Sebagai bentuk dukungan kawan-kawan buat Light Novel That Time One Class Summoned in the Another World ini. Penulis berharap, tanpa paksaan, cukup melakukan dua hal ini.
1. Sempatkan pencet tombol LIKE sebelum membaca.
2. Sempatkan tinggalkan KOMENTAR setelah membaca, terserah mau komen kayak apa, ketik satu huruf "A" saja termasuk komentar kok(。•̀ᴗ-)✧
_________________________________________
Keesokan harinya, satu hari setelah pemanggilan pahlawan. Semua murid berkumpul di Arena Pelatihan khusus kerajaan, yang diarahkan oleh Leader Karlstahl. Cukup awal sehingga matahari belum sepenuhnya terbit.
Cuaca pagi di Axiys lumayan dingin dan sejuk, seperti halnya di Bumi. Para murid semua dipenuhi dengan rasa gentar dan rasa ingin tahu yang sama.
"Sebelum kita menjelajah labirin dungeon, ada beberapa hal yang harus kalian perhatikan terlebih dahulu. Pertama, kalian harus mempunyai pengalaman dan juga mental. Kedua, selain menguasai ilmu sihir… kalian juga harus menguasai seni bela diri, seperti menggunakan panah, tombak dan pedang. Dan yang terakhir, bagi yang takut atau ragu… tinggallah, aku tidak akan memaksa kalian untuk ikut."
Semua orang bahkan Shin, bagaimana pun, memiliki ekspresi yang lebih rumit di wajah. Orang-orang juga agak bersemangat dan gugup dalam mempersiapkan perjalanan pertamanya ke labirin. Tapi, setelah mendengar penjelasan itu, beberapa kegembiraan mereka memudar.
Setelah beberapa saat menunda untuk bicara, Leader Karlstahl sengaja memberi waktu kepada semua murid untuk berpikir kembali. Pilihan mereka ada dua, ikut atau tidak. Namun, hampir beberapa sebagian murid memilih untuk ikut berpetualang dan sisanya mereka memilih untuk tinggal.
Yang memiliki niat untuk ikut adalah, tentu yang pertama adalah Amanogawa Jun. Inisiatif dan tingkat kepercayaan sudah tidak diragukan lagi bahwa dia harus ikut. Kemudian dibuntuti oleh Yuasa Rin, mungkin alasannya karena ada Amanogawa.
Selain Amanogawa dan Rin. Ada beberapa murid yang memiliki semangat. Mereka adalah Shirasaki Nene, Kiriga Shin, Ryunosuke Chiba, Kirisaki Risya, Ayuzawa Makuto, Orihara Yamada, Hiromi Ichizaki, Onodera Miyabi, Nazuna Ashina, Sinuichi Satsuka.
Itu artinya ada 12 orang yang ikut berpetualang menjelajah labirin, sedangkan yang lainnya, 20 orang tidak ikut termasuk Haruka-sensei. Seharusnya ada 40 orang murid dalam satu kelas, tetapi karena ada tidak hadir ke sekolah dan ada beberapa murid yang berada diluar kelas tidak termasuk dalam hitungan tersebut.
Contohnya seperti, Yorikita Takeko dan Tanishiro Ryuji. Mereka sangat beruntung tidak ikut terpanggil ke dunia lain berkat membolos. Sementara jumlah yang terpanggil hanya 32 orang termasuk Haruka-sensei itu sendiri.
"Baiklah, aku sudah memberi waktu cukup lama untuk kalian berpikir. Aku ingin kalian mengangkat tangan bagi yang ingin ikut menjelajah labirin, sementara yang tidak akan dianggap tidak ikut." Ucap Leader Karlstahl.
Kedua belas orang mengangkat tangannya, sedangkan beberapa yang membuat ekspresi rumit ragu untuk mengangkat tangannya mereka dan pada akhirnya memutuskan untuk tidak ikut karena mungkin akan berbahaya.
