menuju tempatnya Amanogawa dan Rin.

"Amanogawa-kun, kau harus mundur! Sisanya juga!" Teriak Shin.

"S-Shin!?"

"Kiriga-kun, kenapa kau malah ke sini?"

"Di tempat sempit begitu, akan sulit untuk menghindari serangan." Lanjut Shin.  "Karena itulah, tindakan terbaik adalah berlari sementara penghalang yang dibuat Shirasaki-san masih menyala. Aku akan membuka jalan untuk kalian." 

"Ayo, sekarang waktunya! Kita harus berkumpul dengan yang lainnya juga, Jun!" Teriak Rin sambil menarik tangannya Amanogawa, namun Amanogawa menahannya.

"Jangan khawatir, aku pasti akan menyusul kalian."

"Apa maksudmu? Dan yang lebih penting lagi, kenapa kau di sini!? Kau tidak boleh di sini! Serahkan tempat ini pada kita, Kiriga-kun, dan—"

"Ini bukan waktunya untuk mengatakan itu!" 

Shin memotong Amanogawa, yang menyiratkan bahwa Shin tidak akan berguna kalau harus mundur. Dan ia berteriak dengan nada keras yang belum pernah diungkapkannya sebelumnya.

"Apa kau tidak melihat apa yang terjadi di belakangmu!? Mereka semua panik karena pemimpin mereka tidak bersama mereka!" Shin menarik kerah Amanogawa, menatapnya dengan marah dan menunjuk ke belakangnya.

Untuk sesaat Amanogawa bergetar mendengarkan perkataan itu, ia bisa merasakan sesuatu yang sangat berbeda dari sifatnya Shin yang selama ini ia kenal melalui tatapannya itu. 

Amanogawa dengan jelas melihat teman sekelasnya yang panik perlahan dikelilingi oleh tengkorak-tengkorak bersenjata.Semua pelatihan mereka telah lenyap dan semua murid bertempur dengan liar. 

Karena gaya bertarung mereka yang tidak efisien, dorongan bala bantuan yang terus-menerus membuat mereka tak bisa melewatinya. Statistik mereka yang luar biasa telah melindungi mereka sejauh ini, tapi hanya masalah waktu sampai seseorang tewas.

"Mereka membutuhkan seseorang yang memiliki kekuatan untuk menghabisi semua itu dalam satu serangan! Mereka membutuhkan seseorang yang bisa menghabisi rasa takut mereka! Dan satu-satunya yang bisa melakukan itu adalah kau, Amanogawa-kun! Kau adalah pemimpin mereka, jadi berhenti fokus pada apa yang ada di depanmu! Lihatlah apa yang ada di belakangmu sekali ini saja!" 

Bingung, Amanogawa melihat dari kepanikan dan jeritan teman sekelasnya kembali menuju Shin, yang menggelengkan kepalanya dengan marah, mendecak dan mengangguk.

"Aku mengerti sekarang. Kita mundur, Rin!"

"Um!" Rin mengangguk cepat.

Amanogawa dan Rin pun berlari, sementara Shin membuka jalan untuk mereka. Namun, Shin merasakan firasat yang buruk setelah ini, seolah ada yang menghalangi mereka untuk lolos dari kekacauan.

Yang benar saja, penghalang yang dibuat Nene kini mulai runtuh dan hancur. 

Shin berteriak sebelum hal itu terjadi.

"Semuanya! Menunduk!"

Gelombang kejut besar menuju ke arah Shin dan yang lainnya. Shin langsung mengkonversi puing-puing sekitar untuk membuat dinding batu, tapi gelombang kejutnya menghancurkannya dengan mudah, membuat semua orang terhempas. Dindingnya berhasil sedikit mengurangi kekuatan itu... tapi kemudian kelelawar raksasa mengeluarkan raungan besar dan ruangan bergetar disertai debu beterbangan.

"Penghalangnya rusak!"

"Ini kesempatan! Cepat keluar dari sini!"

"Tunggu! Biarkan aku pergi! Aku harus pergi ke tempatnya Kiriga-kun! Aku berjanji padanya! Aku berjanji akan melindunginya apapun yang akan terjadi! Biarkan aku pergiiii!" 

Nene terus berteriak histeris hingga air matanya tanpa ia sadari telah mengalir begitu banyak.

"Biarkan aku… biarkan aku pergii!"

"Bodoh, berhenti! Shirasaki!"

Ayuzawa menahannya dengan pelukan. Justru karena dia mengerti bagaimana dengan Nene rasakan sampai Ayuzawa tidak dapat menemukan kata-kata untuk menghentikan temannya.

Shin bisa mendengar suara teman-temannya mulai menjauh, alih-alih dia bisa mendengar suara samar dan jauh dari Nene.

Tidak ada melihat apa yang terjadi setelah itu, namun ketika debu mulai hilang, Shin melihat Amanogawa dan Rin terjatuh, tapi Amanogawa bisa segera bangkit kembali, akan tetapi Rin tidak bisa berdiri karena kakinya terkilir. 

"Rin!"

Tanpa ia sadari Shin memanggilnya dengan namanya. Reflek, Shin bangkit untuk berdiri dan berlari sekuat tenaga untuk menyelamatkan Rin.

Amanogawa tampaknya tidak menyadari kalau Rin juga ikut terjatuh bersamanya, tetapi bukan untuk kembali dan menolong, Amanogawa justru berdiam diri di tangga sementara yang lain sudah berhasil meninggalkan ruangan itu.

Yang tersisa hanyalah mereka bertiga di ruangan itu, Amanogawa, Shin dan Rin.