Melihat banyak murid yang tidak ikut membuat Leader Karlstahl mendesah dan mengeluarkan nafas amat berat.
"Kita akan berangkat siang hari. Untuk saat ini, aku ingin melatih kalian dalam seni bela diri. Karena pertempuran jarak dekat sangat dibutuhkan di sana. Apakah kalian semua mengerti?"
"Dimengerti!"
Leader Karlstahl terkejut, lalu mengangguk tersenyum.
"Semangat kalian bagus. Kalau begitu, kalian dapat memilih senjata kalian sesuka hati."
Dia menunjuk ke arah peralatan senjata, ada banyak pilihan di sana seperti pedang, tombak, panah, palu dan tongkat sihir. Namun, senjata-senjata yang tersediakan terlihat tumpul dan memang tersedia untuk keamanan.
Amanogawa mengambil pedang. Kebanyakan dari mereka mengikuti ketua kelas mereka untuk mengambil pedang. Sedangkan, Orihara dan grupnya mengambil tombak. Sementara, Nene mendekati Shin untuk menanyakan senjata apa yang ingin dia pilih.
"Kiriga-kun, kau ingin menggunakan senjata apa?"
"Ah, Shirasaki-san, benar juga… dulu aku pernah berlatih dojo bersama mendiang kakekku. Jadi, mungkin aku akan menggunakan pedang."
"Begitu ya… mungkin, aku lebih cocok menggunakan tongkat ini. Bagaimana menurutmu, Kiriga-kun?"
Nene menunjukkan tongkat sihir pada Shin. Kepala tongkat sihir itu memiliki bentuk rumit menyerupai matahari atau sejenis wajah di dalamnya.
"Menurutku itu cocok untukmu, Shirasaki-san."
"Terima kasih!"
Setelah itu, Nene melompat kegirangan menuju tempatnya Rin dan Amanogawa untuk bergabung berlatih di sana.
Rin tampaknya tidak memegang apa-apa. Dia tidak memiliki keberanian untuk mengangkat senjata tajam atau mungkin ia tidak pernah sekalipun melihat maupun menyentuhnya. Jadi wajar kalau Rin kebingungan dengan senjata yang cocok dengannya.
Ketika Nene mendekatinya, dia langsung melemparkan tongkatnya entah kemana dan memeluk Rin dari belakang.
"Rin!"
Jantungnya terasa ingin luruh. Membuatnya sedikit merasa kesal atau sebagainya. Namun, segera menghilang ketika mendengar suara itu adalah sahabatnya.
"Ah, ternyata Nens. Sudah kubilang 'kan, jangan mengagetkan aku seperti itu lagi. Selain itu… kau baik-baik saja 'kan?"
"Kau bisa melihatnya dengan jelas! Sekarang aku merasa sangat bersemangat!"
"Ah, yah… bukan begitu. Yang kumaksud itu, kau lagi-lagi bicara dengannya. Kukira kau sedang diapa-apain seperti itu sama dia. Kau tahu, dia itu lemah. Mungkin saja kau akan dijadikan alatnya sebagai tameng."
"Kiriga-kun tidak lemah!" Teriak Nene. Tanpa memperdulikan sekitarnya sedikitpun, dia melanjutkannya tanpa ragu.
"Dia kuat dan baik hati! Dia tidak mungkin menjadikan orang lain sebagai alat! Dia mungkin terlihat lemah di mata orang lain, akan tetapi, aku melihatnya sebagai sosok pahlawan. Akulah yang memutuskan untuk melindunginya."
Rin dibuat tidak dapat berkata-kata lagi. Seakan seperti mendengar ocehan dari ibunya, Rin terpaksa untuk meminta maaf. Dia tersenyum masam, dan membuat ekspresi penyesalan.
"Y-yah… maafkan aku deh."
Namun, tingkah lakunya yang keras kepala itulah, membuat Rin melupakan segalanya, bahkan Amanogawa tidak terlintas di dalam pikirannya saat itu.
Nene menyadari dari awal bahwa Rin belum memilih senjatanya, dia memutuskan untuk membantu sahabatnya.
"Nah, Rin… Kau kelihatannya sedang kesulitan mencari senjata? Kalau iya katakan saja, mungkin aku bisa membantumu."
"Iya nih. Sebelumnya aku tidak pernah melihat senjata-senjata ini di siaran televisi, yang kutahu hanyalah sebuah mikrofon untuk karaoke. Lagipula, job yang kumiliki berlawanan sedangkan aku hanyalah sebagai karakter pendukung, dan aku juga tidak bisa menggunakan sihir. Yang bisa kulakukan hanyalah bernyanyi." Rin mendesah berat. "Mungkin … tidak ada satupun dari mereka yang cocok untukku."
"Begitu ya… sayang sekali. Tapi jangan khawatir! Aku juga pasti akan melindungimu, Rin!"
Harapan muncul di wajah Rin, matanya bersinar dan terharu dengan ucapan sahabatnya.
Dia pun tersenyum.
"Nens…"
Tidak lama setelah itu, Leader Karlstahl membuka mulutnya dan berteriak.
"Itu cukup! Jika kalian sudah memilih senjata yang cocok, coba seranglah aku dengan seluruh kekuatan kalian!"
Para murid kembali membuat ekspresi rumit di wajah mereka. Beberapa pertanyaan mulai bermunculan seperti 'apakah orang ini yakin?' dan sedikit takut ketika ingin mengangkat senjata mereka. Lalu, pertanyaan satu muncul, 'bagaimana kalau salah dari mereka membuat kesalahan dan tidak sengaja membunuhnya' itu sepertinya pertanyaan-pertanyaan konyol yang dipikirkan oleh Orihara.
Mengingat kembali bahwa Leader Karlstahl adalah seorang pemimpin dari Pasukan Militer Nycto. Itu artinya dia bukan orang sembarangan yang dapat diremehkan oleh siapapun di kerajaan. Dia sangat kuat. Bahkan orang-orang di kerajaan tidak ada yang bisa menyentuhnya ketika berduel pedang. Karena dia memiliki julukan di masa mudanya sebagai 'Kesatria Langit'.
Pedang yang digunakannya pun jenisnya berbeda dari yang lain. Wajah maskulin serta tubuhnya yang besar dan berotot itu mungkin cukup untuk menggambarkan pedangnya, yang dinamakan Pedang Penembus Waktu.
Pedang Penembus Waktu adalah pedang besar berwarna abu-abu gelap yang sedikit menghitam yang telah dipoles dengan cermat, meskipun ada beberapa bekas goresan yang tak terbatas, samar-samar tersisa di seluruh panjangnya, berkilauan dalam iluminasi. Itu menunjukkan bahwa pedangnya sudah berpengalaman dalam pertempuran.
Melihat reaksi itu, Leader Karlstahl membuat provokasi terhadap murid agar terpancing untuk menyerang dirinya.
"Ada apa dengan kalian? Takutnya sekarang? Dimana semangat kalian sebelumnya? Ah, begitu… aku baru sadar bahwa kalian masih bocah naif dan selalu bersembunyi karena mereka pikir akan kalah dengan mengambil kesempatan. Kalau begitu, satupun dari kalian tidak bisa ikut bersama kami untuk menjelajah labirin dungeon! Jika kalian tidak setuju, angkatlah senjata kalian dan serang aku!"
Tampaknya yang terpancing amarah terlebih dahulu adalah Amanogawa Jun. Sepertinya, perkataan Leader Karlstahl secara tidak langsung menyinggung perasaannya selama ini.
Dia membuat ekspresi mengerikan dengan matanya yang tajam, mengangkat pedangnya tanpa ragu, berlari dengan sebuah teriakan serak dan segera mengayunkan pedang ke arah Leader Karlstahl dari belakang.