Di sisi lain, Rin terjatuh di tempat-tempat yang sangat buruk. Di belakangnya adalah kelelawar raksasa, sementara di depannya sudah dua puluh meter lagi bisa sampai ke tempatnya Amanogawa.

"Amanogawa! Bisakah kau mengulur waktu?" Tanya Shin. Kelihatannya Shin merasakan kesakitan, tapi dia masih kuat untuk berlutut dan membantu Rin berdiri. 

Karena yang lainnya sudah selamat, mereka harus melakukan sesuatu terhadap kelelawar raksasa itu sendiri. Namun, di sana, Amanogawa berdiri tampak memberikan ekspresi puas dan tersenyum.

"Amano…gawa?"

"Maaf. Dan terima kasih."

Setelah mengatakan itu, Amanogawa berbalik dan meninggalkan ruangan sementara jembatan mulai retak dan perlahan mulai runtuh.

"Hei! Apa-apaan ini semua… apa maksudnya?!" Teriak Rin. "Jembatannya… tidak, ini tidak mungkin. Aku tidak mungkin berakhir di sini begitu saja! Aku tidak ingin berakhir di sini! Jun… Nens… jangan tinggalkan aku sendirian!"

"Job milikmu seorang diva, bukan? Dengan menyanyi, kau bisa memberikan sepuluh kali lipat kekuatan fisik. Kumohon, Rin bernyanyilah untukku. Kali ini, kita pasti bisa keluar dari sini—"

Rin membuka bibirnya untuk mencoba bernyanyi, namun… suaranya seolah tertekan, tidak bisa keluar.

"Begitu, ya..."

Ternyata aku sebodoh ini… dengan kondisinya yang saat ini, dia sudah pasti tidak bisa bernyanyi.

Seketika sesuatu terlintas dipikiran Shin. Dia telah menyadarinya. Saat ini, Rin tidak bisa bernyanyi. Karena kondisinya saat ini, dia tidak bisa mengeluarkan suara dari vitalnya.

Namun, di mana pun juga jalan terkunci begitu saja, dan setelah perjuangan akhir tanpa hasil, mereka jatuh menuju kedalaman jurang. Teriakan terakhirnya (Rin) bergema di seluruh ruangan.

Shin berlutut menyaksikan Rin menangis dan terus berteriak pada dirinya sendiri. Sementara ia merasa sangat jengkel, yang tanpa sadar ia mengepalkan tangannya kuat-kuat di tanah seolah tidak ada harapan sedikitpun.

"Graaaaaaaaah!!" Monster raksasa itu mengaum dengan marah.

Saat itu juga, kelelawar raksasa itu mulai mengamuk terbang kemudian menabrak jembatan berulang kali seolah berniat untuk meruntuhkan jembatan.

"Seseorang… tolong aku!"

Tanpa ia sadari, Shin langsung menarik pelan kepalanya dan memeluknya. Untuk sesaat, Rin bisa merasakan sensasi hangat ketika bahu mereka saling bersentuhan.

"Rin, kau tidak sendirian, masih ada aku di sini!"

Kemudian, Rin menoleh ke arah Shin dengan ekspresi pucat dan matanya merah karena banyak mengeluarkan air mata. Setelah melihat bahwa Shin berada di dekatnya, Rin justru mengeluarkan air mata lebih banyak.

Ah, ini tidak akan berhasil… Shin menggumamkan kata-kata itu di dalam kepalanya saat dia menyerah. Namun, melihat untuk terakhir kalinya, dia bisa melihat Nene dengan ceroboh kembali berusaha meraihnya dengan putus asa, suaranya pun hampir tidak keluar saat ia meneriakkan sahabat dan orang yang ia sukai, sementara Ayuzawa dan Amanogawa memegang kedua tangannya dan menahannya. 

Pada akhirnya, seluruh jembatan runtuh, Shin dan Rin jatuh menuju kedalaman jurang, wajah Shin menatap kosong ke langit. Tangannya yang terulur mencengkeram cahaya yang memudar.

Kelelawar raksasa itu terbang ke langit, mendengarkan teriakan yang semakin redup. Mendengarkan jembatan itu hancur berantakan. Dan kemudian, semua terlalu cepat, Shin dan Rin ditelan ke dalam kegelapan bersama reruntuhan terakhir.

Cahaya memudar dengan cepat saat kegelapan mulai menelannya. Wajah Kiriga Shin terpaku melihat Yuasa Rin ketakutan saat ia menatap cahaya yang hilang di atasnya. 

Shin melepaskan tangan kirinya dengan putus asa ke cahaya, sambil merangkul Rin ke dalam dekapannya. Rin merasa bagian bawahnya tegang saat mereka jatuh dengan bebas melalui kegelapan.

Jurang dimana mereka sudah terjatuh begitu dalam, sehingga rasanya seakan terjatuh ke lubang neraka. Dan cahaya yang dia lihat adalah portal bagi dunia orang hidup. Karena seseorang yang ia ikuti, Rin menjatuhkan air mata besar-besaran saat dia mulai menjelajahi dungeon.

Lubang itu sangat dalam sehingga mereka terus terjatuh setelah tusukan kecil cahaya itu menyusut sia-sia. Seluruh hidupnya melintas di depan matanya, tanpa suara sama sekali kecuali angin yang menderu-deru jatuh menuju kedalaman jurang di bawahnya. Tidak ada satupun yang dapat menolong mereka, satu-satunya harapan adalah hidup atau mati.

Sebelum benar-benar menyentuh dasar labirin, setidaknya ia ingin meminta maaf kepada Nene, selama ini ia tidak pernah menjawab perasaannya dan selalu menggantungnya. Namun kesempatan itu telah hilang ketika Kiriga Shin mulai menyerah dan berpikir bahwa ini mungkin saja sebuah takdir.