"Graa!!"
Itu terjadi seketika. Suara dentingan keras, ketika Amanogawa mengayunkan pedangnya sekuat tenaga dan berhasil ditahan oleh Leader Karlstahl dengan begitu santainya.
Amanogawa segera mengambil beberapa langkah mundur, menjauh untuk menjaga jarak dengan musuh, mungkin.
"Apa…"
Amanogawa terkejut dan berpikir sejenak. Tanpa memperhatikan belakangnya, dia dapat bereaksi begitu cepat bersamaan menangkis serangannya yang mungkin dapat membunuh siapapun. Bahkan dia tidak peduli dengan itu, dan bersikap santai seolah tidak terjadi apa-apa.
Semua murid juga berpikir sama. Dan satu-satunya yang mereka tahu adalah… Orang itu kuat!
Amanogawa berpikir untuk mencobanya sekali lagi. Posisi Leader Karlstahl tidak berubah, ia masih membelakangi Amanogawa dengan melihat ke depan.
"Sekali lagi."
Masih diselimuti oleh amarah, Amanogawa mengambil langkah ke samping agar membelakanginya. 2 langkah, 3 langkah setelah dia mengambil langkah ke empat. Dia berhenti di situ, yang lain menyaksikannya.
Amanogawa mulai mengambil kuda-kuda dengan memposisikan pedangnya lurus ke depan yang digenggam hampir horizontal. Sementara dia menghisap dan mengeluarkan napas dalam-dalam, sebelum dia berlari dan berteriak.
Dia mendengar bahwa Leader Karlstahl berkata 'Majulah'. Seperti setelah diberi aba-aba, Amanogawa berlari membawa pedangnya lurus ke depan.
"Kraa!!"
Diiringi teriakan tersebut. Terlihat ekspresi seriusnya serta ujung mata pedang yang memoncong ke depan.
"——!!"
Dentingan keras disertai bunyi retakan.
Sekilas itu membuat matanya terbelalak, dia menangkisnya dan pedangnya patah. Mungkin itu karena perbedaan logam dan baja.
Amanogawa terdiam dan membatu, yang tersisa digenggamannya hanyalah tangkai pedang tanpa bermata. Tampaknya, Amanogawa merasa kecewa. Begitu juga, semua orang menyaksikannya, termasuk Shin.
"Pedangnya… patah."
"Amanogawa-kun…"
Namun, ditengah-tengah itu, Leader Karlstahl tertawa terbahak-bahak. Mungkin dia tidak bermaksud untuk meremehkan, namun sebaliknya.
Tawanya keras sehingga memecahkan keheningan di Arena Pelatihan. Dia berbalik dan menghadap ke arah Amanogawa.
"Yah… itu tadi sangat berbahaya. Julukan {King Arthur} memang hebat! Aku tidak menyangka kau bisa mengayunkan pedang seperti itu. Aku jadi teringat masa mudaku dulu…!"
"Huh?"
Semua murid menatapnya dengan tatapan konyol.
"Aku mengakuinya! Amanogawa, kau berbakat dalam hal ini. Jika berlatih terus-menerus, mungkin kau bisa menjadi generasi aku di masa mendatang."
"T-tidak…"
Sayang hal itu tidak akan menjadi kenyataan karena Amanogawa juga tidak bermaksud berlama-lama ingin tinggal di dunia ini.
Kemudian, Leader Karlstahl mengalihkan pandangan dari Amanogawa menuju para murid yang lainnya sedang memegang senjata. Dia melihat ekspresi kurang percaya diri di antara mereka, dan ada pula keraguan di wajahnya.
Itu membuatnya pasrah.
"Seranglah aku. Kita tidak akan pernah pergi ke labirin dungeon, dan aku tidak akan pernah mengizinkan kalian berpetualang di luar sebelum kalian memiliki pengalaman dalam bertarung."